DPRD Bangkep Bawaslu-ads
KABAR OPINI

Pinjol Meningkat, Rakyat Makin Terjerat, Hidup Makin  Berat

207
×

Pinjol Meningkat, Rakyat Makin Terjerat, Hidup Makin  Berat

Sebarkan artikel ini
Pinjol Meningkat, Rakyat Makin Terjerat, Hidup Makin  Berat
Pinjol Meningkat, Rakyat Makin Terjerat, Hidup Makin  Berat

Oleh: Fitriawati Ahsan (Aktivis Dakwah Islam)

KABAR LUWUK – Pinjol Meningkat Rakyat Makin Terjerat. Pada masa kini, kemajuan teknologi yang begitu pesat, membuat segalanya semakin mudah. Akses informasi yang sangat cepat, kemudahan bertransaksi, bahkan bisa menjadi ladang income bagi masyarakat, tidak terkecuali transaksi dalam pinjam meminjam, atau yang biasa disebut dengan pinjol (pinjaman online).

Kebanyakan masyarakat berpendapat, adanya aplikasi pinjol ini membuat mereka semakin mudah dalam melakukan transaksi pinjam meminjam, cukup memberikan data diri, uang yang dipinjam pun akan otomatis masuk ke dalam rekening.

Sejalan dengan kemudahannya bertransaksi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kinerja outstanding pembiayaan fintech peer-to-peer (P2P) lending meningkat. Pembiayaan melalui fintech P2P lending pada Mei 2023 sebesar Rp 51,46 triliun. Tumbuh sebesar 28,11 persen year-on-year (YoY).

Dari jumlah tersebut, sebanyak 38,39 persen disalurkan kepada pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Dengan penyaluran pelaku usaha perseorangan sebesar Rp 15,63 triliun dan badan usaha senilai Rp 4,13 triliun.

“Data oustanding pembiayaan tersebut adalah nilai pokok pinjaman dari masyarakat yang masih beredar melalui pinjaman online di mana jumlahnya masih bisa naik ataupun turun,” kata Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK Aman Santosa. (Jawa Pos, 12-07-23).

Pinjaman terbesar di Pulau Jawa

Secara umum, sekitar Rp 40 triliun atau sebesar 77,9% dari jumlah pinjaman yang masih beredar pada Mei 2023 mengalir ke peminjam yang berada di Pulau Jawa. Jumlah outstanding tertinggi berasal dari peminjam di Jawa Barat dengan nilai Rp 13,8 triliun, disusul oleh DKI Jakarta, Jawa Timur, Banten, dan Jawa Tengah.

Peminjam di luar Pulau Jawa berkontribusi sebesar Rp 11,3 triliun atau 22,1% atas jumlah pinjaman yang saat ini masih berjalan. Sumatera Utara mencatatkan jumlah pinjaman outstanding tertinggi yaitu sebesar Rp 1,4 triliun, diikuti Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Lampung, dan Bali.

Fakta yang sungguh miris, mengingat bagaimana masyarakat begitu bergantung pada pinjaman online. Hal ini tentunya menimbulkan banyak persoalan baru, yaitu maraknya kasus-kasus peneroran kepada nasabah yang terjerat pinjol, atau bahkan kekhawatiran akan data diri yang seringkali disalahgunakan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang mengajukan pinjaman online.

Tingkat kelalaian meningkat

Jumlah rekening penerima pinjaman aktif juga tumbuh sebesar 15,3% menjadi Rp 17,7 juta pada Mei 2023, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Menurut OJK, pertumbuhan tersebut menunjukkan kebutuhan masyarakat dan pelaku UMKM yang tinggi atas akses keuangan yang lebih mudah dan cepat dibandingkan perbankan atau lembaga pembiayaan lainnya. Namun, menurut OJK, tingkat kelalaian pembayaran ikut meningkat. Tingkat wanprestasi 90 hari (TWP90) pada Mei 2023 tercatat meningkat 1,08 poin menjadi 3,36% dari tahun sebelumnya. (Katadata, 14-07-23)

Fakta yang sungguh miris melihat bagaimana masyarakat sangat bergantung dengan pinjaman online ini. Trend pinjaman online tidak hanya menjerat individu melainkan juga para pelaku UMKM. Inilah buah dari diterapkan sistem kapitalis-sekuler, yang bertumpu pada asas manfaat materi semata tanpa mempertimbangkan segi halal atau haramnya. Praktek lembaga-lembaga ribawi yang merajalela, semakin memberi peluang bagi masyarakat untuk terjerat, mau itu dengan yang legal ataupun yang non legal.

Penyebab praktek pinjol meningkat

Ada banyak penyebab praktek pinjol ini meningkat, salah satunya adalah pemenuhan gaya hidup hedonisme dan materialistis, yang pada masa kini banyak mempengaruhi masyarakat sejalan dengan trend flexing di berbagai platfrom media sosial. Keinginan akan pengakuan serta ketenaran banyak mendorong masyarakat untuk mengambil langkah praktis. Atau pemenuhan kebutuhan hidup yang makin sulit membuat rakyat cenderung mencari solusi yang cepat dan mudah. Serta kurangnya modal dan kesalahan perhitungan bisnis pada UMKM menghantarkan pelaku usaha pada jalan pintas yaitu dengan peminjaman online.

Hal ini jelas sangat bertentangan dengan pandangan hidup seorang muslim. Karena Islam telah mengharamkan riba, dengan cara apapun, meski oleh lembaga yang dilegalkan pemerintah sekalipun. Islam juga telah mengatur kebutuhan manusia dan skala prioritasnya, serta cara negara dalam memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya.

Praktek-praktek ribawi semacam ini juga tidak akan dibiarkan merajalela, bahkan harus dihilangkan sehingga rakyat tidak lagi terjerat dengan riba. Selain itu, dengan terpenuhinya kebutuhan dasar rakyat, tentunya lembaga-lembaga seperti ini tidak akan dibutuhkan lagi. Karena jika aksesnya ditutup, kebutuhan dasarnya telah terpenuhi, untuk apa lagi ada lembaga semacam ini?

Akan tetapi, semua ini baru dapat dirasakan bila Negara mau menerapkan sistem Islam secara menyeluruh. (***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *