Oleh: Fitriawati Ahsan
KABAR LUWUK – Mungkinkah menjadi Negara maju dengan bertumpu pada peningkatan peran keluarga. Pemerintah berambisi meloloskan diri dari perangkap pendapatan menengah atau middle income trap pada 2030. Middle income trap adalah suatu keadaan ketika suatu negara berhasil mencapai tingkat pendapatan menengah, tetapi tidak dapat keluar dari tingkatan tersebut untuk menjadi negara maju.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyampaikan, untuk bisa lolos dari pendapatan menengah dan menuju menjadi negara maju, maka pendapatan per kapita Indonesia harus berada di atas 10.000 dolar AS atau Rp150 juta per bulan selepas 2030 hingga 2045.
Saat ini pendapatan per kapita Indonesia ada di angka 4.700 dolar AS atau setara Rp73 juta (asumsi kurs Rp15.693 per dolar AS). Lalu, pendapatan per kapita Indonesia ditargetkan naik 5.500 dolar AS atau Rp86 juta di 2024 dan ditargetkan 10 ribu dolar AS hingga 2045. (Tirto.id, 23-10-23)
Lembaga Penyelidikan Ekonomi & Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia menyebut Indonesia memiliki potensi gagal menjadi negara maju pada 2045 jika perekonomiannya tetap tumbuh di kisaran 5%.
Potensi itu diungkapkan dalam White Paper bertajuk Dari LPEM bagi Indonesia: Agenda Ekonomi dan Masyarakat 2024-2029.
Dalam White Paper tersebut terungkap bahwa Indonesia belum memenuhi syarat cukup dan syarat perlu untuk menuju negara berpendapatan tinggi layaknya China, Malaysia, Korea Selatan, Thailand, dan Brazil, ketika mereka pertama kali masuk dalam kelompok negara berpendapatan tinggi.
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya di level 4,9% pada 2003, meski sempat naik 6,9% pada 2007. Pada 2013, kembali menyusut dan menjadi hanya tumbuh 5,78% hingga akhirnya pada 2014 tumbuhnya hanya 5,01%. (CNBC, 27-28-10-23)
Kepala Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr dr Hasto Wardoyo, SpOG(K), dalam pidatonya pada kegiatan Konsolidasi Nasional Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) yang digelar di Asrama Haji, Jakarta Timur, Hasto menjelaskan bahwa pembangunan keluarga adalah pondasi utama tercapainya kemajuan bangsa.
BKKBN kemudian mendefinisikan pembangunan keluarga itu adalah untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas, yang hidup dalam lingkungan yang sehat. Beliau menyebutkan Indonesia Emas 2045 menjadi tantangan serius karena ada batu loncatannya, tahun 2030 harus terlampaui dengan baik, seperti tidak ada yang kelaparan, tidak ada kemiskinan ekstrem, dan stunting seharusnya sudah turun jauh. Kemudian, angka pendidikan harus bagus.
Ilusi Indonesia Emas
Jika melihat fakta yang ada, memang benar Indonesia tak akan mampu menjadi negara maju jika masih berlandaskan kapitalisme, karena akan selalu berada dalam posisi terjajah tergantung kepada negara lain.
Meski telah 78 tahun Merdeka, nyatanya tidak bisa membuat Negara kita menjadi mandiri secara perekonomian. Disebabkan ketergantungan akan mekanisme investasi dari luar.
Hal inilah yang membuat Indonesia akan sulit menuju yang Namanya kebangkitan negara. Mekanisme ini tidak terlepas dari kebijakan Kapitalisme, yang mana meski kaya akan sumber daya alamnya tetapi pengelolaannya diserahkan kepada pihak swasta maupun asing, bukan pada Negara sepenuhnya.
Di sisi lain, menjadi aneh ketika negara melimpahkan tanggungjawab menjadi negara maju tersebut kepada pondasi keluarga .
Hal ini mencerminkan negara tidak memiliki visi ideologis, abai pada kewajiban sebagai negara. Bagaimana mungkin merekalah pemangku kekuasaan yang mampu memberikan kebijakan-kebijakan dalam memperbaiki perekonomian rakyat, menjadi membebankan tanggung jawabnya kepada rakyat?
Bahwa, rakyatlah yang harus bertanggung jawab memperbaiki keluarganya, dari polemic stunting dan sebagainya agar di masa depan Indonesia bisa menuju Negara Maju? Tentu inilah yang harus menjadi titik kritis kita, bahwasannya, bagaimana agar Masyarakat Indonesia itu bisa bangkit perekonomiannya?
Berarti bukan dengan kebijakan yang sarat akan kapitalis, karena jika masih dengan sistem yang seperti saat ini, yang akan terjadi hanyalah melanggengkan oligarki, keuntungan hanya berputar pada segelintir orang saja, yaitu para kapitalis.
Jadi, adalah hal yang mustahil jika menargetkan pendapatan per kepala rumah tangga itu 10jt/bln jika pertumbuhan ekonomi masih di 5% saja. Maka akar permasalahannya ada pada bagaimana Negara seharusnya mengelola perekonomian Negara?
Islam sebagai solusi perekonomian
Setelah pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Negara membutuhkan solusi yang benar, yang mengatasi hingga ke akar permasalahan.
Dan Islam sebagai agama yang sempurna memiliki seperangkat aturan dalam setiap spek kehidupan, tanpa terkecuali dalam aspek ekonomi.
Islam telah membagi kepemilikan dalam tiga hal yaitu, kepemilikan individu, umum, dan juga Negara. Dalam hal kepemilikan umum, tanah, hutan, emas, air adalah milik umum yang harus dikelola oleh Negara dengan hasilnya dikembalikan ke dalam bentuk fasilitas umum seperti jalan, Pendidikan, Kesehatan, dan lain-lain.
Sehingga tidak ada yang namanya pihak swasta atau asing sebagai pengelolanya. Dengan ini pengaturannya akan menjadi jelas, individu tidak dibolehkan memonopoli tanah sampai berhektar-hektar seperti saat ini.
Islam juga menjadikan negara memiliki visi menjadi negara adidaya dan memberikan langkah-langkah untuk mewujudkannya, yaitu dengan memfokuskan pada kebijakan-kebijakan dalam Negeri dan juga luar negeri sesuai dengan hukum syara’ tanpa bergantung pada mekanisme investasi.
Dengan penerapan Islam kaffah akan menghantarkan suatu negara menjadi negara maju dan baldatun thoyyiibatun wa rabbun ghaffur.**