Oleh Muhammad Yuntri
KABAR LUWUK – Komersialisasi Organisasi Advokat Rasa Ormas. Masyarakat agar waspada dengan iklan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA), apakah penyelenggaranya Organisasi Advokat (OA) beneran atau OA rasa Ormas tanpa punya izin dari Kemendiknas RI.
Adakah jaminan calon pesertanya akan bisa dilantik sebagai Advokat dan ikut prosesi Sumpah Advokat di Pengadilan Tinggi setempat ?
Ciri-ciri OA rasa Ormas adalah didirikan berdasarkan UU Perkumpulan No.17 tahun 2013 (tentang Ormas), sedangkan Organisasi Profesi Advokat (OA) harusnya didirikan berdasarkan pasal 28 UU Advokat Nomor 18 tahun 2003 yang diatur dalam UU profesinya itu dengan batas waktu sudah lewat, hanya sampai tahun 2005.
Kemudian, pembentukannya diragukan dilakukan para advokat, karena tidak melalui Munas para Advokat. Bisa jadi para pendirinya adalah selain advokat, dan advokatnya hanya satu orang. Advokat yang bersangkutan sedang menganggur, sepi tidak punya klien, tetapi siap mencetak para advokat abal-abal dari institusi OA rasa Ormas.
Tetapi perkumpulannya juga didaftarkan di Kemenkumham RI dan mendapatkan SK AHU juga (karena yang menerbitkan SK AHU adalah komputer secara digital).
OA itu juga menyelenggarakan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) dan Ujian Profesi Advokat (UPA), tapi berbiaya murah, banting harga dibawah Rp. 4 juta agar pesertanya banyak untuk meraup banyak cuan dan dilaksanakan secara online (tidak perlu memikirkan sylabus, standar sisdiknas, harga pokok penyelenggaraan, apalagi kualitasnya).
Para peserta PKPA hanya cukup dibriefing 1-2 jam saja di suatu hotel plus makan siang, kemudian tinggal menunggu pelantikan dan prosesi sumpah di Pengadilan Tinggi setempat.
Sementara itu pada brosur marketing ditampilkan sederet nama profesor dan advokat senior untuk memancing minat masyarakat, dan saat prosesi pelantikan Advokat, elit pemimpin OA-nya menggunakan fashion seperti baju Guru Besar bagaikan acara di universitas terkenal dan dihadiri para pejabat negara serta diekspose berkali-kali.
Pertanyaannya, Qua vadis OA Indonesia? Apakah para peserta Ujian Calon Advokat (UCA) sudah siap jadi korban atas perbuatan OA rasa Ormas?
Tapi kompensasi yang bakal mereka peroleh antara lain akan punya hak mendapatkan hak imunitas berdasarkan pasal 16 UU Advokat, sehingga bebas bertindak sepanjang membela kliennya di dalam dan di luar pengadilan.
Lalu mereka bebas mengeluarkan legal opini berdasarkan pasal 14 dan 15 UU Advokat. Itulah harapan semu masyarakat sebagai “take and give” dari penyelenggaraan PKPA dari OA-OA rasa Ormas.
Mungkin atas dasar itulah alumni UCA tersebut pada terdiam karena sudah merasa berstatus sebagai advokat selaku penegak hukum dan juga mendapatkan hak imunitas sebagai advokat sebagaimana para senior lawyer lainnya.
Coba bayangkan jika mereka itu sadar, bahwa pihak yang merekrut mereka ternyata badan hukum OA-nya tidak terdaftar di negara ini (cq Kemenkumham RI) alias Ormas liar/illegal. Apa yg bakal terjadi?
Setiap Perkumpulan/Ormas harus terdaftar di negara ini, jika ingin diakui. Kalau tidak terdaftar akan dianggap sebagai Ormas liar atau ilegal.