Oleh Aat Surya Safaat*
KABAR LUWUK – Sejarah Sajadah Panjang Muhammadiyah. Dimulai dari beberapa kali pertemuan formal dalam interview ataupun forum diskusi tentang ekosistem halal, terkuaklah beberapa hal terkait berdirinya Muhammadiyah sebagai Ormas Islam kedua terbesar di Indonesia namun paling signifikan kiprahnya di dunia perumahsakitan dan pendidikan yang bahkan sudah merambah global.
Dua cucu pendiri Muhammadiyah yang hilang, atau lebih tepatnya tidak ingin mengungkit jasa-jasa kakek mereka sebagai inisiator berdiri dan bersatunya Muhammadiyah secara nasional menarik untuk dibahas.
Prof. Winai Dahlan, Guru besar di Universitas Chulalongkorn dan inisiator halal sistem yang modern di Thailand yang bukan warga negara Indonesia dan tidak terkait kepengurusan Muhammadiyah, adalah cucu laki-laki dari anak laki-laki Muhammad Darwis (Ahmad Dahlan), pendiri Muhammadiyah Kauman Yogyakarta.
Di sisi lain, Muhammad Gunawan Yasni, seorang pakar, profesional dan praktisi keuangan syariah serta unsur pimpinan dan Bendahara dari Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia yang suka risih apabila disebutkan deretan gelar akademis dan profesionalnya adalah cucu laki-laki dari anak laki-laki Darwis Abdul Muin, pendiri Muhammadiyah Padang Panjang Sumatera Barat.
Atas inisiasi dan nasehat dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX pada masanya, kedua pendiri Muhammadiyah itu bersepakat untuk menjadikan Muhammadiyah bersatu antara Jawa dan Sumatera dengan berpusat di Yogyakarta.
Jiwa besar Darwis Abdul Muin yang walaupun mendeklarasikan Muhammadiyah Padang Panjang beberapa bulan lebih dulu dari Muhammadiyah Yogyakarta, mengakui bahwa Muhammad Darwis (Ahmad Dahlan) lebih pantas ketokohannya untuk dijadikan pimpinan Muhammadiyah yang bisa mempersatukan Nusantara dengan ke-Muhammadiyahan-nya.
Keikhlasan Beramal Shalih
Keluarga para pendiri Muhammadiyah itu tak perrnah menonjolkan diri sebagai trah pendiri Muhammadiyah. Mereka paham dengan keikhlasan kakek-kakek mereka bahwa biarkanlah Muhammadiyah menjadi amal jariyah yang mengejawantah menjadi sejarah sajadah panjang yang berpahala, Insya Allah, dan turun temurun keberkahannya kepada seluruh keluarga mereka.
Profesionalisme yang dijalankan Prof. Winai maupun Gunawan Yasni tanpa membawa-bawa embel-embel terkait hal-hal pendirian Muhammadiyah oleh kakek mereka menjadi penyejuk di tengah hiruk pikuknya perkembangan trah perpolitikan, trah kekyaian dan trah-trah lain yang menjadi legitimasi kekuasaan politik, ormas dan perkumpulan-perkumpulan lainnya.
Prof. Winai maupun Gunawan Yasni sudah puluhan tahun menggeluti Kehalalan dan Kesyariahan yang menjadikan mereka berada di tengah-tengah pusat kehalalan dan kesyariahan ekonomi dan keuangan serta sektor riil dunia maupun Indonesia dengan hanya membawa profesionalitas mereka.
Gunawan Yasni bersama ayahnya Dr. Zainul Yasni dianggap sama-sama mempunyai kepakaran di bidang ekonomi dan keuangan syariah pada masing-masing zamannya. Keduanya sama-sama dinisbatkan kepada 1001 tokoh Minang yang berpengaruh oleh penggagas buku “1001 Tokoh Minang” Hasril Chaniago.
Sejarah Panjang
Ketika Gunawan Yasni bersekolah SMA di Yordania mengikuti ayahnya yang berkedudukan sebagai Dubes RI untuk Yordania dan Palestina pertama, Ratu Rania remaja sempat menjadi kawan SMAnya sebagaimana Dr. Zainul Yasni sangat dekat dengan Raja Hussein, ayah dari Raja Abdullah, suami Ratu Rania yang bahkan sempat diajak resmi mengunjungi Indonesia.
Profesionalitas yang didukung dengan kemampuan berdiplomasi yang bernas menjadi sesuatu yang mendarah daging pada diri anak cucu pendiri Muhammadiyah tersebut.