DPRD Bangkep Bawaslu-ads
KABAR OPINI

Polemik PLTU : Sumber Listrik dan Sumber Polusi

201
×

Polemik PLTU : Sumber Listrik dan Sumber Polusi

Sebarkan artikel ini

Oleh: Fitri Ahsan (Aktivis Dakwah Islam)

KABAR LUWUK – Indonesia adalah salah satu negara yang masih menggunakan bahan bakar fosil untuk pembangkit tenaga listrik. Seperti diketahui, akhir-akhir ini ramai polemik polusi udara yang semakin memburuk di beberapa wilayah di indonesia. Jakarta misalnya, menjadi kota nomor satu di dunia dengan indeks udara paling buruk. Salah satu penyebab utama polusi ini yakni pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara yang sangat masif di sekitar Jakarta. 

Hasil penelitian menujukkan bahwa dampak yang terdapat dari adanya PLTU tersebut yaitu dampak lingkungan berupa polusi udara, limbah, dan getaran mesin dari PLTU yang kini semakin membuat masyarakat resah dan tidak nyaman.

Menurut data Global Energy Monitor, sepanjang 2022 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara di seluruh dunia menghasilkan emisi karbon dioksida (CO2) sekitar 9,88 miliar ton. Adapun angka tersebut baru mencakup emisi dari PLTU yang beroperasi, tanpa menghitung emisi PLTU yang masih dalam tahap konstruksi. Saat ini, Indonesia berada di peringkat ke-6 global dengan emisi PLTU batu bara 214 juta ton CO2, sejajar dengan Afrika Selatan. 

Akan tetapi, bak tutup mata terhadap dampak buruk lingkungan akibat PLTU ini, Pemerintah justru akan menambah pembangunan dua pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara Jawa 9 dan 10. Pembangunan PLTU baru tersebut akan memperluas wilayah kompleks PLTU Suralaya unit 1-8 sekaligus menambah ancaman kesehatan yang telah dirasakan masyarakat, seperti masalah pernapasan (ISPA) akibat polusi udara dari debu batubara dan limbah beracun. Selain itu, proyek PLTU baru ini diperkirakan akan menyebabkan ribuan kematian dini dan akan melepaskan sekitar 250 juta metrik ton karbon dioksida ke atmosfer selama 30 tahun masa operasi.

Novita Indri, Juru Kampanye Energi Trend Asia mengatakan, “Sama sekali tidak ada urgensi untuk terus membangun PLTU Jawa 9 dan 10. Kebutuhan listrik di daerah tersebut sudah terpenuhi dan jaringan listrik Jawa-Bali sudah kelebihan pasokan. Ekspansi ini hanya akan menghancurkan masyarakat setempat dan membawa dunia semakin dekat pada bencana iklim, di mana Indonesia dan warganya sangat rentan. Hal ini juga berlawanan dengan upaya untuk mencapai target net zero emission dan gagalnya target Perjanjian Paris.”

“Entah untuk siapa PLTU Jawa 9 dan 10 ini dibangun karena masyarakat Suralaya tidak merasakan manfaat yang menguntungkan. Justru sebaliknya, PLTU baru ini akan makin memperparah kerusakan lingkungan yang sudah terjadi dan meningkatkan penyakit ISPA. Iming-iming proyek ini akan membawa kesejahteraan bagi masyarakat hanya omong kosong belaka,” kata Mad Haer Effendi, Direktur PENA Masyarakat.

Pembangunan PLTU ini menuai berbagai kecaman dari masyarakat, terutama masyarakat Banten yang secara resmi mengajukan pengaduan terhadap Grup Bank Dunia yang secara tidak langsung mendukung pembangunan dua PLTU batu bara tersebut ke Compliance Advisor Ombudsman (CAO), Rabu (13-9-2023). Pembangunan PLTU baru tersebut dinilai akan mempercepat dampak buruk bagi kesehatan dan lingkungan masyarakat setempat. Selain itu, kelompok pemerhati lingkungan hidup pun turut mengajukan protes yang sama kepada Bank Dunia karena dianggap melanggar janji sejumlah pemimpin negara untuk berhenti mendukung penggunaan bahan bakar fosil.

Dengan adanya dukungan dari Bank Dunia terhadap proyek pembangunan PLTU baru di tengah-tengah problem polusi udara yang semakin parah dan jelas membahayakan kesehatan umat manusia dan berpotensi ada penggusuran rumah warga, tentu tak lepas dari kebijakan pembangunan ala kapitalisme, yang selalu mencari keuntungan dan mengabaikan  potensi resiko yang mengancam keselamatan dan kesehatan masyarakat. Hal ini hanya upaya dalam mengkomersialisasi listrik terhadap rakyat, karena kebutuhan akan biaya yang tidak sedikit dalam pembangunan PLTU tersebut. Beginilah wujud keserahakan para kapitalis demi meraup keuntungan yang besar.

Meski begitu, kebutuhan Negara akan ketersediaan listrik juga tidak dapat diabaikan. Tetapi, seharusnya Negara lebih berfokus pada wilayah-wilayah yang masih belum terjangkau oleh pasokan Listrik ketimbang terlalu memaksakan kehendak untuk membangun PLTU di wilayah yang memiliki pasokan listrik berlebih.

Lalu bagaimana Islam memandang permasalahan ini?

Islam memandang politik sebagai periayahan umat. Maka fungsi utama Negara adalah memelihara umat, entah itu dalam hal ketakwaannya, keamanannya, kesehatannya, pendidikan, serta pembangunan infrastruktur penunjang kehidupan umat. Maka dari sini,  salah satu kewajiban bagi Negara adalah dengan memfasilitasi ketersediaan listrik bagi umat secara menyeluruh dari kota hingga ke pelosok desa, yaitu dengan cara membangun infrastruktur yang memadai. Dalam pembangunannya pun, harus diperhatikan dampak baik tidaknya pembangunan tersebut bagi lingkungan sekitar. Sehingga hal ini dapat menghindari terjadinya kemudharatan atau kedzoliman bagi penduduk yang tinggal berdekatan dengan pembangunan infrastruktur tersebut.

Dana dari pembangunannya pun tidak boleh didapatkan dari investasi, hutang, dan semacamnya. Dalam islam segala pembiayaan fasilitas umum diambil dari dana Baitul Mal, yang memiliki beberapa sumber pendapatan salah satunya adalah dari sumber daya alam yang sepenuhnya dikelola oleh Negara, yang kemudian dengan hasilnya digunakan untuk kemaslahatan publik. SDA ini tidak boleh diserahkan kepada Asing, dan Negara pun tidak boleh mengambil keuntungan dari apapun itu kecuali untuk kebutuhan umum bagi umat. Begitu juga dari hasil pembangunan, Negara tidak boleh mengambilkan keuntungan dari pembangunan tersebut. Dengan ini rakyat bisa mendapatkan akses listrik gratis, atau paling tidak murah untuk mengganti biaya produksi saja.

Negara juga akan memberikan sanksi yang tegas bagi individu-individu yang mengeksploitasi SDA, atau mencemari dan merusak lingkungan. Dan umat akan diberikan edukasi yang benar tentang menjaga lingkungan, agar keseimbangan alam dan lingkungan tetap terjaga.

Demikianlah Islam menyelesaikan problematika kehidupan, tidak hanya secara parsial (sebagian) tetapi secara menyeluruh, dari akar hingga daunnya. Dan hal ini baru akan dapat terwujud jika Negara mau menerapkan sistem Islam secara menyeluruh demi tercapainya kemaslahatan umat.**

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *