Bawaslu-ads
KABAR OPINI

Pemborosan Anggaran Pejabat, Krisis Sosial Terus Memburuk

333
×

Pemborosan Anggaran Pejabat, Krisis Sosial Terus Memburuk

Sebarkan artikel ini
Risaldi Sibay - Kordinator Umum Front Mahasiswa Independen
Risaldi Sibay - Kordinator Umum Front Mahasiswa Independen

KABAR LUWUK  –  Pemborosan Anggaran Pejabat, Krisis Sosial Terus Memburuk. Krisis sosial di Kabupaten Banggai terus mengemuka tanpa solusi yang jelas, diperparah oleh pemborosan anggaran oleh para pejabat yang semakin mengikis rasa keadilan masyarakat.

Persoalan kemiskinan yang hanya dipandang sebagai angka statistik tanpa adanya solusi struktural yang nyata menunjukkan betapa lambannya perbaikan yang dijanjikan.

Ruang publik kian semrawut dengan jalan rusak berlubang, banyaknya pengangguran, minimnya lapangan kerja, serta bantuan usaha yang tak memadai. Ironisnya, hal ini terjadi di daerah yang dikenal sebagai penghasil migas terbesar.

Pemerintahan Bupati Amirudin Tamoreka hingga saat ini belum memberikan perubahan signifikan dalam kebijakan yang diambil. Peraturan Bupati Nomor 62 Tahun 2023 tentang Penjabaran APBD 2024 Kabupaten Banggai menunjukkan bahwa pendapatan daerah yang mencapai Rp 3,1 triliun lebih mayoritas bersumber dari Dana Bagi Hasil (DBH), tetapi tidak dijadikan momentum untuk memperbaiki pelayanan publik atau mengubah prioritas pembangunan.

Belanja operasional masih mendominasi dengan alokasi sebesar Rp 2,1 triliun, termasuk kenaikan belanja pegawai yang melonjak dari Rp 881 miliar menjadi Rp 1,04 triliun.

Sayangnya, lonjakan anggaran ini tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas pelayanan publik atau penambahan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Lebih mencengangkan lagi, anggaran perjalanan dinas meningkat drastis menjadi Rp 157 miliar atau bertambah Rp 45 miliar dari tahun sebelumnya.

Dari jumlah ini, sebagian besar dialokasikan untuk perjalanan dinas dalam negeri, sementara sisa Rp 911 juta digunakan untuk perjalanan dinas luar negeri.

Ironisnya, Bupati Amirudin belum pernah melakukan perjalanan luar negeri, kecuali untuk umroh bersama sejumlah pejabat. Pertanyaan besar pun muncul: ke mana sebenarnya dana tersebut dialokasikan?

Pemborosan ini tidak berhenti di situ. Bupati dan Wakil Bupati juga menaikkan gaji dan tunjangan mereka dari Rp 184 juta menjadi Rp 287 juta sejak 2023, mengalami peningkatan hingga Rp 103 juta.

Sementara itu, alokasi belanja untuk makan dan minum pemerintah juga naik drastis menjadi Rp 32,4 miliar, yang terdiri dari belanja rapat, jamuan tamu, pelayanan kesehatan, dan urusan sosial.

Hal ini menambah deretan pemborosan yang tidak mencerminkan kebutuhan masyarakat, terutama di tengah kondisi sosial yang kritis.

Krisis ini juga diperparah oleh alokasi anggaran untuk sewa gedung yang mencapai Rp 11,3 miliar, melonjak dari Rp 6,6 miliar di tahun sebelumnya.

Anggaran ini mencakup sewa gedung pertemuan, bangunan kantor, hingga rumah negara. Peningkatan terbesar terlihat pada sewa hotel yang melonjak hingga Rp 3,9 miliar, jauh di atas anggaran sebelumnya yang hanya Rp 267 juta.

Tidak hanya itu, pengadaan kendaraan dinas mewah untuk pejabat juga menjadi sorotan publik. Anggaran untuk kendaraan seperti Toyota Hiace Premio Karoser, Hyundai Palisade, Toyota Alphard, hingga Toyota Land Cruiser mencapai miliaran rupiah.

Bahkan, pakaian dan sepatu pejabat dianggarkan lebih dari Rp 1 miliar, yang menunjukkan prioritas pengelolaan keuangan daerah yang jauh dari kebutuhan rakyat.

Sementara itu, di lapangan, masyarakat masih bergelut dengan masalah sehari-hari yang jauh lebih mendesak.

Minimnya bantuan untuk usaha kecil, kurangnya lapangan kerja, serta anak-anak yang masih harus menyeberangi sungai untuk bersekolah adalah potret nyata dari ketidakadilan yang terus terjadi.

Ketika rakyat membutuhkan bantuan nyata, pemerintah justru mengalokasikan dana untuk kebutuhan dan kemewahan pribadi para pejabatnya.

Pemborosan anggaran yang terjadi di bawah pemerintahan Amirudin Tamoreka menunjukkan betapa jauh pemerintah daerah dari tanggung jawabnya terhadap rakyat.

Di tengah krisis sosial yang terus memburuk, alokasi dana untuk hal-hal yang tidak prioritas seperti perjalanan dinas, kendaraan dinas mewah, dan gaji pejabat semakin memperburuk keadaan.

Tidak heran jika rasa keadilan di tengah masyarakat semakin terkikis, sementara pemerintah daerah seolah menutup mata terhadap realitas hidup warganya.

Kini, yang menjadi pertanyaan besar bagi masyarakat Kabupaten Banggai adalah, sampai kapan pemerintah daerah akan terus mengabaikan kebutuhan rakyat?

Di tengah situasi sosial yang kian mendesak, langkah-langkah konkret dari pemerintah sangat dinantikan, bukan sekadar janji atau anggaran yang tidak tersentuh.

Rakyat berharap, ada perubahan nyata yang tidak hanya memperbaiki layanan publik, tetapi juga mengembalikan rasa keadilan yang telah lama hilang.***

Penulis : Risaldi Sibay – Kordinator Umum Front Mahasiswa Independen

IMIP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *