IMIP-ads Bawaslu-ads
Derap Nusantara

Mangrove, Penyeimbang Keanekaragaman Hayati Dan Upaya Mitigasi Bencana

77
×

Mangrove, Penyeimbang Keanekaragaman Hayati Dan Upaya Mitigasi Bencana

Sebarkan artikel ini
Mangrove, Penyeimbang Keanekaragaman Hayati Dan Upaya Mitigasi Bencana
Mangrove, Penyeimbang Keanekaragaman Hayati Dan Upaya Mitigasi Bencana

KABAR LUWUK – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui beragam kebijakan serta  kolaborasinya dengan berbagai pihak secara berkelanjutan melakukan perlindungan dan rehabilitasi mangrove.

KLHK mengajak Kemenkomarves, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Bappenas, serta Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) dalam kerja besar yang bermanfaat bagi masa depan Bumi ini.

Untuk mendukung program tersebut, salah satunya ada Pusat Informasi Mangrove (PIM) Delta Mahakam, di Desa Saliki, Kecamatan Muara Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara, yang menjadi lokasi pembangunan Persemaian Modern Mangrove Kaltim.

Salah satu langkah percepatan perlindungan dan rehabilitasi mangrove nasional telah ditetapkan Pemerintah maka ketersediaan persemaian mangrove modern dan berkapasitas besar perlu disiapkan.

Rehabilitasi merupakan bentuk tugas dan tanggung jawab pemulihan ekosistem bakau. Program padat karya penanaman mangrove dapat meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar ekosistem bakau dan menjadikan ekosistem tanaman ini makin lestari.

Persemaian modern mangrove di PIM Delta Mahakam dirancang seluas 25 hektare, dengan kapasitas produksi bibit bakau mencapai 10 juta bibit per tahun dengan siklus produksi 2–3 kali per tahun.

Dari pembangunan persemaian modern bakau itu diperkirakan mampu menyerap tenaga kerja setara 10.000 hari orang kerja (HOK) per bulan atau 120.000 HOK per tahun.

Menurut data KLHK (2021), Indonesia memiliki areal bakau seluas 3,31 juta ha, namun 19 persen di antaranya dalam kondisi rusak dan perlu segera rehabilitasi.

Pemerintah telah menargetkan rehabilitasi mangrove seluas 483 ribu ha, yang mulai dikerjakan pada 2021-2024 di sembilan provinsi prioritas, yaitu Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kaltim, Kalimantan Utara, Papua, dan Papua Barat.

Rehabilitasi bakau di Provinsi Kaltim ditargetkan seluas 27.244 ha dengan periode pengerjaan 4 tahun, yaitu tahun 2021-2024.

Rincian rehabilitasinya, tahun 2021 seluas 6.634 ha, tahun 2022 seluas 6.870 ha, tahun 2023 seluas 6.870 ha, dan tahun 2024 seluas 6.870 ha.

Per September 2023, hutan bakau Indonesia–yang merupakan kawasan hutan mangrove terluas di dunia– mencakup lebih dari 24 persen dari total luas bakau dunia, yaitu seluas 3,36 juta ha.

Diperkirakan terdapat 3,14 miliar ton karbon biru yang tersimpan di hutan bakau, yang menjadi bagian dari upaya bangsa Indonesia berkontribusi pada dunia untuk mengurangi gas rumah kaca (GRK) sesuai komitmen kuat Indonesia yang tercantum dalam untuk Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (Nationally Determined Contribution/NDC),  di antaranya dicapai melalui penyerapan karbon di Hutan dan Penggunaan Lahan lainnya (FoLU) pada tahun 2030.

NDC merupakan dokumen yang memuat komitmen dan aksi iklim sebuah negara yang dikomunikasikan kepada dunia melalui United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).

Pada tahun 2015, 196 negara menyepakati Perjanjian Paris untuk bersama-sama menahan kenaikan suhu global di bawah 2 derajat Celcius dan menekannya lebih lanjut menuju 1,5 derajat Celcius.

Hutan bakau merupakan ekosistem pesisir yang mendukung kehidupan dengan mengurangi dampak gelombang dan cuaca ekstrem, melindungi pantai dari abrasi, mencegah abrasi/erosi, mencegah intrusi air laut, menjadi sumber makanan, rumah keanekaragaman hayati, menyaring polutan, dan mendukung mata pencaharian masyarakat sekitar, khususnya nelayan.

Kolaborasi masyarakat

Meski bukan termasuk provinsi prioritas, kawasan pantai utara (pantura) Pulau Jawa, khususnya di Jawa Tengah, bencana rob hampir selalu terjadi setiap tahun.

Kawasan Semarang, Demak, Pati, Rembang, dan Jepara, merupakan wilayah yang kerap diwarnai rob.

Merespons ancaman tersebut, Bakti Lingkungan Djarum Foundation (BLDF) menggagas penanaman bakau sejak 2008 di Kelurahan Mangkang Mangunharjo, Kota Semarang, melalui program Djarum Trees for Life (DTFL), yang hingga kini penanaman mangrove terus dilakukan secara konsisten.

“Pada tahun 2021, upaya penanaman dan pemeliharaan mangrove di wilayah pantai utara Jawa Tengah berhasil mencapai satu tonggak baru, dengan penanaman lebih dari satu juta mangrove,” kata Vice President Director Djarum Foundation FX Supanji.

Pencapaian tersebut sekaligus sebagai bentuk komitmen organisasi itu dalam mendukung program-program pemerintah.

Pohon bakau dipilih sebagai bagian program yayasan itu mengingat perannya yang signifikan sebagai penyeimbang keanekaragaman hayati, utamanya sebagai bentuk mitigasi bencana alam.

Mangkang, Mangunharjo, Kota Semarang dipilih sebagai salah satu titik lokasi karena memiliki tingkat kerawanan terhadap abrasi cukup tinggi sehingga dulu sering dilanda rob.

Preservasi mangrove berperan sangat penting dalam menjaga ekosistem alam. Terbukti bagaimana daerah Mangkang kini menjadi relatif lebih aman dari ancaman rob.

Dengan kolaborasi erat bersama masyarakat di sekitar pesisir, program tersebut telah mengembalikan ekosistem pantai sepanjang 2.700 meter di Mangunharjo.

Sururi, petani mangrove binaan, mengaku warga antusias dengan upaya pemulihan bakau ini.

Dalam program itu, masyarakat tak hanya belajar mencintai alam dan menghormati Bumi, namun juga menerima ilmu-ilmu baru dari para peneliti dan akademikus yang diajak berkolaborasi oleh yayasan itu sehingga memperkaya wawasan mereka terhadap olahan-olahan yang berasal dari mangrove.

Sururi bahkan sudah menurunkan ilmu bertani bakau ke anak-anaknya, dengan harapan generasi berikutnya bisa terus menjaga kelestarian mangrove di wilayahnya.

Dalam konteks pembangunan ekonomi masyarakat pun bertumbuh, baik itu karena ekosistem perairan yang ikut pulih sehingga membantu usaha para nelayan maupun sentra-sentra kerajinan yang muncul sebagai industri turunan dari rehabilitasi mangrove

Dampak ekonomi yang dirasakan oleh penduduk Kelurahan Mangkang juga cukup signifikan.

Selain pulihnya tambak yang semula seringkali rusak oleh abrasi air laut, kini masyarakat nelayan di Mangkang menghidupkan kembali ekonomi desanya dengan budi daya kerang hijau dan keramba ikan.

Warga juga menggeluti usaha kerajinan batik dengan menggunakan bahan pewarna alami dari pigmen mangrove serta memproduksi sirup berbahan dasar buah bakau.

Produk-produk ini tidak hanya dipasarkan di wilayah Jawa Tengah, tetapi juga merambah ke wilayah lainnya.

Sabuk hijau

Mangrove diketahui memiliki berbagai nilai dan manfaat, di antaranya sebagai pendukung dan habitat keanekaragamanhayati, sumber nafkah masyarakat, peredam banjir, mencegah intrusi air laut ke darat, menstabilkan garis pantai dan kontrol erosi, menciptakan sabuk hijau di pesisir, serta ikut mendukung mitigasi dan adaptasi perubahan iklim global.

Sayangnya, hutan bakau yang berharga ini, lebih dari 60 persen kondisinya telah rusak akibat alih fungsi berbagai kepentingan, di antaranya menjadi tambak, pembangunan berbagai infrastruktur publik dan permukiman.

Keberadaan mangrove di pesisir memiliki peran sebagai sabuk hijau yang bisa meminimalisasi erosi atau turunnya muka air tanah.

Misalnya, jika banjir atau air laut meluap, maka ekosistem mangrove ini berfungsi untuk menahan laju air sehingga kemudian keberadaan dan tutupannya yang baik akan sangat memengaruhi keselamatan dan mengurangi kerentanan di suatu wilayah.

Ekosistem mangrove di Kota Palu, Sulawesi Tengah, misalnya, saat terjadi gempa dan tsunami dapat meminimalkan dampak kerusakan di wilayah bakau yang tutupannya masih baik karena air laut tertahan oleh rimbunan tanaman itu.

Contoh lain yang bisa dirujuk adalah saat terjadi gempa dan tsunami di Provinsi Aceh.

Gempa Bumi dengan magnitudo 9,1 yang berpusat di Samudera Hindia, yang terjadi beberapa hari sebelum pergantian tahun 2004, memicu tsunami yang menelan korban ratusan ribu jiwa di beberapa negara yang berbatasan dengan perairan itu, salah satunya wilayah Aceh, Indonesia.

Mangrove memang terbukti berperan dalam upaya mitigasi dan mengurangi dampak bencana alam di pesisir.

Pada tsunami 2004, wilayah di Aceh dengan mangrove atau hutan pantai yang relatif asri memiliki tingkat kerusakan yang lebih kecil jika dibandingkan wilayah lain di provinsi itu yang tidak memiliki “perisai” hijau tersebut.

Oleh karena itu, relevan sekali kalau dilakukan restorasi mangrove sesegera mungkin dan tidak menundanya lagi, demi melindungi pesisir Indonesia dari bencana.

Laporan yang dipublikasikan Badan PBB untuk Pengurangan Risiko Bencana (United Nations Office for Disaster Risk Reduction/UNDRR) Asia-Pasifik pada 2020 menyatakan bahwa ekosistem mangrove dapat menjadi penyangga untuk menghadapi, mencegah dan mengurangi dampak bencana alam terhadap manusia dan infrastruktur.

Laporan itu juga menyoroti bahwa wilayah pesisir Indonesia yang mengalami erosi dan banjir seperti di wilayah utara Jawa memerlukan kombinasi inovatif dari rehabilitasi mangrove dan langkah teknis untuk mendorong lestarinya kembali wilayah pesisir.

Langkah teknis itu harus dilakukan bersamaan juga dengan pendekatan sosial ekonomi untuk menghindari konversi kembali wilayah bakau yang sudah direhabilitasi. Salah satunya, mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif di wilayah pesisir dengan adanya solusi akuakultur yang berkelanjutan.

Dan, masyarakat selalu menjadi salah satu mitra penting upaya rehabilitasi mangrove itu. (ANTARA)

IMIP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!