*Mahasiswa sebagai Objek Manipulasi Politik*
Namun, perspektif kritis juga menuntut kita untuk melihat kemungkinan bahwa mahasiswa, meskipun potensial sebagai agen perubahan, sering kali justru menjadi objek manipulasi politik.
Teori kritis, seperti yang dikemukakan oleh para pemikir dari Frankfurt School, termasuk Herbert Marcuse, menunjukkan bagaimana kekuatan dominan dalam masyarakat menggunakan berbagai alat, termasuk pendidikan dan media, untuk mengarahkan kesadaran massa ke arah yang diinginkan oleh elit.
Dalam pilkada, mahasiswa kerap dijadikan alat mobilisasi politik oleh kandidat atau partai tertentu.
Mereka diiming-imingi dengan janji-janji yang menggiurkan atau bahkan dipengaruhi oleh propaganda yang menyasar idealisme mereka.
Hal ini sesuai dengan konsep *hegemoni* Gramsci, di mana kekuatan dominan tidak selalu memaksakan kekuasaannya secara langsung, tetapi melalui kepemimpinan intelektual dan moral yang diterima secara luas oleh masyarakat, termasuk mahasiswa.
*Dekonstruksi dan Otonomi Mahasiswa*
Agar tidak terjebak dalam perangkap politisasi yang dangkal, mahasiswa harus mengembangkan kesadaran kritis terhadap peran mereka dalam pilkada.
Teori dekonstruksi dari Jacques Derrida dapat diaplikasikan di sini untuk memahami bahwa narasi-narasi politik yang disodorkan kepada mereka sering kali memiliki makna yang tersembunyi di balik yang terlihat.