KABAR LUWUK – Mahasiswa dan Pilkada: Agen Perubahan atau Objek Manipulasi Politik. Dalam ruang demokrasi, pemilihan kepala daerah (pilkada) menjadi salah satu momen penting di mana masyarakat memiliki kesempatan untuk menentukan arah kebijakan dan pemerintahan lokal.
Mahasiswa, sebagai bagian dari elemen masyarakat yang terdidik, memiliki potensi besar untuk berperan dalam proses ini.
Namun, perlu dipertanyakan seberapa signifikan peran mahasiswa dalam pilkada dan bagaimana peran ini seharusnya dipahami dari perspektif kritis.
*Mahasiswa sebagai Agen Perubahan*
Mahasiswa sering dianggap sebagai agen perubahan sosial dan politik, dengan dasar bahwa mereka memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan kecenderungan untuk memiliki idealisme yang kuat.
Menurut teori agen perubahan sosial yang dipopulerkan oleh Paulo Freire dalam bukunya *Pedagogy of the Oppressed* (1970), mahasiswa memiliki potensi untuk menjadi subjek aktif yang mampu memimpin perubahan dalam masyarakat melalui tindakan yang kritis dan terlibat langsung dalam proses sosial-politik.
Freire menekankan pentingnya kesadaran kritis (*critical consciousness*) di mana individu tidak hanya memahami realitas sosial tetapi juga berusaha untuk mengubahnya.
Dalam konteks pilkada, mahasiswa dapat memainkan peran penting sebagai pengawas, pendukung advokasi kebijakan yang berpihak pada rakyat, dan bahkan sebagai penggerak partisipasi politik masyarakat luas. Teori *civil society* dari Antonio Gramsci juga relevan di sini, di mana mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat sipil memiliki peran penting dalam membangun hegemoni alternatif yang menantang status quo.