Dengan dasar tersebut, kata Aminuddin Kasim, jika ada petahana yang terbukti melakukan penggantian pejabat di masa larangan tanpa persetujuan Kemendagri maka dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) atau tidak bisa ditetapkan sebagai calon dalam Pilkada 2020.
Dia mengatakan, petahana juga terikat dengan ketentuan Pasal 89 Peraturan KPU No 1 tahun 2020. Dalam PKPU pencalonan tersebut semakin mempertegas bahwa petahana dinyatakan TMS jika pernah melakukan penggantian pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2) UU Pilkada.
“Itu syarat tambahan yang khusus ditujukan kepada Petahana. Diksi Petahana harus merujuk pada ketentuan Pasal 1 angka 20 PKPU No. 3 Tahun 2017,” ucapnya.
Munculnya pendapat bahwa ditetapkan dulu baru di batalkan, menurutnya tafsir tersebut tidak berlaku. Hal itu merujuk pada pertimbangan hukum Putusan MA No. 570/TUN/PILKADA/2016 yang diputuskan pada tanggal 4 Januari 2017 terkait pelanggaran Pasal 71 ayat (2) di Pilkada Kabupaten Boalemo tahun 2017.
“Jadi tidak berlaku tafsir bahwa ditetapkan dulu lalu dibatalkan,” ucapnya.
Ketika dimintai tanggapanya terkait kasus pelanggaran administrasi pemilihan yang dilakukan Bupati Banggai dan Morowali Utara, pihaknya enggan banyak memberikan komentar. Dia hanya meminta agar hal tersebut dikonfirmasi kepada Bawaslu.
“Silahkan nilai sendiri. Untuk lebih jelaskan konfirmasi ke Bawaslu,” pungkasnya.
Diketahui Bawaslu Banggai dan Bawaslu Morowali Utara (Morut) telah memberikan rekomendasi kepada KPU setempat terkait pelanggaran administrasi yang dilakukan kepala daerah di daerah tersebut. Kedua kepala daerah tersebut yakni, Bupati Banggai Herwin Yatim dan Bupati Morut, Moh. Asrar Abd Samad. Keduanya direkomendasi tidak memenuhi syarat (TMS) atas pelanggaran adminsitrasi pemilihan saat melakukan penggantian pejabat di masa larangan. (NR/Sulteng Terkini)