Saksi pertama, Saiful Saide, mengungkapkan bahwa pengumuman DCT di Dapil Banggai 3 tidak mengikuti keputusan MA, dan keterangan saksi tersebut sempat dipotong oleh ketua majelis dengan alasan agar fokus pada fakta daripada pendapat.
Penting untuk dicatat bahwa kasus ini tidak hanya menyoroti ketidaksesuaian dengan keputusan MA tetapi juga merinci bahwa ada dua kali pengumuman DCT, yang menimbulkan kebingungan.
Pada dapil 3, sejumlah partai politik, termasuk Gerindra, PKS, Gelora, Partai Buruh, Perindo, dan PKN, tidak memenuhi persentase keterwakilan perempuan sebanyak 30%, sebagaimana diatur dalam UU Pemilu.
Keterangan dari saksi kedua, Zaidul Mokoagow, menunjukkan adanya pengumuman yang tidak konsisten dari KPU Banggai terkait DCT DPRD Kabupaten Banggai.
Poin ini sangat relevan dengan upaya Bawaslu dalam memastikan integritas dan kepatuhan terhadap proses pemilu.
Pertanyaan mendasar muncul terkait penetapan DCT yang tidak memenuhi persyaratan, terutama terkait persentase keterwakilan perempuan.
Meskipun UU 7 Tahun 2017 dan peraturan KPU tidak berlaku lagi, putusan MA nomor 24 tetap memiliki dampak signifikan. KPU RI telah menyatakan bahwa putusan MA otomatis berlaku tanpa perlu perubahan, dan Bawaslu dengan tegas mengambil langkah-langkah untuk memastikan kepatuhan.
Melalui sidang ini, Bawaslu Banggai menegaskan peran pentingnya sebagai lembaga pengawas pemilu dalam menjamin proses yang adil dan sesuai dengan hukum.
Kasus ini menjadi sorotan dalam menyoroti tantangan dan kompleksitas dalam menjalankan demokrasi, khususnya terkait dengan keterwakilan perempuan dalam arena politik.
Selain itu, saksi-saksi dalam sidang lanjutan ini memberikan gambaran lebih lanjut tentang ketidaksesuaian antara pengumuman DCT dengan keputusan MA.
Ketidaksesuaian antara apa yang diumumkan oleh KPU Banggai dengan keputusan MA menciptakan keraguan terkait validitas penetapan DCT.
Hal ini menimbulkan pertanyaan kritis, terutama terkait dengan bagaimana beberapa partai politik yang tidak memenuhi persentase keterwakilan perempuan 30% masih tetap ditetapkan sebagai calon anggota DPRD Kabupaten Banggai.
Dalam konteks regulasi, saksi kedua juga mengutip pasal-pasal tertentu dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menegaskan kewajiban KPU untuk melakukan verifikasi terhadap kelengkapan dokumen persyaratan administrasi bakal calon, termasuk keterwakilan perempuan sebanyak 30%.
Ketidakpatuhan terhadap persyaratan ini dapat mengakibatkan pengembalian dokumen persyaratan administrasi bakal calon kepada partai politik peserta pemilu, sesuai dengan pasal 249 ayat (1) UU tersebut.
Dengan demikian, sidang lanjutan ini bukan hanya menjadi panggung bagi pertarungan hukum terkait pelanggaran administrasi, tetapi juga menyoroti kompleksitas dan tantangan yang dihadapi dalam menjalankan prinsip demokrasi yang inklusif dan memastikan representasi setiap elemen masyarakat dalam proses politik.
Bawaslu Banggai melalui sidang ini memperlihatkan komitmennya untuk menjaga integritas pemilu dan menegakkan aturan yang berlaku.**
Penulis : Imam Muslik ( Jurnalis )