IMIP-ads Bawaslu-ads
KABAR DAERAHMorowaliTerkini

Serikat Pekerja Kecam Permintaan Penutupan Kawasan IMIP

520
×

Serikat Pekerja Kecam Permintaan Penutupan Kawasan IMIP

Sebarkan artikel ini

KABAR LUWUK, MOROWALI – Tiga organisasi Serikat Pekerja yang ada di kawasan PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) secara tegas mengecam berbagai pernyataan termasuk yang disampaikan Ketua DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, Nilam Sari Lawira dan Ketua DPRD Morowali, Kuswandi yang mendesak penghentian sementara operasional PT IMIP, akibat meningkatnya kasus PDP di daerah itu.

Bagi Serikat Buruh, desakan semacam itu tidak memberikan solusi yang bijak termasuk dengan jaminan kepastian kepada para buruh. Desakan penghentian sementara operasional di kawasan PT IMIP tersebut tidak memberikan solusi konkret. Hanya mengeluarkan statement tutup sementara tanpa solusi, misalnya langkah-langkah apa yang harus diambil dan dipersiapkan pemerintah dan pihak perusahaan saat pra dan pasca penghentian opersional sementara itu, tentu saja supaya tidak menimbulkan masalah baru di kemudian hari.

“Mereka tidak memberikan solusi yang jelas terhadap jaminan kepastian kepada kami para buruh, lantas tiba-tiba membuat rilis seperti itu untuk melakukan penutupan. Keinginan kami kalau penutupan sementara perusahaan ini mau dilakukan, harus ada komunikasi sebelumnya antara perusahaan dengan pemerintah dan perwakilan pekerja melalui organisasi serikat buruh,” urai Asfar, Wakil Ketua Umum Serikat Pekerja Sulawesi Mining Investment Pabrik (SP-SMIP) Kabupaten Morowali, saat ditemui di PT IMIP, Rabu (29/4).

Sementara itu, Ketua DPC Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kabupaten Morowali, Katsaing mengatakan, ada dua hal mendasar yang harus dipertimbangkan ketika mengeluarkan desakan kepada pemerintah untuk menutup dan menghentikan operasional perusahaan walau sifatnya hanya sementara. Pertama, kondisi sosial ekonomi buruh pasca kebijakan itu diambil, dan kedua sosial ekonomi masyarakat yang berada di sekitar kawasan industri.

“Menutup perusahaan itu sebenarnya alternatif terakhir. Jika segala upaya dan usaha sudah dilakukan pemerintah dan pengusaha dalam mencegah penyebaran Covid-19 sudah ditempuh dan tidak maksimal barulah langkah itu diambil. Tapi harus kita lakukan upaya lain dulu, misalnya, penutupan terbatas di perbatasan kabupaten atau karantina wilayah terbatas khusus di Kecamatan Bahodopi. Ini suatu upaya juga. Kemudian dilakukan rapid test menyeluruh kepada para buruh di kawasan IMIP dan masyarakat Kecamatan Bahodopi,” urai Katsaing.

Ketua DPC Federasi Serikat Pekerja Nasional Indonesia (FSPNI) Morowali, Agus Salim menilai, pihaknya mengharapkan pemerintah memberikan solusi terbaik terkait pencegahan penyebaran Covid-19 yang tentu saja berpihak kepada masyarakat termasuk buruh secara luas. Misalnya saja, pemerintah mengambil kebijakan untuk melakukan karantina wilayah. Namun, kebijakan tersebut sebelum diterapkan harus melihat pula dampak yang ditimbulkan nantinya.

“Karena otomatis banyak dampak yang akan muncul, pasokan barang termasuk sembako yang berkurang, terjadinya kenaikan harga dan termasuk bagaimana masyarakat yang ada di dalam itu mau disiplin menjalani proses karantina wilayah. Jadi setidaknya semua stakeholder yang ada di Bahodopi itu, baik pemerintah, perusahaan, masyarakat, buruh dan semuanya itu harus bekerjasama,” jelas Agus Salim.

Agus Salin juga mengingatkan, jika penutupan dan penghentian sementara kawasan PT IMIP terjadi, konsekwensi negativ yang berpotensi muncul adalah sejumlah wilayah di Kabupaten Morowali akan terjadi pemadaman listrik karena sebagian sumber energinya berasal dari PLTU di dalam kawasan PT IMIP. Tak hanya itu, sektor telekomunikasi juga akan terpengaruh karena sebagian besar tower pemancar milik Telkomsel sebagai satu-satunya provider di daerah ini sumber listriknya juga berasal dari dalam kawasan PT IMIP.

“Tanpa persiapan yang matang kita bisa saja kembali ke zaman saat Bahodopi belum ada listrik dan sinyal telepon,” kata Agus Salim.

Bagi Asfar, Katsaing dan Agus Salim, akan ada dampak buruk jika kawasan PT IMIP ditutup hanya berdasarkan permintaan sekelompok pihak yang bisa jadi punya motif tertentu atau agenda tersendiri terkait hal itu. Lalu bagaimana dengan nasib 38 ribu buruh (tidak termasuk buruh perusahaan kontraktor dan perusahaan supplier) yang ketika penutupan dilakukan, mereka sepenuhnya berasa di luar kawasan industry IMIP ? Bagaimana pula dengan masyarakat yang selama ini menggantungkan hidup mereka dari para buruh seperti para penjual nasi kuning, pemilik kios, pemilik kos-kosan, pemilik warung makan? Apakah pihak-pihak yang meminta penutupan sementara kawasan PT IMIP ini bisa menjamin tak akan terjadi lonjakan harga dan kelangkaan barang serta sembako ? Atas dasar itu, ketiga pimpinan organisasi Serikat Buruh di kawasan PT IMIP ini menilai, dibutuhkan pemikiran-pemikiran bijak yang objektif dan perencanaan matang sebagai upaya mencegah penyebaran Covid-19, dan bukan hanya sekedar bicara meminta menutup kawasan PT IMIP. (***)

IMIP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!