Oleh Zulfa Khaulah (Aktivis Dakwah & Pemerhati Generasi)
KABAR LUWUK – Publik kembali digegerkan dengan berita perilaku anak zaman sekarang. Bukan merupakan hal yang asing lagi ketika mendengar berita anak saat ini, baik mereka menjadi korban ataupun pelaku kriminal, seperti: perundungan, pelecehan bahkan pembunuhan. Berbagai motif dilakukan untuk memuaskan hasrat mereka, tanpa memikirkan dampak dari perbuatan yang dilakukan.
Dikutip dari laman Sukabumi.id (02/05/2024), Bocah laki – laki berinisial MA (6 tahun) asal Sukabumi menjadi korban pembunuhan, tidak hanya dibunuh anak yang baru mau duduk di sekolah dasar ini juga menjadi korban kekerasan seksual sodomi. Dalam pengungkapan Polres Sukabumi, terbukti pelaku merupakan pelajar berusia 14 tahun yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP), menjadi pelaku utama pembunuhan dan sodomi terhadap korban. Polisi pun kini menetapkan pelaku sebagai tersangka dan bersatus Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH).
Berita serupa dikutip dalam laman Metrojambi.com (04/05/2024),
Tiga Anak Berhadapan Dengan Hukum Segera Jadi Tersangka Kasus Kematian Santri di Jambi. Pihak kepolisian menemukan fakta baru dalam persidangan dua tersangka atas kematian Airul Harahap (13), santri Pondok Pesantren Raudhatul Mujawwidin, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jambi Kombes Pol Andri Ananta Yudhistira mengatakan, saat ini penyidik Polres Tebo sedang melakukan pemeriksaan terhadap tiga orang anak yang berhadapan dengan hukum, akan segera meningkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka.
Kasus anak yang berkonflik dengan hukum, menurut data dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, menunjukkan tren peningkatan pada periode 2020 hingga 2023. Per 26 Agustus 2023, tercatat hampir 2.000 anak berkonflik dengan hukum. Sebanyak 1.467 anak di antaranya berstatus tahanan dan masih menjalani proses peradilan, sementara 526 anak sedang menjalani hukuman sebagai narapidana. (Kompas.com, (29/08/2023).
Sungguh menyayat hati ketika mendengar ataupun melihat berita tentang anak-anak yang merupakan generasi muda harapan bangsa saat ini, namun sangat disayangkan mereka melakukan perbuatan tidak terpuji bahkan tindakan kriminal. Meningkatnya angka kriminalitas anak merupakan alarm bagi keluarga, masyarakat bahkan negara untuk semakin serius dalam melindungi dan menjaga anak generasi penerus negeri ini.
Potret Buruk Sistem Pendidikan Kapitalisme
Maraknya kriminalitas oleh anak-anak merupakan gambaran buruknya output sistem pendidikan kapitalisme. Sistem pendidikan yang seharusnya bisa mencetak anak-anak menjadi generasi yang cerdas, beradab dan berakhlak mulia, justru sistem pendidikan kapitalisme terbukti gagal dalam melindungi dan menjaga generasi. Bahkan menghasilkan generasi miskin adab dan norma-norma sopan santun.
Sistem pendidikan kapitalisme dengan asasnya yang memisahkan agama dari kehidupan (sekularisme) dan menjunjung tinggi kebebasan (liberalisme) telah mengikis tujuan pendidikan yang sebenarnya. Walhasil generasi yang terbentuk adalah generasi yang tidak mampu berpikir panjang mengenai dampak dari aktivitas yang dilakukan. Mereka seolah lupa jati diri sebenarnya bahwa manusia adalah hamba Allah yang seharusnya selalu terikat dengan hukum syara’, sehingga tak ada rasa takut akan dosa dari perbuatan buruk yang telah mereka lakukan.
Apatah lagi, peran keluarga dalam sistem pendidikan kapitalisme menganggap bahwa orang tua hanyalah sebagai pihak pemberi materi, sehingga orang tua hanya sibuk mengejar materi, mereka lupa bahwa tugas dan peran utamanya sebagai pendidik pertama generasi di lingkungan keluarga. Bahkan menyerahkan penuh tanggungjawab mendidik anak kepada lembaga pendidikan. Padahal sejatinya orang tualah kelak yang akan dimintai pertanggungjawaban atas pendidikan anak-anak mereka. Oleh karena itu, dalam pendidikan generasi dibutuhkan kerjasama antar keluarga, masyarakat bahkan negara.
Islam Solusi Tuntas
Islam memandang bahwa anak-anak merupakan generasi yang menjadi agen perubahan dari cengkraman kapitalisme liberalisme menuju peradaban bangsa yang gemilang. Peran keluarga sangat penting dalam hal ini. Dalam menjalankan peran sebagai orang tua, Islam membimbing orang tua untuk mendidik anak menjadi generasi cerdas, beradab dan berakhlak mulia tanpa menghilangkan fitrah anak sebagai hamba Allah.
Orang tua bertugas memberikan pemahaman dan penguatan akidah kepada generasi. Orang tua menjelaskan tentang jati diri sebenarnya yaitu sebagai hamba Allah, serta memahamkan bahwa tujuan hidup manusia di dunia adalah untuk beribadah kepada Allah. Dengan demikian, anak-anak menjadikan generasi yang berpikir cemerlang dan senantiasa memiliki kesadaran hubungan dengan Allah SWT sebagai pencipta (al-khaliq) sekaligus pengatur (al-mudhabbir) dalam kehidupan manusia.
Oleh karena itu, ibadah dibuktikan dengan senantiasa menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Dengan demikian, anak-anak menjadi generasi yang memahami bahwa mereka tidak boleh mengikuti hawa nafsu dengan bebas tanpa batasan syariat. Karena kelak mereka akan dimintai pertanggungjawaban terkait dengan seluruh aktivitas yang dilakukan selama di dunia.
Orang tua juga bertugas membina anak untuk belajar Islam secara menyeluruh dan menciptakan suasana keimanan dengan penuh kasih dan sayang, sehingga muncul saling tolong menolong dan menjaga satu sama lain, bahkan menjaga pergaulan dan memilih teman yang bisa anaknya jadikan teman akrab. Sebab, teman sangat berpengaruh dalam aktivitas mereka.
Bukan hanya lingkungan keluarga yang memiliki peran penting, namun juga lingkungan masyarakat dan negara sangat dibutuhkan dalam membentuk generasi cerdas, beradab dan berakhlak mulia. Masyarakat berperan mengontrol perilaku anak-anak agar tidak menyalahi aturan dan norma-norma dalam hidup bermasyarakat. Oleh karena itu, terciptalah masyarakat yang peduli satu sama lain, saling menasehati dalam kebaikan dan kebenaran.
Negara berperan sebagai pelayan urusan masyarakat termasuk generasi. Negara mengatur media bahkan tayangan untuk menjaga dan melindungi generasi dari kerusakan dan kemaksiatan. Bahkan mengatur kebutuhan sandang, pangan, papan dan pendidikan dapat dinikmati oleh semua dengan mudah dan murah. Pemimpin dalam Islam senantiasa menjalankan tugasnya dengan amanah, sebab mereka memahami bahwa kelak kepemimpinannya akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah di akhirat. Termasuk negara menerapkan sanksi hukum yang tegas dan memberi efek jera terhadap pelaku kriminal. Namun, hal tersebut hanya dapat diwujudkan dengan penerapan syariah Islam secara menyeluruh sampai pada tataran negara. (***) Wallahu alam bisawab.