KABAR LUWUK – Fatrisia Ain, Pembela HAM, Diperiksa Terkait Konflik Petani dengan PT. HIP, Kriminalisasi atau Penyelesaian. Fatrisia Ain, salah satu keluarga penyitas dan aktivis pembela HAM, telah dipanggil oleh Polda Sulteng untuk memberikan klarifikasi terkait laporan yang diajukan oleh PT. HIP ( Hardaya Inti Plantations).
Laporan ini menuduh tindak pidana dalam bidang perkebunan terkait dengan dugaan penghentian kegiatan operasional perkebunan sawit yang dilakukan oleh para petani pemilik lahan plasma pada tanggal 8 Januari 2024 di beberapa wilayah di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah. Sabtu 16/3/2024.
Keputusan para petani untuk menghentikan sementara operasional kebun plasma mereka didasari oleh ketidakpuasan atas kurangnya pembagian hasil dari kerjasama dengan PT. HIP selama puluhan tahun. Sebaliknya, PT. HIP justru menjerat para petani dengan utang mencapai 590 Miliar Rupiah, termasuk kepada dua koperasi yang sudah melunasi utang kredit bank.
Dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh Penyidik Unit Tipidter Polda Sulawesi Tengah, Fatrisia Ain mengharapkan bahwa kepolisian akan bertindak secara objektif dalam menangani masalah ini.
Dia juga menegaskan pentingnya penyelesaian yang adil dan transparan atas konflik ini, terutama untuk memastikan bahwa hak-hak para petani pemilik lahan dipenuhi sesuai dengan perjanjian kemitraan inti-plasma yang telah disepakati.
Fatrisia Ain menyatakan bahwa pihaknya berharap agar PT. HIP dapat memprioritaskan penyelesaian masalah dengan pendekatan yang lebih kooperatif dan adil, tanpa harus melalui upaya kriminalisasi seperti yang terjadi saat ini.
Para petani, kata Fatrisia, siap untuk berunding secara terbuka dan transparan demi mencapai kesepakatan yang menguntungkan semua pihak.
Konflik antara petani pemilik lahan plasma dan PT. HIP merupakan cerminan dari masalah kemitraan yang tidak seimbang, di mana pembangunan kebun oleh PT. HIP tidak sesuai dengan prinsip-prinsip UU UMKM tentang keterbukaan, kesetaraan, dan keuntungan bersama.
Diharapkan bahwa melalui proses pemeriksaan dan negosiasi yang berkelanjutan, masalah ini dapat diselesaikan secara adil dan damai demi kebaikan semua pihak yang terlibat.
Setelah pemeriksaan oleh Polda Sulteng, Fatrisia Ain telah memberikan klarifikasi dan harapannya atas penyelesaian masalah tersebut. Namun, konflik antara para petani pemilik lahan plasma dan PT. HIP masih memunculkan pertanyaan tentang keadilan dalam kemitraan perkebunan.
Sejak penghentian sementara operasional kebun plasma pada awal Januari 2024, berbagai upaya penyelesaian telah dilakukan. Mulai dari laporan ke DPRD Kabupaten Buol hingga pembentukan tim oleh Pj. Bupati Buol, namun hingga saat ini belum ada penyelesaian yang memuaskan.
Proses hukum yang dijalankan oleh Polda Sulteng terhadap Fatrisia Ain dan kemungkinan pemeriksaan terhadap pemilik lahan plasma lainnya, seperti Seniwati, menyoroti kompleksitas masalah ini. Dalam konteks ini, pertanyaan tentang bagaimana penyelesaian yang berkeadilan bagi para petani pemilik lahan dapat dicapai tetap menjadi fokus utama.
Pihak Kepolisian, di samping tugas utamanya untuk menegakkan hukum, juga diharapkan dapat memediasi konflik ini dengan penuh keadilan dan transparansi. Keterlibatan KPPU dalam memeriksa persaingan usaha di sektor ini juga menunjukkan bahwa masalah ini tidak hanya terbatas pada aspek hukum, tetapi juga melibatkan aspek ekonomi dan persaingan usaha yang sehat.
Sementara itu, harapan Fatrisia Ain dan pihak-pihak lainnya terhadap PT. HIP untuk mengedepankan penyelesaian yang kooperatif dan adil menunjukkan bahwa solusi jangka panjang bagi konflik ini memerlukan komitmen dari semua pihak terkait. Ini juga menegaskan pentingnya memperkuat prinsip-prinsip kemitraan yang adil dan berkeadilan dalam industri perkebunan.
Dalam konteks yang lebih luas, konflik antara para petani pemilik lahan plasma dan perusahaan perkebunan seperti PT. HIP memperlihatkan tantangan dalam implementasi kemitraan yang sejati dan berkelanjutan dalam sektor perkebunan di Indonesia.
Penyelesaian yang adil dan berkelanjutan atas konflik ini tidak hanya akan memengaruhi kesejahteraan para petani, tetapi juga menentukan arah pembangunan sektor perkebunan di masa mendatang.
Diharapkan bahwa melalui dialog, mediasi, dan komitmen bersama, konflik ini dapat diselesaikan dengan cara yang memperhatikan kepentingan semua pihak dan memastikan keberlanjutan serta kesejahteraan bagi masyarakat petani pemilik lahan plasma dan seluruh pemangku kepentingan terkait.***