KABAR LUWUK, Luwuk – Warga yang ada di Kecamatan Toili dan Toili Barat, Kabupaten Banggai sebaiknya segera mengecek status tanahnya. Pasalnya ada sejumlah tanah milik warga kini telah diklaim masuk dalam kawasan hutan lindung. Hal itu dialami Abdullah Djibran yang kesulitan memperoleh sertifikat tanah karena lahan miliknya masuk dalam kawasan hutan lindung. Sehingga akhirnya warga Desa Pandan Wangi ini menggugat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Banggai di Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palu.
Abdullah Djibran baru mengetahui tanah miliknya masuk kawasan hutan lindung setelah upaya memperoleh sertifikat di BPN tidak dapat diproses. Padahal tanah miliknya seluas kurang lebih 14 hektar telah ditinjau petugas BPN namun setelah dibuka peta ternyata tanah miliknya masuk dalam kawasan hutan lindung. Padahal lokasi tersebut merupakan wilayah transmigrasi yang telah lama dihuni oleh ratusan kepala keluarga (KK).
Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kantor Pertanahan Kabupaten Banggai, tidak dapat memproses permohonan sertifikat Abdullah Djibran, karena lokasi lahannya di Desa Pandan Wangi tersebut masuk dalam Kawasan Hutan Lindung.
“Katanya sesuai SK Menteri Kehutanan No 869 Tahun 2014, wilayah kami masuk dalam Kawasan Hutan Lindung, padahal itu lokasi transmigrasi yang telah lama dihuni oleh ratusan kepala keluarga,” ungkap Abdullah ditemui di Palu.
Pihak Kantor Pertanahan menyebutkan, ternyata bukan hanya lahan milik Abdullah Djibran saja yang masuk kawasan hutan lindung, namun hampir seluruh wilayah Desa Pandan Wangi dan empat desa bertetangga lainnya, yakni Desa Dongin, Desa Kamiwangi, Desa Mantawa serta Desa Rata Pantai juga masuk kawasan hutan lindung. Padahal sejak tahun 1978 wilayah Desa Pandan Wangi dan sekitarnya sudah ditetapkan oleh Presiden sebagai wilayah transmigrasi. Bahkan pada tahun 1983, sebanyak 153 KK di desa ini mendapat sertifikat transmigrasi dengan masing-masing kepala keluarga mendapatkan 3 sertifikat transmigrasi.
Abdullah Djibran secara pribadi kemudian mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palu. Pihak tergugat dalam hal ini adalah Kantor Pertanahan karena menurutnya tidak mau melakukan proses atas permohonan sertifikasi lahan seluas 14 hektar miliknya.
“Semua alas hak mulai dari surat keputusan presiden tentang penetapan wilayah transmigrasi hingga pada sertifikat lahan transmigrasi warga lainnya, surat penyerahan tanah dan bukti pembayaran pajak saya, semua saya lampirkan sebagai alat bukti di PTUN,” ungkap Abdullah Djibran.
Dalam pemikiran Abdullah Djibran sangat tidak masuk akal, jika wilayahnya yang telah lama dikuasai dan diolah warga tersebut dikatakan masuk dalam kawasan hutan lindung yang ditetapkan pada tahun 2014. Sedangkan, wilayah tersebut sudah ditempati warga transmigrasi sejak tahun 1978. Anehnya lagi, sejak tahun 1995 dirinya terus membayar pajak bumi dan bangunan.
“Kalau memang wilayah kami ini masuk kawasan hutan lindung, mengapa setiap tahunnya kami terus dimintai pajak bumi bangunan. Bahkan tahun 2019 ini saja saya dikirimkan pemberitahuan pajak, artinya ini kan memang bukan kawasan hutan lindung,” terang Abdullah.
Ditambahkan Abdullah, jika memang benar semua wilayah di Desa Pandan Wangi masuk kawasan hutan lindung, tidak seharusnya Kantor Pertanahan Kabupaten Banggai menerbitkan sertifikat lain pada tahun 2017. Menurutnya ada sejumlah sertifikat yang diterbitkan Kantor Pertanahan Kabupaten Banggai di Desa Pandan Wangi.
“Jika pun tanah kami masuk hutan lindung, seharusnya jauh hari setelah SK Menteri Kehutanan tahun 2014 terbit, pemerintah sudah lakukan sosialisasi kepada masyarakat. Namun kenyataannya, jangankan warga biasa, kepala desa maupun camat setempat pun, sama sekali tidak mengetahui bahwa wilayahnya itu, masuk dalam kawasan hutan lindung,” katanya dengan nada tinggi. (ikb)