KABAR LUWUK – Tender Proyek DAK 10 Milyar Dinas Perpustakaan Diduga Ada Permainan. Dalam sebuah peristiwa yang menghebohkan, terdapat kejanggalan yang perlu ditelusuri dalam proses tender proyek dengan anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar 10 miliar rupiah Dinas Perpustakaan Kabupaten Banggai Laut. Proses tender ini melalui tahapan yang seharusnya transparan, dengan Unit Layanan Pengadaan (ULP) sebagai lembaga yang bertanggung jawab. Namun, dalam kasus ini, ada sejumlah ketidakkonsistenan yang menimbulkan pertanyaan serius tentang integritas proses tersebut.Senin 26/6/2023.
Proses tender dimulai dengan ULP yang telah memproses lelang proyek dan pokja ULP yang bertugas mengoreksi proses tender dari 10 miliar rupiah anggaran. Namun, apa yang mengejutkan adalah pemenang pertama proyek tersebut mengumumkan bahwa mereka membuang 16 persen dari nilai kontrak, sedangkan pemenang proyek yang berada di posisi lebih rendah hanya membuang 37 juta rupiah.

Keputusan tersebut tentu menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana proses koreksi dari pokja ULP dilakukan, dan apakah ada keadilan dalam penentuan pemenang.
Setelah proses koreksi oleh pokja ULP, pemenang yang seharusnya adalah perusahaan yang membuang 16 persen dari nilai kontrak ditandai dengan bintang oleh pokja tersebut.
Selanjutnya, Surat Berita Acara Jumlah Hasil Tender (SBBJ) dikeluarkan oleh dinas perpustakaan untuk menerbitkan kontrak. Namun, tiba-tiba dinas tersebut menolak menerbitkan kontrak dengan alasan ingin berkonsultasi terlebih dahulu dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKKP) di Jakarta.
Kepala Dinas (Kadis) yang bertanggung jawab atas proyek tersebut pun berangkat ke Jakarta untuk melakukan konsultasi dengan LKKP. Namun, setelah dilakukan pemeriksaan di LKKP, terungkap bahwa Kadis tersebut tidak tercatat dalam daftar tamu, yang biasanya mencatat semua pengunjung yang datang.
Hal ini menciptakan keraguan tentang apakah Kadis benar-benar mengunjungi LKKP dan apakah alasan untuk berkonsultasi dengan LKKP adalah sesuatu yang wajar.
Setelah Kadis kembali ke Kabupaten Banggai Laut, ia tidak lagi mengkonfirmasi pemenang pertama yang sebelumnya ditandai dengan bintang oleh pokja ULP. Malah, Kadis justru mengkonfirmasi pemenang kedua yang menyatakan bahwa mereka tidak sanggup melaksanakan pekerjaan.
Akhirnya, Kadis memutuskan untuk menunjuk pemenang ketiga yang hanya membuang 37 juta rupiah. Keputusan ini menimbulkan kebingungan di kalangan pihak yang terlibat, karena mereka tidak mengetahui alasan dari dinas tersebut yang tidak memberikan kontrak kepada pemenang yang seharusnya sudah ditetapkan oleh ULP.
Kasus ini menimbulkan pertanyaan serius tentang integritas proses tender proyek dan konsistensi dari pihak dinas terkait.
Mengapa ada perbedaan signifikan dalam jumlah pembuangan tender antara pemenang pertama dan pemenang kedua? Apakah ada campur tangan atau pengaruh dari pihak-pihak yang terkait dalam penentuan pemenang? Mengapa dinas perpustakaan menolak menerbitkan kontrak setelah berkonsultasi dengan LKKP, dan mengapa Kadis tidak tercatat dalam daftar tamu di LKKP?
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini perlu ditelusuri untuk menjamin transparansi dan keadilan dalam proses tender proyek di masa depan.
Masyarakat berhak mendapatkan penjelasan yang jelas dan tindakan yang tepat jika terdapat indikasi adanya pelanggaran atau kecurangan dalam proses tender proyek yang seharusnya bersifat adil dan transparan. Semoga kasus ini dapat membuka pintu untuk melakukan reformasi dan perbaikan sistem pengadaan proyek di Indonesia agar dapat mencegah kejadian serupa di masa depan.( RS) **