Pasal 71 ayat 2 UU No 10 tahun 2016 merupakan ketentuan yang bersifat Imperatif (memaksa), landasan filosofi dari pasal ini, agar calon petahana tidak menggunakan wewenangnya sebagai pemilik kekuasaan dan tetap menciptakan stabilitas pemerintahan dalam lingkup Pemerintahan
Surat Edaran Bawaslu RI No. 0649/k.Bawaslu/PM.06.00/X/2016 yang pada pokoknya menyatakan bahwa calon petahana yang melakukan mutasi ASN tetapi dikemudian hari membatalkan atau mengembalikan ASN yang dimutasi dalam kedudukan yang semula maka calon petahana tersebut tidak perlu diberikan sanksi pembatalan sebagai calon.
Dalam perkara pemilihan Kepala daerah di salah satu kabupaten di indoensia, Petahana tidak diberikan rekomendasi sanksi administrasi oleh Panwaslu Kabupaten karena berpatokan pada surat edaran bawaslu No 0649/k.Bawaslu/PM.06.00/X/2016. Demikian pula Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang mengadili perkara tersebut, memenangkan calon Petahana dengan alasan ASN yang dimutasi telah dikembalikan pada kedudukan semula. Namun Mahkamah Agung dengan Putusannya No 570 K/TUN/Pilkada/2016, menyatakan bahwa calon petahana telah melakukan pelanggaran seketika pada saat melakukan mutasi, meskipun dikemudian hari ASN tersebut dikembalikan pada kedudukan semula, tapi petahana tetap dianggap telah melakukan pelanggaran dan harus diberikan sanksi administrasi.