KABAR LUWUK – Mentari pagi baru saja muncul di ufuk timur, namun kesibukan sudah terasa di Pusat Konservasi Maleo DSLNG. Di atas lahan seluas satu hektar dalam kawasan DSLNG di Desa Uso, Kecamatan Batui ini terdapat pusat konservasi yang berdiri sejak 2013. Tempat ini menjadi lokasi pembelajaran sekaligus pelestarian burung endemik Sulawesi yang dikelola oleh Donggi Senoro LNG (DSLNG).
Mustar Hasan, pria paruh baya yang bertugas sebagai teknisi Maleo, tampak sibuk mempersiapkan makanan bagi puluhan burung Maleo (atau burung gosong) yang ada di sana.

“Di habitat aslinya, Maleo memakan kemiri dan berbagai biji-bijian,” ujar Mustar sambil mengolah pakan untuk Maleo.
Baginya, merawat Maleo bukan sekadar pekerjaan, tetapi juga sebuah panggilan hati. Maleo menurut Om Tar mengajarkan kita arti kemandirian, adaptasi, dan kepedulian.
Mustar menuturkan bahwa burung ini memiliki keunikan luar biasa. Telur-telurnya tidak dierami, melainkan ditanam di dalam pasir lalu ditinggalkan induknya.
Dijelaskan Mustar, begitu telur menetas anak Maleo harus langsung bisa beradaptasi dengan lingkungan terutama ancaman predator tanpa perlindungan orang tua.
Tujuh tahun sudah ia bergelut dengan upaya pelestarian Maleo, Namun Mustar merasa harus lebih banyak belajar lagi. Selain merawat burung endemik ini, ia juga aktif menyampaikan pesan tentang pentingnya pelestarian Maleo kepada masyarakat, baik di tingkat lokal maupun internasional khususnya yang datang di pusat konservasi Maleo tempatnya bekerja.
“Bagi saya, ini bukan hanya soal pekerjaan, tetapi juga soal nilai-nilai. Kita harus menjaga dan melestarikan Maleo demi generasi mendatang agar kelak Maleo bukan hanya cerita namun tetap bisa dilihat langsung anak cucu kita,” ujarnya penuh semangat.
Menurut Mustar, saat ini Maleo termasuk spesies yang terancam punah (Endangered) hal itu berdasarkan data International Union for Conservation of Nature (IUCN) yang disampaikan BKSDA Sulteng padanya.
Penurunan populasi Maleo disebabkan oleh perburuan telur, kerusakan habitat, serta ancaman predator alami. Namun, manusia dianggap sebagai ancaman terbesar bagi kelangsungan hidup Maleo di alam liar.
“Untuk mencapai usia dewasa dan siap bereproduksi, Maleo membutuhkan waktu sekitar dua tahun. Tapi manusia bisa menghilangkannya hanya dalam sekejap lewat perburuan,” ujar Mustar.
Hal senada diungkapkan oleh Asri Ayu Ramdhani, staf lingkungan di Pusat Konservasi Maleo DSLNG. Lulusan hukum Universitas Muhammadiyah Luwuk ini merasa banyak belajar tentang pelestarian satwa sejak bekerja di DSLNG.
“Dulu, waktu saya kecil, masih sering terlihat Maleo liar di pantai dekat rumah. Namun sekarang, burung ini hanya bisa kita lihat di kawasan konservasi,” ungkap Ayu.
Ia berharap generasi muda semakin sadar akan pentingnya menjaga kelestarian Maleo agar burung endemik Sulawesi ini terus lestari dan dapat hidup berdampingan dengan manusia.
Terpisah Rahmat Azis, External Communication Supervisor DSLNG menyampaikan, hingga kini konservasi DSLNG telah berhasil melepasliarkan 127 anak Maleo ke habitat aslinya.
Telur-telur tersebut berasal dari Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Tengah, yang kemudian diserahkan untuk ditetaskan di Pusat Konservasi Maleo DSLNG.
“Edukasi dan perlindungan Maleo ini sangat penting dilakukan bersama-sama agar upaya pelestarian burung endemik Sulawesi ini bisa tercapai,” jelas Rahmat.
Upaya DSLNG ini sejalan dengan visi perusahaan yang menekankan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Khususnya perlindungan Maleo melalui pusat konserasi Maleo melalui pendekatan berbasis masyarakat.
“Kami ingin memberikan kontribusi nyata, tidak hanya bagi masyarakat di sekitar operasional, tetapi juga untuk melindungi lingkungan secara global,” tambahnya.
Atas upayanya itu, DSLNG bahkan mendapat apresiasi dari berbagai pihak, termasuk United Nations Environment Programme (UNEP). Organisasi ini memberikan penghargaan kepada DSLNG atas keberhasilannya menerapkan metode pengembangbiakan ex situ bagi Maleo, yang dianggap unikdan satu-satunya di dunia.
Pjs Bupati Banggai, Raziras Rahmadillah, dalam kunjungannya ke Pusat Konservasi Maleo belum lama ini, turut menyampaikan apresiasi atas upaya pelestarian yang dilakukan DSLNG. Ia berharap kegiatan ini dapat menjadi inspirasi bagi pihak lain untuk melestarikan kekayaan hayati Sulawesi. (IkB)
Tulisan ini dibuat dalam rangka Hari Maleo Sedunia **