KABAR LUWUK, MOROWALI – Ratusan masyarakat desa Buleleng mendatangi Kantor PT. Bima Cakra Perkasa Mineralindo (BCPM) di Desa Laroenai, Kecamatan Bungku Pesisir Kabupaten Morowali untuk menyampaikan aspirasi dan tuntutan sekaitan dengan konflik lahan yang terjadi dan seakan tidak berkesudahan, Senin (17/10/2022).
Ada tiga poin tuntutan yang disampaikan dalam aksi tersebut, pertama, adanya dugaan penyerobotan lahan. Kedua, dugaan kriminalisasi terhadap warga dan aparat desa Buleleng. Ketiga, adanya indikasi pelanggaran lingkungan, yakni dugaan pencemaran sumber air warga desa Buleleng.
Dalam orasinya, Rustam selaku Korlap aksi, menyebut, PT. BCPM merupakan mafia tambang yang sudah mencaplok lahan masyarakat, namun enggan bertanggungjawab dengan melakukan ganti rugi atau kompensasi terhadap hak-hak masyarakat. Bahkan cenderung melakukan upaya intimidasi dan kriminalisasi mengggunakan tangan aparat penegak hukum.
“Kita datang hari ini tanpa kepentingan pribadi, akan tetapi buah keresahan atas polemik lahan yang berlarut alias bertahun-tahun lamanya tanpa adanya penyelesaian dari pihak perusahaan. Kami hari ini sudah di dzolimi. Sehingga kita datang hari ini, sebagai bentuk pengadilan masyarakat terhadap ketidak adilan yang dirasakan selama ini,” beber Rustam.
Ia pun mengatakan, meski sudah melakukan berbagai pelanggaran, PT. BCPM seakan kebal hukum. Padahal, PT. BCPM merupakan satu-satunya perusahaan tambang di Kabupaten Morowali yang tidak menghargai Pemerintah Desa sampai Pemerintah Kabupaten Morowali. Untuk itu, kami meminta kepada pihak Kepolisian dan Pemerintah Daerah untuk mengambil langkah hukum terhadap perusahaan ini.
Disela-sela aksi unjukrasa tersebut, hambali selaku Jendral Lapangan (Jenlap) menyayangkan adanya indikasi dibenturkannya masa aksi dengan karyawan PT. BCPM. Hal itu terlihat, ketika kedatangan masa aksi yang disambut oleh puluhan karyawan yang berdiri di halaman kantor perusahaan tersebut.
“Kehadiran masa aksi bukannya ditemui oleh petinggi perusahaan, justru diperhadapkan dengan massa dari karyawan mereka sendiri. Ini ada apa?, apakah memang sengaja memancing terjadinya keributan sehingga berujung pada kriminalisasi terhadap masyarakat atau seperti apa?,” ucapnya ketus.
Seharusnya, tambah Hambali, kalau pihak perusahaan memiliki itikad baik. Sejak awal aksi blockade jalan houling, pimpinan perusahaan telah menemui masyarakat untuk menyelesaikan tuntutan yang sudah disampaikan. “Bukan sebaliknya, merasa kuat dan mengabaikan masyarakat, pemerintah desa dan pemerintah daerah Morowali,” pungkasnya.( Wardi) ***