IMIP
BanggaiKABAR DAERAH

Pesan Perlindungan Maleo Lewat Lagu Saluan “Manuk Mamua”

×

Pesan Perlindungan Maleo Lewat Lagu Saluan “Manuk Mamua”

Sebarkan artikel ini

KABAR LUWUK – Bagi sebagian warga di Kabupaten Banggai, lagu Saluan berjudul “Manuk Mamua” tidaklah asing ditelinga. Namun tidak banyak yang mengetahui bahwa dibalik lagu itu tersimpan pesan mendalam tentang bagaimana manusia dengan mudahnya mengganggu dan merusak habitat hewan endemik Sulawesi ini.

Suparman Tampuyak salah seorang ahli bahasa Saluan mengatakan, lagu Manuk Mamua yang hingga kini belum diketahui siapa penciptanya itu. Merupakan sebuah lagu yang menceritakan tentang kehidupan burung Maleo saat hendak bertelur di Batui.

Berikut bait demi bait dari lagu Manuk Mamua beserta artinya yang diterjemahkan oleh Suparman ke dalam bahasa Indonesia.

Manuk Mamua : Burung Mamua (Maleo)

Manuk Manuk Nu Mamua : Burung burung Maleo
Lengkati Bungkut Nu Baloa : Dari bukit Baloa
Nin Tatudun I Batui : Turun di Batui
I Sohipi Nu Ambai : Di tepi pantai

Mintatau Maliana : Turun ketika mendekati pagi
I Tadu Nu Bone Mo Itom : Di tanjung  pantai hitam
Mondayamo I Popayan : Bertebaran di tepi pantai
Minggalau : bertelurlah

Kalu Leampmo Na Sina : Jika matahari terbit
Manjoan Na Mian Montampungi : Banyak orang mengintip
Ma’isa pe nu tabuhi : Belum ditimbun pasir
O Sungkanmo oooo : Sudah dikagetkan

Pahamo Aha Lumahap : Langsung mereka (Maleo) berterbangan
Bagoyo goyo na mian mongakehi : Bersilewiran orang menggali
Mongalamo o Nggalau : Mengambil telur
Nu Mamua : Maleo.

Menurut Suparman, burung Maleo yang menjadi hewan endemik Sulawesi sangat lekat dalam kehidupan masyarakat khususnya di Kabupaten Banggai. Burung Maleo yang biasa disebut Mamua tidak lepas dari sejumlah upacara adat dan kesenian lainnya yang keberadaannya sangat perlu dilestarikan.

Lagu Manuk Mamua katanya, sebuah cerita bagaimana burung Maleo yang berdiam di bukit Baloa terbang bertelur di Batui. Bukit Baloa berdasarkan sejumlah data membentang dari Kecamatan Pagimana hingga ke Kecamatan Batui Selatan. Salah satu buktinya terdapat sebuah desa yang bernama Baloa Doda di Kecamatan Pagimana.

“Riwayat lagu ini dari liriknya menceritakan tentang tempat bertelur Maleo dan cara orang-orang di sekitarnya mengambil telur Maleo,” kata pegiat sastra dan penulis di Kabupaten Banggai ini.

Bertepatan dengan peringatan Hari Maleo Sedunia ini, Suparman berharap semoga Maleo terjaga dari kepunahan dan tetap lestari. Aparatur Sipil Negara di Dinas Pemuda dan Olahraga ini juga berharap semakin banyak karya seni yang mengangkat tema tentang Maleo sebagai upaya perlindungan.
Untuk itu berbagai upaya dilakukan sejumlah pihak agar populasi Mamua (Maleo) dapat terus terjaga keberadaannya.

PT. Donggi Senoro LNG (DSLNG) sebagai perusahaan gas alam cair di wilayah Kecamatan Batui, Kabupaten Banggai terus berkomitmen menjalankan tanggungjawabnya khususnya terhadap satwa endemik Sulawesi ini.

Menjawab tantangan agar Mamua tidak punah, sejak tahun 2013 DSLNG mendirikan pusat konservasi Maleo yang berada di areal kilang. Berdirinya Maleo Center itu selain dijadikan tempat konservasi ex situ juga jadi lokasi edukasi khususnya tentang Maleo.

Rahmat Azis, External Communication Supervisor DSLNG mengungkapkan, hingga kini konservasi DSLNG telah berhasil melepasliarkan 127 anak Maleo ke habitat aslinya.

Telur-telur tersebut berasal dari Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Tengah, yang kemudian diserahkan untuk ditetaskan di Pusat Konservasi Maleo DSLNG.

“Edukasi dan perlindungan Maleo ini sangat penting dilakukan bersama-sama agar upaya pelestarian burung endemik Sulawesi ini bisa tercapai,” jelas Rahmat.

Upaya DSLNG ini sejalan dengan visi perusahaan yang menekankan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Khususnya perlindungan Maleo melalui pusat konservasi Maleo melalui pendekatan berbasis masyarakat. (IkB)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *