Harapan tersebut sangat dimungkinkan, meningat Putusan hakim melebihi tuntutan Jaksa Penuntut Umum bukanlah hal yang asing diterapkan dilingkungan Lembaga Peradilan sepanjang terdapat faktor-faktor tertentu yang dinilai memberatkan oleh hakim, hakim dapat menjatuhkan pidana lebih dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum, hal tersebut dapat dilihat atau dijadikan rujukan sebagaimana putusan MA No. 510 K/Pid.Sus/2014, majelis hakim agung menghukum terdakwa 18 tahun penjara, lebih tinggi tiga tahun dari tuntutan jaksa. Bahkan jauh lebih tinggi dari vonis Pengadilan Tipikor PN Tanjungkarang yang hanya menghukum 5 tahun penjara, dan pengadilan banding yang hanya menguatkan putusan sebelumnya.
Bila melihat dakwaan alternatif keempat penuntut umum pasal 359 KUHP sebegaimana yang diterangakan sebelumnya, juga pada dasarnya dinilai tidak memenuhi unsur yang dimaksudkan dalam perkara ini. Hal ini dikarenakan dalam pasal 359 KUHP terdapat unsur delik culpa sebagaimana menurut R. Soesilo (1996), kematian dalam konteks Pasal 359 KUHP tidak dimaksudkan sama sekali oleh pelaku. Kematian tersebut hanya merupakan akibat kurang hati-hati atau lalainya terdakwa (delik culpa). Jika kematian itu dikehendaki terdakwa, maka pasal yang pas adalah 338 dan 340 KUHP.
Berdasar pada keterangan dan fakta di atas, tindakan-tindakan yang dilakukan oleh para Terdakwa dinilai tidak memenuhi unsur delik culpa atau lalainya Terdakwa atau juga biasa disebut dengan kealpaan sebagaimana Pasal 359 KUHP, sebab sangatlah jelas rangkaian tindakan fisik yang dilakukan para Terdakwa terhadap korban mengandung unsur penganiayaan yang dilakukan secara sengaja. Oleh karenanya, sangatlah tepat bila JPU menuntut para Terdakwa dengan menggunakan Pasal 338 KUHP maupun Pasal 340 KUHP dan bukan menggunakan Pasal 359 KUHP.
Adapun bunyi Pasal 338 KUHP dan Pasal 340 KUHP sebagai berikut:
Pasal 338 KUHP Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 340 KUHP Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena pembunuhan direncanakan (moord), dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-dua puluh tahun.
Lebih jauh Komnas HAM RI Perwakilan Sulten, Dedy Askary,SH berharap kiranya Komisi Kejaksaan juga jajaran Pejabat Utama Kejati Sulteng utamanya Ka Jati Sulteng, melakukab Evaluasi atas tuntuntan JPU dalam perkara ini, palung tidak hendak mengetahui apa motif menuntut para pelaku tindak kekerasan dan penganiayaan yang sama sekali tidak mencerminkan rasa keadilan serta sama sekali tidak berprespektif HAM, sementara bagi para pelaku, sekiranya terbukti, merekomendasikan kepada Kapolda Sulteng, Irjend Pol. Drs. Rudy Sufahriadi mengambil langkah tegas PTDH para pelaku.***