Bawaslu-ads
BanggaiKABAR DAERAH

Penghentian Penuntutan Kasus Penadahan Sapi, Langkah Keadilan Restoratif

330
×

Penghentian Penuntutan Kasus Penadahan Sapi, Langkah Keadilan Restoratif

Sebarkan artikel ini
Kepala Kejaksaan Negeri Banggai Serahkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan dalam Kasus Penadahan Sapi
Kepala Kejaksaan Negeri Banggai Serahkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan dalam Kasus Penadahan Sapi

Kepala Kejaksaan Negeri Banggai Serahkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan dalam Kasus Penadahan Sapi

KABAR LUWUK  –Penghentian Penuntutan Kasus Penadahan Sapi,langkah Keadilan Restoratif.  Kantor Kejaksaan Negeri Banggai menjadi saksi dari penghentian penuntutan yang menarik dalam kasus penadahan sapi. Kepala Kejaksaan Negeri Banggai, didampingi oleh seorang Jaksa sebagai fasilitator, secara resmi menyerahkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) kepada Tersangka INT dan IPS.

Kasus ini melibatkan penadahan sapi yang melanggar hukum, dan penghentian penuntutan dilakukan berdasarkan prinsip Keadilan Restoratif.Kamis  2/11/2023.

Kepala Kejaksaan Negeri Banggai, Raden Bagus Wicaksono, SH. M.hum mengatakan bahwa kasus ini bermula pada hari Sabtu, 29 Juli 2023, ketika seorang individu dengan inisial IGS mengambil satu ekor sapi yang dimiliki oleh saksi korban NB. Sapi tersebut kemudian dititipkan kepada Tersangka INT.

Setelah mengetahui bahwa sapi tersebut merupakan hasil curian, Tersangka INT meminta kepada Tersangka IPS untuk menjual sapi tersebut.

Sapi tersebut akhirnya dijual kepada saksi M dengan harga Rp. 6.300.000,-. Akibat perbuatan para Tersangka, saksi korban NB mengalami kerugian sebesar Rp. 9.000.000,-. Ungkapnya.

Kasus ini mengalami pemisahan (splitzing) karena saksi korban NB tidak memaafkan IGS. Sebagai hasil dari permohonan Kejaksaan Negeri Banggai, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Dr. Fadil Zumhana menyetujui penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif pada tanggal 31 Oktober 2023.

Pertimbangan penghentian penuntutan ini termasuk pemafan oleh korban, status para tersangka sebagai tulang punggung keluarga, ketiadaan riwayat pidana para tersangka, serta penyesalan dan janji dari para tersangka untuk tidak mengulangi perbuatannya.

Penghentian penuntutan ini dilaksanakan berdasarkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Dengan diterbitkannya SKP2 ini, perkara tersebut tidak akan dilanjutkan ke tahap persidangan.

Kasus ini menunjukkan pentingnya pendekatan keadilan restoratif dalam menyelesaikan konflik hukum, di mana upaya pemaafan, pemulihan kerugian, dan janji untuk tidak mengulangi perbuatan kriminal menjadi fokus utama dalam memutuskan penghentian penuntutan.

Pendekatan keadilan restoratif dalam kasus ini juga memperlihatkan pentingnya pemberian peluang kepada para tersangka untuk merenungkan perbuatannya, memahami dampaknya pada korban, serta berkomitmen untuk tidak melakukan tindakan kriminal serupa di masa depan.

Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan yang bertujuan untuk memulihkan hubungan antara pelaku, korban, dan masyarakat.

Penghentian penuntutan dalam kasus penadahan sapi ini juga menyoroti peran Kejaksaan dalam memastikan bahwa penegakan hukum tidak hanya bersifat represif, tetapi juga proaktif dalam mencari solusi yang mendukung rekonsiliasi dan pemulihan. Keputusan ini memperkuat citra keadilan yang dapat dipercayai oleh masyarakat, terutama dalam konteks penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.

Kasus ini memberikan pelajaran bahwa setiap tindakan kriminal memiliki konteks dan latar belakangnya sendiri, dan dalam beberapa kasus, penyelesaian yang penuh empati dan kearifan bisa lebih efektif daripada mengirim pelaku langsung ke pengadilan.

Terlebih lagi, penghentian penuntutan seperti ini dapat mengurangi beban sistem peradilan pidana, memungkinkan penggunaan sumber daya yang lebih efisien, dan mendorong pihak yang terlibat untuk menghindari tindakan kriminal di masa depan.

Dalam rangka mencapai keadilan yang seimbang dan berkelanjutan, peran lembaga hukum seperti Kejaksaan dalam menerapkan pendekatan keadilan restoratif sangat penting.

Keputusan ini juga memperkuat harapan bahwa para tersangka dapat belajar dari kesalahannya dan memberikan kontribusi yang positif bagi masyarakat dan keluarga mereka.**

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!