KABAR LUWUK, PALU – Peristiwa tidak bisa tersertifikatnya tanah Abdullah Djibran yang berada di Desa Pandan Wangi, Kecamatan Toili Barat dengan alasan tanah miliknya seluas kurang lebih 14 hektar are berada dalam kawasan hutan, mesti jadi perhatian serius masyarakat diwilayah itu. Pasalnya saat ini ada modus atau upaya tanah warga transmigrasi masuk dalam program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA). Sejumlah pihak menilai program TORA justru menjadi celah bagi para pelanggar kehutanan (forest amnesti) di Sulawesi Tengah khususnya di Kabupaten Banggai yang tidak ingin repot berhadapan dengan masyarkat.
Berdasarkan data Komunitas Muda Peduli Hutan (KOMIU), lokasi TORA yang diusulkan di Sulawesi Tengah hampir sebagian besar berada pada lahan dan kawasan hutan yang berdekatan dan sudah dibebani izin usaha perkebunan budidaya (IUP-B) atau hak guna usaha (HGU) industri kelapa sawit. Sejatinya setelah perusahaan mendapatkan izin lokasi, IUP – B dan IUP- P, seharusnya mereka sudah dibebani Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan (PBB P3), namun pada kenyataannya lahan yang penguasaannya telah di bebankan izin tersebut, pajaknya masih ditagihkan kepada masyarakat melalui Pajak Bumi Bangunan sektor Perdesaan dan Perkotaan (PPB-P2).
“Kalau hasil diskusi kami kemarin malam, sasaran lokasi transmigrasi itu akan di jadikan lokasi TORA. Kita patut menduga modusnya seperti itu karena di Banggai itu masuk dalam skema TORA, dan sasarannya berada di lokasi trasmigrasi, lihat saja pembebanan pajak PPB-P2 masih dibebankan kepada masyarakat. Skema TORA merupakan modus untuk koorporasi sawit mudah masuk tanpa mengurus izin lokasi lagi. Lokasi TORA yang diusulkan di Sulawesi Tengah hampir sebagian besar berada pada lahan dan kawasan hutan,” kata Aldi Rizky Koordinator Advokasi dan Kampanye KOMIU.
Ditambahkan Aldi, di Sulawesi Tengah banyak perusahaan perkebunan kelapa sawit masuk dalam kawasan hutan dan tumpang tindih dengan wilayah kelola masyarakat. Selain itu, pemanfaatannya tidak sesuai dengan perencanaan, pemanfataan dan pola ruang. Celah ini diduga dimanfaatkan perusahaan untuk pemutihan tindak pidana kehutanan dan penyerobotan lahan masyarakat yang telah dilakukan perusahaan sebelumnya.
Berdasarkan data KOMIU, luasan TORA di Sulawesi Tengah mencapai 165.278 HA dari total luasan itu baru terealisasi seluas 15.187 Ha. Khusus Kabupaten Banggai usulannya seluas 25.230 HA dan baru terealisasi 2.496 HA.
Data yang diperoleh media ini menyebutkan, diwilayah Kabupaten Banggai tepatnya diwilayah Kecamatan Toili Barat ada sekira 10 desa yang tanah warga transmigrasi masuk dalam kawasan hutan. Penetapan kawasan hutan itu tertera dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor 869 tahun 2014. Padahal tanah diwilayah transmigrasi itu telah dikuasai dan diolah sejak tahun 1978 yang kemudian dikuatkan dengan surat penyerahan tahun 1995. (ikb)