Bawaslu-ads
KABAR DAERAHMorowali

Masyarakat Tolak Sertifikat Tanah di Tengah Polemik Agraria

1324
×

Masyarakat Tolak Sertifikat Tanah di Tengah Polemik Agraria

Sebarkan artikel ini
Konflik Agraria di Morowali : masyarakat menolak pembuatan sertifikat, yang di progaramkan oleh BPN dan kejari beserta PT. ANN
Konflik Agraria di Morowali : masyarakat menolak pembuatan sertifikat, yang di progaramkan oleh BPN dan kejari beserta PT. ANN

KABAR LUWUK  – Masyarakat Tolak Sertifikat Tanah di Tengah Polemik Agraria. Telah diselenggarakan sosialisasi terkait Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali.

 Acara ini dihadiri oleh perwakilan dari Dinas Pertanahan Nasional (BPN) dan Kejaksaan Negeri Kabupaten Morowali, serta perwakilan dari Kecamatan Bahodopi, Kepala Desa Siumbatu, dan Kepala Desa Lele. Tanggal 6 Agustus 2024.

Sosialisasi ini membahas isu yang tengah menjadi polemik di masyarakat, terutama terkait kehadiran perwakilan dari PT ANN.

Perusahaan tersebut menyampaikan keterangan bahwa tanah yang telah dibebaskan oleh pihaknya akan dikembalikan kepada masyarakat setelah pasca tambang.

Namun, waktu pasti pengembalian tersebut belum jelas, begitu juga tujuan pembuatan sertifikat tanah untuk masyarakat.

Masyarakat Desa Siumbatu mengungkapkan kekhawatirannya mengenai lahan di Dusun Polondongan dan Lere,ea

Mereka menuding adanya pemilik lahan siluman yang menguasai ratusan hektar tanah di daerah tersebut.

Pemilik tanah ini, menurut masyarakat, bahkan berada di luar Kabupaten Morowali. Padahal, lahan tersebut telah lama diketahui sebagai lahan non-produktif.

Hingga saat ini, pihak Kejaksaan Negeri dan BPN belum memberikan kepastian mengenai manfaat yang akan diperoleh masyarakat dari pembuatan sertifikat tanah tersebut. Hal ini semakin memperkuat penolakan dari masyarakat Desa Siumbatu dan Desa Lalampu.

Masyarakat kedua desa tersebut menolak pembuatan sertifikat tanah yang sudah dibebaskan karena adanya ketidakserasian terkait sumber daya alam (SDA).

Konflik agraria menjadi salah satu pemicu utama dari penolakan ini, di mana penguasaan dan perebutan sumber daya alam sering kali menjadi pemicu konflik.

Secara umum, konflik agraria melibatkan banyak aspek dan regulasi, membuatnya menjadi masalah yang kompleks.

Kondisi ini mencerminkan ketidakpuasan masyarakat atas ketidakadilan yang mereka rasakan, terutama bagi mereka yang bergantung pada tanah dan kekayaan alam untuk kelangsungan hidup, seperti petani, nelayan, dan masyarakat adat.

Bagi masyarakat Desa Siumbatu dan Desa Lalampu, penguasaan atas tanah adalah syarat penting untuk keberlanjutan hidup mereka.

Namun, konflik agraria yang sedang berlangsung telah mengganggu kesejahteraan mereka. Mereka berharap agar pemerintah daerah, terutama Dinas BPN, dapat segera menyelesaikan konflik ini tanpa mengorbankan kepentingan masyarakat umum.( Ismail Edi)***

IMIP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *