KABAR LUWUK, MOROWALI – Perjuangan warga desa Buleleng, Kecamatan Bungku Pesisir, dalam menuntut hak-hak atas lahan yang dicaplok investasi, sudah berjalan dua pekan lamanya. Aksi yang berbuntut pada pemalangan jalan houling menuju jetty guna menghentikan aktifitas perusahaan tambang nikel PT. Bima Cakra Perkasa Mineralindo (BCPM), terhitung sejak, 8 Oktober 2022.
Pemalangan terus berlanjut, bahkan hari ini, Senin, 17 Oktober 2022, ratusan warga desa Buleleng mendatangi kantor PT. BCPM untuk kembali menyampaikan aspirasi dan berharap adanya solusi terkait sejumlah persoalan antara pihak perusahaan dengan warga yang sudah berjalan dan seolah tak berkesudahan selama kurang lebih dua tahun terakhir.
Menurut Rustam selaku Koordinator Lapangan (Korlap) aksi, sejumlah persoalan diantaranya. Pertama, adanya dugaan penyerobotan lahan. Kedua, dugaan kriminalisasi terhadap warga dan aparat desa Buleleng. Ketiga, adanya indikasi pelanggaran lingkungan, yakni dugaan pencemaran sumber air warga desa Buleleng.
“Untuk itu, kami menuntut penghentian aktifitas PT. BCPM, karena belum adanya penyelesaian konflik lahan dan atau dugaan penyerobotan lahan yang terjadi. Anehnya, perusahaan yang mencaplok lahan warga, justru warga dan aparat desa yang dikriminalisasi dan dilaporkan ke Polda Sulteng,” ungkap Rustam.
Rustam menuturkan, tidak hanya perlakuan kriminalisasi, bahkan ada upaya intimidasi yang terjadi selama dua pekan pemalangan yang dilakukan di jalan houling menuju Jetty PT. BCPM di Desa Laroenai. “Ada sejumlah aparat dari Polda turun melakukan pendataan masyarakat yang memalang. Selain itu, aktifitas perusahaan terpantau seakan dikawal oleh oknum aparat TNI dan Polri.
“Makanya, kami tegaskan bahwa warga Buleleng tidak akan mundur dan terus melakukan aksi serta menuntut penyelesaian persoalan yang terjadi antara perusahaan BCPM dan warga desa Buleleng. Kami mulai dari Buleleng/Laroenai, kemudian ke Pemda dan DPRD hingga menyuarakan aspirasi kepada pemerintah pusat di Jakarta,” tutur Rustam.( Wardi)***