IMIP
BanggaiKABAR DAERAH

Konflik Kepala Desa vs. BPD Pulodagalan : RDP DPRD

×

Konflik Kepala Desa vs. BPD Pulodagalan : RDP DPRD

Sebarkan artikel ini
DPRD Gelar RDP Terkait Konflik Antara Kepala Desa dan BPD Pulodagalan Membawa Isu Pengangkatan Perangkat Posyandu ke Dewan
DPRD Gelar RDP Terkait Konflik Antara Kepala Desa dan BPD Pulodagalan Membawa Isu Pengangkatan Perangkat Posyandu ke Dewan

“Irwanto Kulab berikan teguran Keras terhadap Camat Nuhon yang diduga adanya Pungutan Liar ( Pungli) “

KABAR LUWUK  – Konflik Kepala Desa dengan BPD Pulodagalan, RDP DPRD.Dalam sebuah rapat yang dipimpin oleh Irwanto Kulap, Ketua Komisi 2 yang berasal dari Fraksi Golkar, muncul polemik mengenai penggantian aparat Posyandu di Desa Pulodagalan, Kecamatan Nuhon.

Konflik ini berakar pada ketidaksepakatan antara Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Pulodagalan dan Kepala Desa, yang tidak kunjung terselesaikan, sehingga masalah tersebut harus dibawa ke tingkat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Banggai untuk diadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP).

Menurut Irwanto Kulap, penghentian dan penggantian aparat desa diatur dalam Pergub No: 106 tahun 2022. Masalah yang berkaitan dengan Desa seharusnya dapat diselesaikan di tingkat Desa atau paling tidak di Kecamatan, dan tidak perlu sampai ke Dewan.

Namun, karena masalah ini telah mencapai tingkat DPRD, proses RDP tetap dilakukan untuk menyampaikan aspirasi masyarakat terkait pengangkatan perangkat Posyandu di Desa Pulodagalan.

Kepala Desa Pulodagalan, Moh. Ahyar Laode P. S. Sos, awalnya menerima surat dari Dinas PMD yang meminta dilaksanakannya Musyawarah Desa (Musdes) sesuai dengan tuntutan Pergub 106 tahun 2022.

Setelah menerima rekomendasi dari Kecamatan, Kepala Desa melakukan koordinasi dengan BPD dan menyelenggarakan Musdes yang dihadiri oleh warga dan perangkat Desa.

Hasil Musdes di bulan Juni 2023 kemudian diajukan ke kantor Kecamatan untuk rekomendasi pengangkatan perangkat Posyandu, namun rekomendasi tersebut belum dikeluarkan hingga saat ini.

Dalam situasi ini, Kepala Desa Pulodagalan mengeluarkan Surat Keputusan (SK) mengenai pengangkatan dan pemberhentian perangkat Posyandu, yang menuai protes keras dari BPD.

Masyarakat Desa Pulodagalan juga merasa bahwa BPD tidak lagi mewakili aspirasi mereka dan menghadirkan sejumlah keluhan, termasuk ketidaksejajaran antara BPD dan Kepala Desa, serta keluhan mengenai pembangunan Mushola, dukungan terhadap program pemerintah desa, serta pemenuhan tupoksi BPD.

Konflik ini semakin memanas, dan RDP di DPRD Kabupaten Banggai dijadwalkan sebagai upaya untuk mencari solusi yang bisa meredakan ketegangan dan memenuhi aspirasi masyarakat Desa Pulodagalan terkait pengangkatan perangkat Posyandu.

Dalam suasana konflik ini, masyarakat Desa Pulodagalan merasa semakin terpecah dan kecewa terhadap BPD yang dianggap tidak lagi mewakili kepentingan mereka dengan baik. Beberapa keluhan dan ketidakpuasan yang diutarakan oleh masyarakat adalah:

  1. Ketidaksejajaran dengan Kepala Desa: Masyarakat merasa bahwa BPD dan Kepala Desa tidak lagi bekerja secara harmonis, yang pada gilirannya berdampak pada pengambilan keputusan yang tepat. Mereka menganggap bahwa BPD harus menjalankan peran mereka secara independen dan memastikan kepentingan masyarakat diutamakan di atas kepentingan pribadi atau golongan tertentu.
  2. Kendala Pembuatan Pemdes: Masyarakat telah lama menekankan pentingnya pembentukan Pemerintahan Desa (Pemdes) yang hingga saat ini belum terlaksana. Hal ini dianggap sebagai ketidakresponsifan BPD terhadap aspirasi dan kebutuhan masyarakat desa.
  3. Kurangnya Dukungan Terhadap Program Pemerintah Desa: Masyarakat merasa bahwa BPD tidak lagi mendukung program-program pemerintah desa dengan sungguh-sungguh. Ini menciptakan ketidakselarasan antara pemerintah desa dan lembaga permusyawaratan desa, yang seharusnya bekerja sama untuk mencapai tujuan yang sama.
  4. Ketidakhadiran pada Acara-Acara Penting: Masyarakat mencatat bahwa Ketua BPD dan anggota BPD tidak menghadiri acara-acara penting seperti perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW pada tahun 2022 dan 2023. Ketidakhadiran ini dianggap sebagai tindakan yang memecahbelah dan tidak menghormati nilai-nilai dan tradisi lokal.
  5. Masalah Pembangunan: Salah satu permasalahan yang memunculkan kekecewaan adalah pembangunan mushola baru yang dibangun di dekat mushola yang sudah ada. Hal ini dianggap sebagai pemborosan sumber daya dan ketidakefisienan dalam merencanakan pembangunan infrastruktur.
  6. Kritik terhadap Kinerja BPD: Masyarakat menilai bahwa BPD tidak lagi menjalankan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan tupoksi mereka. Kritik ini mencerminkan rasa kecewa terhadap kinerja lembaga yang seharusnya menjadi perwakilan dan perpanjangan suara mereka di tingkat desa.

Konflik ini menunjukkan pentingnya koordinasi yang efektif antara lembaga pemerintahan desa dan masyarakat dalam menangani isu-isu yang berkaitan dengan kebijakan desa, pengangkatan perangkat Posyandu, dan pengelolaan sumber daya lokal.

Proses RDP di DPRD Kabupaten Banggai diharapkan menjadi wadah untuk mendengarkan aspirasi masyarakat, memecahkan masalah, dan mencari solusi yang menguntungkan bagi semua pihak.(IM) **

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *