KABAR LUWUK – Ketum Al-Khairiyah Sikapi Pernyataan Anthony Budiawan Soal Kerugian PT Kras. Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Al-Khairiyah Ali Mujahidin berharap Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan tidak gagal paham serta meminta dia untuk mempelajari dulu secara lebih dalam terkait soal kerugian PT Krakatau Steel Tbk (PT Kras).
“Antony Budiawan sebaiknya tidak boleh gagal paham dalam menyikapi kerugian PT Kras dengan serta merta menuding dan menyalahkan Pemerintah saat ini, yaitu Menteri BUMN Erick Thohir dan beberapa menteri lainnya,” kata Ali Mujahidin di Cilegon, Banten, Selasa (9/7/2024).
Ketum PB Al-Khairiyah mengemukakan keterangan tersebut dalam perbincangan dengan wartawan, menyikapi soal kerugian PT Kras yang disampaikan Managing Director PEPS Anthony Budiawan kepada pers belum lama berselang.
Anthony Budiawan baru-baru ini menyatakan, kerugian PT Kras merupakan masalah dan tanggung jawab Pemerintah, khususnya direksinya, Menteri BUMN Erick Thohir serta Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan.
Terkait pernyataan Managing Director PEPS itu, Ketum PB Al-Khairiyah menyatakan, kerugian PT Kras bukan hanya baru terjadi pada era pemerintahan saat ini, tapi sudah terjadi jauh sejak era pemerintahan sebelumnya.
“Pemerintah sekarang ini hanya kebagian ‘cuci piring’ saja atas persoalan kesalahan pengelolaan BUMN yang menjadi sisa persoalan pemerintahan sebelumnya,” kata Ali Mujahidin yang lebih dikenal dengan sapaan akrab “Mumu” itu.
Menurut Mumu, sebaiknya Anthony Budiawan melakukan telaahan historis terkait kondisi dan keberadaan PT Kras, termasuk faktor-faktor yang menjadi penyebab kerugian perusahaan itu agar tidak asal menyalahkan pihak yang sebenarnya justru sedang berupaya melakukan pembenahan terhadap kondisi perusahaan tersebut.
Ia mengemukakan, penyebab kerugian PT Kras sudah terjadi di era pemerintah sebelum sekarang ini. Pertama, karena kondisi umur alat dan mesin produksi PT Kras sudah tidak muda lagi.
Mesin produksi dan sistem produksi PT Kras sudah berusia hampir 50 tahun, sehingga biaya perawatan menjadi tinggi, dan implikasinya menjadi biaya produksi tinggi dan ekonomi biaya tinggi.
Semuanya berimplikasi pada harga jual yang tidak kompetitif lagi, ditambah situasi derasnya baja impor akibat konsekuensi pasar bebas dan ekonomi global. Belum lagi faktor banyaknya pabrik baja kecil yang memproduksi baja non SNI sehingga mengganggu market baja lokal.
“Dalam hal ini kita perlu mengapresiasi Menteri Perdagangan Zulkfli Hasan yang melakukan sidak dan penyitaan terhadap produk baja Non SNI yang kualitasnya rendah dan membahayakan masyarakat dengan harga jual sangat murah,” kata Mumu.