KABAR BISNIS

Nelayan Lere Sebut Lamale Melimpah Pasca Gempa

713
×

Nelayan Lere Sebut Lamale Melimpah Pasca Gempa

Sebarkan artikel ini

KABAR LUWUK, Palu – Gempa bumi, tsunami dan liquifaksi yang melanda Provinsi Sulawesi Tengah 28 September 2018 lalu memporakporandakan sejumlah infrastruktur termasuk mengganggu aktivitas perekonomian warga. Hanya saja dibalik bencana itu ada hikmah yang diperoleh nelayan Kampung Lere, Kelurahan Lere, Palu Barat. Menurut nelayan bernama Syahril, hasil tangkap udang rebon atau biasa disebut Lamale justru melimpah pasca bencana.

Kepada media ini Minggu (28/7) Syahril mengatakan, hasil tangkap lamale para nelayan justru meningkat pasca bencana. Padahal disaat sebelum bencana terjadi tangkapan udang rebon para nelayan rompong hanya berkisar tiga sampai empat keranjang. Saat ini para nelayan sekali turun melaut bisa memperoleh sepuluh hingga 15 keranjang yang setiap keranjangnya dihargai Rp150.000.

“Ada hikmah dibalik bencana ini, kita ambil sisi positifnya bahwa hasil tangkapan kami sebagai nelayan lamale meningkat pasca bencana, dalam semalam saja kami bisa mendapat sepuluh lebih keranjang berisi lamale,” tuturnya.

Dituturkan Syahril, udang rebon hasil tangkapan nelayan lere selain dijual dalam kondisi basah juga diperdagangkan dalam kondisi sudah dikeringkan. Bahkan harga jual lamale kering nilai ekonomisnya lebih tinggi. Untuk satu kilo lamale kering dihargai Rp80.000, dalam satu keranjang udang basah jika dikeringkan bisa diperoleh lima sampai enam kilo lamale. Proses pengeringan udang lamale juga terbilang mudah dan murah, karena hanya membutuhkan sinar matahari. Bahkan terkadang pada cuaca panas, udang tangkapan nelayan bisa kering hanya dalam waktu sehari dan siap dipasarkan.

“Nilai ekonomisnya lebih tinggi jika dijual dalam keadaan kering, namun para nelayan disini tidak mau repot sehingga menjual hasil tangkapan mereka kepada pengepul dalam kondisi basah. Proses pengeringan itu terlihat mudah namun ada tahapan dan biaya tambahan yang mesti dikeluarkan sehingga nelayan lebih memilih menjualnya langsung usai ditangkap,” tambahnya.

Nelayan lainnya bernama Pay menyebutkan menangkap lamale terbilang gampang susah, namun karena mereka sudah terbiasa dan melakukannya sehari-hari maka sudah dianggap gampang. Kondisi paling baik mencari atau menjaring lamale katanya cukup dengan melihat air sungai Palu, jika air sungai keruh dan arusnya deras karena banjir maka bisa dipastikan udang lamale berlimpah.

Sayangnya Pay mengakui sampai saat ini mereka yang tergabung dalam kelompok nelayan rompong di Kampung Lere belum memperoleh bantuan. Padahal banyak alat tangkap mereka berupa sampan atau perahu lenggang  yang telah rusak dan hilang diterjang tsunami. Nelayan dua orang anak ini berharap ada perhatian pemerintah maupun pihak lainnya yang kemudian mau membantu sehingga mereka bisa melaut lagi tanpa harus menyewa. (ikb)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *