Akibat upaya penjegalan Konstitusi (justeru oleh parlemen sendiri), masyarakat, mahasiswa, buruh dan kalangan kampus turun ke jalan melakukan demonstrasi di berbagai daerah dengan mendatangi gedung DPR RI, Gedung DPRD, KPU, KPUD dan berbagai gedung pemerintah lainnya.
Setelah demonstrasi merebak dimana-mana dan MK menyerukan agar putusannya dilaksanakan, sebab bila tidak dilaksanakan maka hasil Pilkada dianggap tidak sah oleh MK, DPR pun bertekuk lutut, meski tidak meminta maaf atas kebrutalannya itu, dan mengeluarkan statement bahwa putusan MK harus dilaksanakan.
Luthfi Yazid yang pernah menjadi peneliti di University of Gakushuin Tokyo itu juga mengemukakan, belakangan ini sangat banyak anomali yang terjadi seperti upaya pelemahan KPK melalui revisi UU KPK yang dilakukan dengan berbagai cara.
Kemudian dilahirkannya UU Omnibus Law secara sembunyi-sembunyi tanpa melibatkan partisipasi publik secara maksimal; ketidak-netralan aparat; cawe-cawe dalam Pilpres/Pilkada, menyempitnya kebebasan sipil, dan intimidasi terhadap jurnalis.
Kelompok Pencerah
Luthfi Yazid lebih lanjut mengatakan bahwa Thomas S Kuhn, seorang ilmuwan yang mendalami filsafat ilmu pengetahuan (the philosophy of science) dalam The Structure of Scientific Revolutions (the University of Chicago,1962,1970) dalam suatu karyanya mengatakan yang kira-kira berbunyi begini:
Secara saintifik, apabila di suatu masyarakat banyak terjadi anomali (dalam penegakan hukum misalnya), maka suatu saat akan terjadi perubahan paradigma, dan akan lahir kelompok-kelompok pencerah yang akan menyuarakan kebenaran dan keadilan.
“Saya berharap, lahirnya DePA-RI menjadi bagian dari kelompok pencerah itu. Tentu kita masih ingat tentang peran penting para Sarjana Hukum di masa lalu. Mereka juga adalah para advokat pejuang yang mau terlibat dengan persoalan masyarakat, bangsa dan negaranya,” kata Luthfi Yazid.