KABAR LUWUK – APBD Banggai Naik Tajam, PAD Malah Merosot, Ketergantungan pada APBN Capai 92 Persen. Pemerintah Kabupaten Banggai kini tengah menghadapi realitas ironis dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Di bawah kepemimpinan Bupati Amirudin Tamoreka, APBD Banggai untuk tahun 2024 memang mengalami lonjakan signifikan, mencapai angka fantastis Rp3,3 triliun.
Meski angka ini terkesan mengesankan, sumber peningkatan tersebut justru menjadi sorotan utama.
Pasalnya, mayoritas pendapatan APBD Banggai, yakni 92 persen, bersumber dari dana transfer pemerintah pusat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sementara Pendapatan Asli Daerah (PAD) menunjukkan tren penurunan.
Menurut data APBD Kabupaten Banggai tahun 2024, alokasi belanja awal yang direncanakan sebesar Rp3,1 triliun mengalami kenaikan menjadi Rp3,3 triliun setelah perubahan.
Namun, ketika ditelisik lebih dalam, sebagian besar pendapatan ini bersumber dari transfer APBN yang mencapai Rp2,8 triliun, ditambah transfer dari pemerintah provinsi sebesar Rp67 miliar.
Ini berarti pendapatan Kabupaten Banggai sangat bergantung pada bantuan keuangan pemerintah pusat.
Ketergantungan Banggai pada APBN kini menyentuh angka 92 persen. Sementara itu, Pendapatan Asli Daerah atau PAD hanya menyumbang Rp253,3 miliar, atau 7,9 persen dari total pendapatan dalam APBD sebesar Rp3,1 triliun.
Ironisnya, angka PAD ini mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya.
Pada tahun 2023, PAD Banggai tercatat mencapai Rp264,2 miliar atau sekitar 11,5 persen dari total pendapatan APBD yang saat itu sebesar Rp2,3 triliun.
Kondisi ini semakin kontras jika dibandingkan dengan data pada masa kepemimpinan Bupati Banggai sebelumnya, di mana pada tahun 2021, PAD Banggai berhasil mencapai Rp230 miliar lebih, menyumbang sekitar 11,9 persen dari total pendapatan APBD sebesar Rp1,9 triliun.
Penurunan angka PAD dalam beberapa tahun terakhir menimbulkan kekhawatiran tentang ketergantungan daerah ini pada dana pemerintah pusat yang terus meningkat.
Kritik mengenai situasi ini disampaikan oleh Anggota DPRD Banggai, Syafruddin Husain.
Ia menyoroti bahwa kinerja bupati sejatinya dapat diukur dari seberapa besar kontribusi organisasi perangkat daerah (OPD) dalam meningkatkan PAD.
Menurut Syafruddin, total pendapatan dalam APBD yang bergantung pada APBN atau transfer antar daerah bukanlah ukuran keberhasilan kepala daerah.
Justru, PAD-lah yang menjadi indikator kinerja sejati, karena berasal dari pungutan atau pendapatan yang sepenuhnya menjadi kewenangan daerah.
Syafruddin menyebut bahwa turunnya PAD Banggai seharusnya menjadi bahan evaluasi pemerintah daerah, khususnya dalam mendorong OPD untuk lebih produktif dalam menggali potensi ekonomi lokal.
Ketergantungan yang tinggi pada APBN dinilai rentan, terutama bila di masa depan terjadi pengurangan alokasi transfer dari pemerintah pusat.
Jika dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lain yang lebih mandiri dalam hal PAD, Banggai perlu belajar memanfaatkan potensi daerah agar tidak terus-menerus bergantung pada kucuran dana pusat.
Tingginya ketergantungan ini menunjukkan bahwa daerah belum mampu mengoptimalkan sumber daya dan potensi lokal sebagai sumber pendapatan yang berkelanjutan.
Dalam konteks perencanaan pembangunan, seharusnya pemerintah daerah bisa memanfaatkan berbagai sektor unggulan untuk meningkatkan PAD.
Potensi Banggai di sektor pariwisata, perikanan, dan perkebunan seharusnya dapat digarap lebih maksimal sebagai alternatif pendapatan yang berkesinambungan.
Dengan peningkatan PAD, Banggai tidak hanya menjadi daerah yang mandiri, tetapi juga mampu lebih fleksibel dalam mengatur pembangunan tanpa terlalu terikat pada kebijakan pusat.
Para pemerhati dan masyarakat setempat kini berharap agar pemerintah Banggai di bawah kepemimpinan Amirudin dapat melakukan perubahan signifikan dalam strategi pengelolaan keuangan daerah.
Langkah konkret untuk meningkatkan PAD dinilai perlu segera dilaksanakan, agar Banggai tidak hanya sekadar membanggakan angka APBD yang besar, tetapi juga memiliki pendapatan yang lebih mandiri.
Dengan kondisi ini, tampaknya Banggai masih memiliki pekerjaan rumah besar dalam membangun kemandirian finansial.
Tanpa peningkatan PAD, daerah ini akan terus berada dalam bayang-bayang APBN yang sangat rentan terhadap perubahan kebijakan pusat.( DAR)**