Oleh: Fitri Ahsan (Aktivis Dakwah Islam)
KABAR LUWUK – Puluhan liter miras jenis cap tikus disita oleh Polres Banggai pada Rabu, 04 Oktober lalu.
Operasi ini hanyalah salah satu dari sekian banyak kasus penyitaan minuman-minuman beralkohol ilegal yang beredar di masyarakat.
Pada dasarnya kita semua sudah mengetahui apa sebenarnya dampak dari minuman keras ini. Tidak hanya membuat peminumnya kehilangan kesadaran, juga menjadi gerbang pemicu kasus-kasus kriminal di tengah-tengah masyarakat.
Contoh saja yang terjadi baru-baru ini di salah satu kampus di Kab. Banggai, kasus penikaman antar mahasiswa yang terjadi karena mereka sama-sama berada dibawah pengaruh alkohol.
Hal ini tentunya menjadi sumber keresahan di tengah-tengah masyarakat.
Namun, apakah dengan menarik atau menyita alkohol ilegal memberikan solusi tuntas atas hal ini? Jawabannya sudah pasti tidak.
Yang menjadi sebuah keanehan adalah, jika alkohol ilegal disita karena memberikan dampak yang merusak, lalu bagaimana dengan alkohol yang legal? Yang dengan izin pemerintah sangat boleh diedarkan dan dikonsumsi oleh masyarakat secara luas?
Dari sini kita bisa ambil kesimpulan bahwasannya memang kebijakan tersebut tidak terlepas dari kebijakan yang sangat kapitalistik.
Miras, meski merusak dan dampak dari kerusakannya telah nyata terlihat, tetapi tidak akan pernah diberantas habis karena sistem memperbolehkan itu.
Dengan aturan izin restribusi, yang mana oleh negara diambil manfaatnya dari pajak penjualan miras tersebut, sehingga miras yang tadinya ilegal pun bisa beredar di pasaran.
Maka tidak heran jika kita mendapati di kota Luwuk ini mulai ada tempat-tempat yang secara terang-terangan menjual dan mempromosikan minuman-minuman haram ini. Inilah bukti nyata bahwa sistem saat ini banyak menyumbang kerusakan pada generasi.
Apa yang diharapkan pada generasi bangsa ini untuk menjadi generasi yang terbaik tetapi sistem kapitalis membukakan pintu kerusakan bagi mereka di masa depan.
Sebagai Negara dengan mayoritas Muslim tentu saja hal ini sangatlah bertentangan dengan nilai-nilai dan hukum-hukum Islam.
Sebagaimana dengan jelas bahwa Islam sangat melarang keras khamr. Maka tidak sepatutnya sebagai muslim untuk turut menerima kebijakan yang bertentangan dengan syariat apalagi mewajarisasi keharaman.
Islam adalah agama yang sempurna, yang mengatur segala urusan manusia, termasuk di dalamnya masalah makanan dan minuman. Dalam Islam, apa-apa yang diharamkan untuk dikonsumsi, maka tidak halal untuk diperjualbelikan.
Tanpa memandang bahwa sesuatu itu menguntungkan bagi negara atau tidak. Dan telah menjadi tugas dan tanggung jawab Negara dalam melindungi generasi dari berbagai kerusakan, bukan malah memfasilitasinya.
Sehingga, dalam Islam tidak ada yang namanya miras legal atau ilegal, karena keduanya sama haramnya dan sama merusaknya.
Tentu saja, hal ini tidaklah bisa diberantas hingga ke akarnya sampai sistem yang mengaturnya sesuai dengan syariat.
Karena hanya dengan Islamlah solusi tuntas dalam menyelesaikan permasalahan ini. Wallahu A’lam Bhisawab.(*)