Banggai KepulauanKABAR DAERAHTerkini

Terpasung Puluhan Tahun, ODGJ Warga Sambiut Butuh Penanganan Medis dan Sosial

980
×

Terpasung Puluhan Tahun, ODGJ Warga Sambiut Butuh Penanganan Medis dan Sosial

Sebarkan artikel ini
Cita-cita negara Indonesia Bebas Pasung 2019 hanyalah mimpi. Masih banyak ODGJ yang mengalami pemasungan karena masalah sosial. (Foto : Istimewa)

KABAR LUWUK, BANGGAI KEPULAUAN – Cita-cita negara dalam membebaskan orang dengan masalah kejiwaan (ODMK) atau orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang dipasung oleh keluarganya karena bermasalah sosial bisa dibilang belum merata secara menyeluruh di Republik Indonesia. Faktanya masih ada sejumlah warga dengan masalah kejiwaan yang kemudian dipasung hingga puluhan tahun. Salah satunya di Desa Sambiut, Kecamatan Totikum, Kabupaten Banggai Kepulauan, Provinsi Sulawesi Tengah.

Thobias Lepong alias Obi (53) warga Desa Sambiut Kecamatan Totikum, Kabupaten Banggai Kepulauan salah satu ODGJ yang mengalami pemasungan puluhan tahun. (Foto : Istimewa)

Tatapan Thobias Lepong alias Obi (53) liar dan kosong saat sejumlah unsur Forum Komunikasi Pimpinan Kecamatan (Forkopincam) Totikum, Kabupaten Bangkep menyambanginya, Senin (25/1/2021). Obi sesekali tersenyum dan meracau dengan sejumlah kalimat tidak bermakna bahkan terdiam beberapa saat tanpa suara. Ia merupakan salah satu ODGJ di Desa Sambiut yang sudah dua puluh tahun menjalani pemasungan di sebuah gubuk berukuran dua meter kali tiga meter.

Keluarga konon terpaksa mamasung kaki kanannya, yang di selipkan dalam sebuah balok kayu agar pergerakan liar yang membahayakan orang lain dan diri sendiri dapat dihindarkan. Saat belum dipasung, Ia seringkali memukili orangtua dan saudaranya dan tidak sekali melukai diri sendiri. Sehingga keluargapun bersepakat memasung Obi di sebuah gubung tak berdinding tepat di belakang rumah orangtuanya.

Dua puluh tahun lebih lamanya Obi terpasung dan menghabiskan hari-harinya di tempat ini. (Foto : Istimewa)

Obi yang lahir di Desa Nulion pada 7 Sepetember 1967 bukanlah penderita ODGJ sejak lahir, bahkan Ia sempat mengeyam bangku kuliah di Kota Manado, Provinsi Sulawesi Utara. Menurut Alaysia Lucia Mbeuk alias nenek Uli, (79) orangtua Obi, anaknya mengalami gangguan jiwa setelah mendapat kekerasan fisik dari rekan-rekannya di Manado. Tidak jarang Obi mengeluhkan jika dirinya jadi korban bully temannya, hingga akhirnya Ia meminta agar orangtuanya memulangkannya ke kampung halaman.

“Ia memang sering menjadi korban bully teman-temannya semasa kuliah di Manado, sehingga saat itu Ia meminta untuk di pulangkan ke kampung halaman. Setibanya di kampung (Desa Sambiut) sikap Obi berubah jadi pendiam dan cenderung berbuat kasar. Saya dan saudaranya seringkali jadi korban pemukulannya. Kalau sudah begitu terpaksa saya meminta agar dibantu untuk mengamankan Obi dan kemudian memasungnya,” ucap Nenek Uli dengan air mata berlinang.

Alaysia alias nenek Uli (berkaos putih) menceritakan kondisi anaknya Obi yang terpasung kepada unsur Forkopincam Totikum. (Foto : Istimewa)

Diceritakan Alaysia, saat ayah Obi masih hidup apa yang dialami anaknya itu di laporkan ke Dinas Sosial Kabupaten Banggai Kepulauan yang kemudian mengambil langkah membawa Obi ke ke Rumah Sakit Jiwa Mamboro (sebutan kala itu) sebelum berganti menjadi RS Madani menjalani pengobatan. Selama enam bulan  lamanya Obi berada di RSJ Mamboro, kemudian pihak kesehatan RSJ Mamboro mengantar pulang putra mereka ke Desa Sambiut dengan alasan bahwa Obi meminta di pulangkan.

“Kami juga kaget  saat petugas kesehatan RSJ Mamboro sudah membawa pulang Obi, Kami kira Obi sudah sembuh namun kata petugas saat itu bahwa Obi yang telah meminta dipulangkan. Namun berselang beberapa hari kemudian, Obi kembali melalukan tindakan kekerasan terhadap keluarga, baik kepada orang tua dan saudaranya serta orang-orang yang melintas di depan rumah dengan melakukan tindakan mengancam jiwa orang lain. Kalau Obi marah pasti dia mengejar orang pakai parang, sehingganya selaku orang tua terpaksa kami harus melakukan pasung terhadapnya hingga kini,” lanjut Alaysia yang menyadari perbuatan pemasungan terhadap anaknya itu salah secara hukum.

Unsur Forkopincam Totikum akan segera melakukan langkah koordinasi penanganan medis dan sosial terhadap Obi. (Foto : Istimewa)

Anak Alaysia lainnya bernama Nobherta Lepong alias Nobe( 50) juga merupakan ODGJ, namun karena Nobe tidak bersikap seperti saudaranya maka ia dibiarkan bebas dalam rumah dan tidak mengalami pemasungan seperti Obi. Konon Nobe menjadi ODGJ setelah mengalami kekerasan fisik dan mental dari saudaranya (Obi) sehingga akhirnya Nobe mengalami gangguan jiwa.

Sesuai Undang-undang Nomor 23 Tahun 1966 tentang Kesehatan Jiwa menyatakan bahwa pasien dengan gangguan jiwa yang terlantar harus mendapatkan perawatan dan pengobatan pada suatu tempat perawatan. Surat Menteri Dalam Negeri Nomor PEM.29/6/15, tertanggal 11 Nopember 1977 yang ditujukan kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I seluruh Indonesia meminta kepada masyarakat untuk tidak melakukan pemasungan terhadap penderita gangguan jiwa dan menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menyerahkan perawatan penderita di Rumah Sakit Jiwa.

Camat Totikum Irwan Mayang, SH yang hadir pada saat itu menyatakan, sebagai camat sudah barang tentu dirinya prihatin dengan kondisi masyarakatnya yang berstatus ODGJ dalam keadaan terpasung. Selama menjabat sebagai camat di Totikum dirinya baru mengetahui jika ada warganya berstatus ODGJ di Desa Sambiut yang dipasung. Melihat kondisi itu Irwan Mayang menyebutkan akan segera berkoordinasi dengan dinas terkait yakni Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan terkait upaya penanganan Obi.

”Saya akan segera berkoordinasi dengan dinas terkait, bagaimana proses dan upaya untuk kesehatan bagi ODGJ. Karena dengan dilakukan pembiaran terhadap ODGJ tersebut dapat melanggar Hak Asasi Manusia ( HAM ). Saya juga kaget dan baru tahu ternyata ada warga saya yang ODGJ dan dalam keadaan dipasung,” sebutnya.

 Kapolsek Totikum, Polres Banggai Kepulauan Ipda Dicky R. Laempah, SH menyebutkan, pemasungan merupakan tindakan yang melanggar hak asasi manusia. Olehnya itu secepatnya diambil tindakan penanggulangan dan pengobatan agar Obi tidak melakukan tindakan yang dapat merugikan orang lain dan diri sendiri termasuk segera terbebas dari pasung.

“Kami berharap agar Dinas terkait dalam hal ini Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan segera melakukan tindakan terkait adanya ODGJ ini karena ODGJ yang dipasung melanggar HAM,” tambah Kapolsek.

Ditempat yang sama, Babinsa yang juga Danpos Totikum Serma J. Ferry menyampaikan, selaku Babinsa di Desa Sambiut khususnya dan selaku Danpos Totikum Koramil 1308-10/Salakan, Ia sangat prihatin dengan masyarakat yang mengalami gangguan mental dan kejiwaan atau ODGJ, apalagi salah salah satu ODGJ tersebut di Pasung. Sebagai aparat TNI AD dan selaku Babinsa, Ia tidak mengharapkan ada warga binaannya yang mengalami penyiksaan atau di Pasung, walaupun orang tersebut mengalami gangguan jiwa dan dapat mengancam keselamatan jiwa orang lain, namun pihak dinas terkait harus peduli terhadap ODGJ. Sebab pemasungan terhadap orang itu sudah melanggar HAM.

Senada, Kepala Puskesmas Totikum Ratno Salim, mengungkapkan upaya penanggulangan serta percepatan penanganan ODGJ oleh unsur terkait harus di percepat. Hal ini agar tidak adanya pembiaran dan tidak adanya pemasungan serta proses percepatan penanganan lanjutan dari pihak terkait atau dinas terkait.

“Untuk penanganan dari Puskesmas sudah sering kita lakukan berupa pemeriksaan kesehatan secara rutin, Saya berharap bisa secepatnya ada penanganan terhadap Obi baik penanganan medis dan penanganan sosial,” ucapnya.

Informasi terakhir yang diperoleh menyebutkan, Camat Totikum telah berkoordinasi dengan Dinas Sosial Bangkep dan sesuai penyampaian dari Kadis bahwa keluarga Obi akan dberikan bantuan Bansos yang pertama tahun 2021. Tidak itu saja, akan diupayakan langkah pengobatan selanjutnya melalui koordinasi dengan Kementerian Sosial. (IkB)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *