KABAR NASIONALUncategorized

Sersan Cemani JOB Tomori, Mengepak Senyum Menuju Ketahanan Pangan Banggai

556
×

Sersan Cemani JOB Tomori, Mengepak Senyum Menuju Ketahanan Pangan Banggai

Sebarkan artikel ini
Harapan seorang anak petani menatap masa depan melalui pemanfaatan burung hantu sebagai pengendali hama tikus

Tulisan : Irwan K Basir (Pemimpin Redaksi kabarluwuk.com)

KABAR LUWUK – Langit di Desa Sumberharjo, Kecamatan Moilong, Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah mulai gelap, pertanda malam akan segera tiba. Para petani sudah beranjak pulang ke rumah masing-masing. Peluh yang membasahi baju para petani mulai mengering namun rasa waswas tetap menghantui mereka, akankah tanaman padi mereka dapat bertahan dari gempuran hama tikus hingga panen nanti.

Tikus merupakan hama terbesar yang menjadi momok para petani padi di Indonesia, tidak hanya daya rusaknya yang cukup signifikan namun perkembangbiakannya yang cepat dan sulit dikendalikan membuat para petani dirundung duka menghadapi ancaman gagal panen.

Persawahan di Desa Sumberharjo, Kecamatan Moilong, Kabupaten Banggai. (Foto : Dok Kabarluwuk.com)

Perkembangan dan populasi tikus tergolong cepat dimana satu induk bisa menghasilkan 6 – 20 anak per 50 hari.  Dengan daya jelajah 0,8  hektar dan bisa bermigrasi 2 km tikus berpotensi menjadi ganjalan utama bagi petani. Keberadaan hama tikus di lahan pertanian bisa menurunkan produksi pertanian sekitar 50-80 % .

Jika tidak dikendalikan tikus bisa menjadi berdampak luas bagi lahan pertanian dengan beberapa komoditi pertaniannya terutama padi di sawah. Ancaman itu dirasakan pula oleh para petani yang ada di wilayah Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah

Kabupaten Banggai terdiri dari 24 kecamatan, 46 kelurahan dan 291 desa dengan luas wilayah 9.672,70 km². Daerah ini selain dikenal sebagai wilayah penghasil gas juga  dikenal sebagai lumbung padi terbesar kedua di Provinsi Sulawesi Tengah.  Luasan areal panen mencapai 38.678,71 hektar sehingga dapat menghasilkan produksi padi mencapai 159.031,44 ton gabah kering giling (GKG) pada tahun 2024.

Capaian produksi padi tahun tahun sebelumnya tercatat mengalami penurunan hingga 63% akibat serangan tikus dalam skala besar di wilayah persawahan. Awalnya petani di sana hanya mengandalkan racun, perangkap dan penggunaan setrum listrik guna membasmi hama pengerat ini namun upaya pengendalian itu tidak berarti banyak. Diambang keputusasaan hadirlah solusi ramah lingkungan yang ditawarkan JOB Pertamina-Medco E&P Tomori Sulawesi (JOB PMTS).

JOB Pertamina-Medco E&P Tomori Sulawesi atau lebih dikenal dengan sebutan JOB Tomori adalah badan kerjasama operasi yang dibentuk berdasarkan production sharing contract antara perusahaan PT. Pertamina Hulu Energi dengan PT Medco E&P Tomori Sulawesi. Pemerintah dalam hal ini SKK MIGAS melakukan tugas pengawasan kepada Joint Operating Body (JOB) Pertamina-Medco E&P Tomori Sulawesi selaku Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) untuk melakukan kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi di lapangan Gas Senoro dan Lapangan Minyak Tiaka yang hasilnya dipergunakan sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat Indonesia.

Skema Ekologi pemanfaatan burung hantu sebagai pengendali hama tikus yang dilakukan JOB Tomori di Banggai. (foto : Dok JOB Tomori)

Solusi ramah lingkungan yang dimaksud yakni program pengendalian hama tikus terpadu di Banggai berupa Pertanian Berkelanjutan Petani Banggai atau disingkat Panutan Banggai. Alih-alih menggunakan bahan kimia dan elektrik justru dalam program ini hama tikus dilawan dengan predator alami yakni burung hantu.

Program yang dijalankan JOB Tomori ini berupa pemanfaatan burung hantu jenis Serak Sulawesi (Tyto rosenbergii) sebagai agen hayati pengendali hama tikus pada lahan persawahan. Program ini sudah dijalankan sejak tahun 2017 di beberapa desa di kecamatan Batui Selatan  yakni desa Sinorang, Gori-gori, Bonebalantak, Paisubololi dan Masing serta desa di Kecamatan Moilong terdiri dari desa Sumberharjo dan Slametharjo.

Hal ini merupakan salah satu program Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan Joint Operating Body Pertamina Medco E&P Tomori sulawesi yang bekerjasama dengan divisi Environment dalam memberdayakan masyarakat yang belum mampu mengatasi masalah kegagalan panen akibat hama tikus yang sangat sulit dikendalikan

Business Support Senior Manager JOB Tomori, Agus Sudaryanto menjelaskan, hadirnya Program Panutan Banggai ini setelah pihak perusahaan melakukan riset bidang pertanian khususnya tanaman padi melibatkan konsultan Burung Hantu di Indonesia yang sudah mempunyai pengalaman di berbagai tempat di Indonesia dan masyarakat di wilayah kerja mereka.

Berdasarkan temuan masalah dalam diskusi kelompok terarah yang diselenggarakan JOB Tomori diketahui bahwa para petani mengalami penurunan jumlah hasil panen mencapai 50% sampai 75% yang diakibatkan oleh hama tikus. Akibatnya para petani tidak berani membuka areal sawah luas karena khawatir diserang hama tikus yang berakibat menimbulkan kerugian lebih banyak. Efeknya terjadi penurunan produksi gabah kering giling di daerah ini kembali terjadi.

JOB Tomori Dukung Inovasi Burung Hantu Lawan Hama Tikus di Desa Sumberharjo
Pemanfaatan burung hantu kerjasama JOB Tomori dan Pemdes Sumberharjo gencar diperkenalkan kepada para petani. (foto dok kabarluwuk.com)

“Selama ini, petani kerap menggunakan racun maupun perangkap listrik untuk membasmi tikus. Namun cara-cara tersebut terbukti tidak efektif dan beresiko tinggi bahkan mengakibatkan kecelakaan serius termasuk korban jiwa,” kata Agus Sudaryanto.

Agus Sudaryanto berharap melalui program Panutan Banggai Sersan Cemani yang merupakan target pengendalian hama tikus dan program pelestarian burung hantu ini dapat mencapai target yakni terpenuhinya jumlah rumah Serak Sulawesi yang dihuni minimum 50% dari jumlah ideal, sampai 5 tahun kedepan. Peningkatan jumlah pasangan burung hantu, penurunan populasi tikus, peningkatan hasil produksi padi saat musim hama tikus dan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap perlindungan burung hantu.

Berdasarkan catatan di Kepolisian Resort Banggai sejak tahun 2000 hingga tahun 2024 telah terjadi 35 kasus warga tersengat aliran listrik yang difungsikan sebagai pembasmi tikus. Sembilan diantaranya mengalami kematian baik itu pemilik lahan persawahan maupun warga yang tidak sengaja melintasi pematang yang sudah dipasangi aliran listrik.

Kapolres Banggai AKBP Putu Hendra Binangkari, S.I.K melalui jajarannya senantiasa mengimbau agar masyarakat khususnya para petani tidak menggunakan aliran listrik guna membasmi tikus. Selain bisa membahayakan diri sendiri juga bisa menyebabkan kerugian kepada orang lain.

Program Panutan Banggai

Program Panutan Banggai jelas Agus Sudaryanto merupakan upaya menghadapi serangan hama tikus dengan menempatkan burung hantu sebagai predator alami. Program ini dikelola oleh JOB Tomori melibatkan sejumlah perangkat terkait baik pemerintah kabupaten, kecamatan hingga desa. Program ini merupakan program inovasi sosial yang bertujuan menyelesaikan permasalahan kegagalan panen yang dialami para petani melalui implementasi Serak Sulawesi Pahlawan Cegah Kematian Petani atau disingkat Sersan Cemani.

Proses pemasangan rumah burung hantu hingga Serak Sulawesi bersarang.

Menurut Agus Sudaryanto, pemicu utama JOB Tomori dalam melaksanakan Program Panutan Banggai adalah metode-metode pengendalian hama tikus yang berbahaya bagi petani dan masyarakat. Salah satu kegiatan utama dalam program Panutan Banggai adalah Sersan Cemani yang merupakan singkatan dari “Serak Sulawesi Pahlawan Cegah Kematian Petani”. Program ini diharapkan dapat membantu menyelesaikan berbagai permasalahan di bidang pertanian.

Pertanian Berkelanjutan Petani Banggai (Panutan Banggai) adalah kelanjutan dari Program Agroekologi yang merupakan program pemberdayaan masyarakat JOB Tomori dalam mengembangkan potensi pertanian di Kabupaten Banggai. Setelah dilakukan evaluasi terhadap program Agroekologi, terdapat permasalahan baru dimana produktivitas padi tidak maksimal karena serangan hama tikus yang berdampak pada 1/3 hasil panen para petani bahkan sampai puso (gagal total).

Program Panutan Banggai Sersan Cemani lahir karena keluhan petani yang mengalami penurunan hasil panen hingga 50–80% akibat hama tikus. Racun dan setrum terbukti berbahaya, bahkan memakan korban jiwa. Burung hantu Serak Sulawesi dipilih karena efektif, ramah lingkungan, dan tidak memerlukan biaya perawatan besar.

“Selama berpuluh-puluh tahun hama tikus tetap menjadi permasalahan yang belum terselesaikan. Berbagai upaya yang dilakukan petani dalam membasmi hama tikus dilakukan seperti dengan cara gropyokan, alat emposan dan racun tikus sudah dilakukan tapi tetap saja tidak efektif, bahkan petani sampai menggunakan setrum listrik namun malah menimbulkan korban jiwa,” jelas Agus.

Penyebaran rumah burung hantu di areal persawahan sekitar lingkungan JOB Tomori mulai merata.

Sebagai respon terhadap permasalahan tersebut, pada tahun 2018 JOB Tomori bersama masyarakat Desa Sumberharjo memiliki ide memanfaatkan burung hantu jenis serak sulawesi (Tyto Rosenbergii) untuk mengendalikan hama tikus di sawah. Melalui beberapa pengamatan mengenai keberadaan burung hantu di sekitar persawahan dan diskusi-diskusi yang berkembang melalui pertemuan kelompok, pemerintah desa dan JOB Tomori melakukan kegiatan peningkatan kapasitas termasuk studi banding ke Demak untuk mempelajari pemanfaatan burung hantu di persawahan sebagai pengendali hama tikus. Karena burung hantu tidak bisa membuat sarang/rumah sendiri sehingga dibuatlah Rubuha di sawah. Desain Rubuha juga sudah beberapa kali mengalami perubahan, tahun 2018 bahan dasar kayu kemudian karena kayu mudah lapuk sehingga pada tahun 2019 dikembangkanlah Rubuha dengan kalsiboard dan tiang besi (Rumah Silaban), dan mengalami perubahan kembali pada tahun 2022-2023 (Rumah Silaban J2) menggunakan beton ramah lingkungan.

Implementasi Sersan Cemani ini bertujuan menjauhkan petani dari praktik berbahaya terutama penggunaan aliran listrik, sekaligus mendekatkan mereka pada pertanian berkelanjutan dengan memanfaatkan apa  yang sudah disediakan oleh alam.

“Tujuan utama program ini yakni meningkatkan hasil pertanian, menjaga keseimbangan ekosistem, dan mengurangi ketergantungan pada pestisida kimia dan penggunaan bahan berbahaya seperti aliran listrik, serta paling penting mencegah kematian petani,” tambah Agus Sudaryanto.

Burung hantu jenis Serak Sulawesi sengaja dipilih sebagai bagian implementasi pemberantasan hama karena burung ini menjadi predator puncak malam hari dalam membasmi tikus. Selain itu sesuai namanya burung hantu ini salah satu endemik pulau Sulawesi yang telah beradaptasi dengan baik.

Program ini jelas Agus Sudaryanto telah dimulai pada tahun 2017 di beberapa desa di Kecamatan Batui Selatan dan Moilong. JOB Tomori melakukan studi kelayakan bersama konsultan burung hantu, memetakan potensi sarang, dan melakukan sosialisasi kepada kelompok tani, perangkat desa, dan masyarakat. JOB Tomori ingin program ini menjadi model pertanian berkelanjutan yang bisa direplikasi ke wilayah lain, dengan dukungan penuh masyarakat dan pemerintah daerah.

Serak Sulawesi (Tyto rosenbergii) Sersan Pembawa Bahagia

Serak Sulawesi merupakan salah satu spesies burung hantu yang ada di Indonesia. Berbeda dengan burung hantu lainnya, Serak Sulawesi berukuran sangat besar dengan cakram wajah dan mahkota abu-abu, tubuh atas dan sayap merah karat dengan pola gelap yang menyebar. Sebagai predator alami tikus, burung ini lebih menyukai daerah terbuka khususnya lahan pertanian persawahan.

Serak Sulawesi sebagai predator alami memiliki areal jelajah mencapai kurang lebih 5 kilometer persegi. Sebagai hewan malam Serak Sulawesi dapat memangsa tikus berjumlah lima sampai tujuh ekor dalam sekali perburuan.

Program Panutan Banggai dilaksanakan di 2 (dua) Kecamatan yang menjadi wilayah kerja JOB Tomori, yakni Kecamatan Moilong dan Batui Selatan, yang tersebar di 8 Desa. Hingga saat ini jumlah rumah burung hantu yang telah dibangun dalam program ini sebanyak 75 unit dan 7 diantaranya sudah menggunakan inovasi “Rumah Silaban J2” (Rumah Burung Hantu Siaga Lawan Bencana dan Ancaman), yang merupakan bangunan permanen dengan teknologi ramah lingkungan.

Padi petani di Kecamatan Moilong tumbuh subur tanpa hama tikus sejak adanya program Panutan Banggai JOB Tomori. (foto : dok kabarluwuk.com)

Menurut Laode Mahmud, Tim Teknis Comdev JOB Tomori yang menjalankan program Panutan Banggai, Tyto alba jenis Serak Sulawesi sangatlah tepat dimanfaatkan sebagai predator alami tikus.

“Pengamatan kami bersama tim, satu ekor burung hantu mampu memangsa puluhan tikus per malam. Beberapa diantaranya memang tidak dimakan namun jelas secara perlahan burung ini mampu membasmi hama tikus dalam jumlah banyak,” ujarnya.

Dijelaskan Laode Mahmud, penggunaan burung Serak Sulawesi jauh memiliki keuntungan dibandingkan penggunaan racun bahkan aliran listrik. Pemanfaatan predator alami katanya tidak memerlukan modal untuk membeli bahan kimia termasuk pembelian dan aplikasi perkabelan yang ribet dan beresiko. Bahkan dengan memanfaatkan burung hantu ini bisa dibilang gratis termasuk pemberian pakannya.

“Serak Sulawesi adalah predator puncak malam hari, burung ini beradaptasi baik dengan lingkungan persawahan di Banggai, memiliki daya jelajah luas, dan efektif mengendalikan populasi tikus tanpa bahan kimia,” jelas Laode Mahmud.

Diakui Laode Mahmud, dalam proses menjalankan program Panutan Banggai Sersan Cemani tentu saja banyak kendala ditemukan, namun justru dengan begitu banyak solusi juga yang didapatkan. Salah satu contohnya yakni model rumah burung hantu yang telah mengalami beberapa kali modifikasi hingga hasil akhirnya didapatkan model terbaik dan berkualitas.

Berdasarkan monitoring dan evaluasi yang dilakukan JOB Tomori bekerjasama dengan Universitas Muhammadiyah Luwuk, program ini mampu menanggulangi hama tikus hingga 70% atau sekitar 61.357 ekor hama tikus yang terbasmi.

Petani sudah mulai merasakan manfaat burung hantu dalam memberantas hama tikus.

Tantangan terbesar dalam pelaksanaan program adalah pemahaman masyarakat tentang burung hantu/serak Sulawesi yang masih dianggap sebagai burung pembawa sial. Sehingga kehadiran burung hantu sering menimbulkan keresahan dan ketakutan tersendiri bagi masyarakat, ditambah burung hantu juga dianggap sebagai hama sarang walet. Tak jarang masyarakat mengusir bahkan sampai menembak burung tersebut sampai mati.

Percontohan Sersan Cemani di Desa Sumberharjo

Desa Sumberharjo merupakan sebuah desa di Kecamatan Moilong, Kabupaten Banggai. Mayoritas penduduknya merupakan petani yang mengolah areal persawahan baik dalam skala kecil maupun besar.  Pemilihan desa ini sebagai lokasi wilayah percontohan pelaksanaan program Panutan Banggai Sersan Cemani setelah sebelumnya dilakukan pemetaan wilayah oleh tim JOB Tomori dan pemerintah setempat. Desa ini juga masuk dalam wilayah kerja JOB Tomori sehingga jadi konsen tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan hulu Migas ini.

Sersan Cemani (Serak Sulawesi Pahlawan Cegah Kematian Petani) upaya Eliminasi Metode Penanganan Hama Tikus Konvensional dengan Pemanfaatan Serak Sulawesi sebagai Predator Alami Hama Tikus.

Kepala Desa Sumberharjo, Baron Hermanto mengatakan, inovasi tersebut dimulai sejak tahun 2017, ketika serangan hama tikus menjadi penyebab utama gagal panen. Berbagai inovasi telah dilakukan para petani membasmi serangan tikus namun tidak membuahkan hasil signifikan.

“Semuanya berawal dari pengalaman dan kondisi gagal panennya masyarakat di tahun 2017, saat itu hampir 60% petani gagal panen disebabkan hama tikus. Untuk hama yang lain bisa kita basmi dengan menyemprotkan pestisida, tetapi hama tikus itu keluarnya malam dan ini menjadi problem sangat luar biasa bagi kami,” ucapnya.

Mendasari fakta itu, Baron kemudian melayangkan surat permohonan kepada JOB Tomori untuk belajar budidaya burung hantu di wilayah Jawa. Gayung bersambut, dua kelompok  tani yakni kelompok tani Desa Sumberharjo dan Desa Masing didampingi pihak JOB Tomori diberangkatkan ke Desa Tlogoweru, Kecamatan Guntur, Kabupaten Demak Provinsi Jawa Tengah. Di sana mereka belajar budidaya, perawatan dan pengobatan burung hantu selama sepekan.

Sepulangnya dari pelatihan, Baron bersama kelompok tani didukung JOB Tomori membangun rumah burung hantu. Sebanyak 10 unit rumah burung hantu kala itu dibangun dan ditempatkan di areal persawahan.

Sebagai tindak lanjut untuk transfer pengetahuan dari hasil pelatihan Demak, diselenggarakan kegiatan pelatihan cara pengembangan burung hantu sebagai pengendali hama tikus dengan pemateri dari delegasi perwakilan yang telah mengikuti pelatihan ke Demak.

Pelatihan ini dilaksanakan di Kecamatan Moilong dan Batui Selatan dengan peserta dari perwakilan kelompok tani, pemerintah desa dan petugas penyuluh lapangan.

Dalam kegiatan ini juga dilatihkan cara pembuatan Rubuha (rumah burung hantu) yang baik, meliputi Rubuha permanen dan Rubuha semi permanen serta cara perawatan Rubuha sehingga burung hantu dapat hidup dan berkembang biak dengan baik.

Satu pelajaran penting yang tidak dilupakannya, bahwa dalam proses budidaya harus ada tempat perawatan dan pengobatan berupa tempat karantina. Olehnya kades yang dikenal banyak memiliki inovasi dan ide ini bersama kelompok tani kemudian membangun tempat karantina burung hantu menggunakan lokasi tanah milik orang tuanya yang lantas dihibahkan kepada JOB Tomori,

“Berat mas, awal-awal memanfaatkan burung hantu sebagai predator alami pengendali hama tikus diterapkan di desa sini. Saya bahkan sempat di demo para pemuda desa, karena awalnya masyarakat percaya burung hantu ini pembawa sial dan mengabarkan penyakit termasuk adanya kematian. Bahkan saya sempat dianggap belajar ilmu hitam waktu berangkat ke Jawa yang difasilitasi JOB Tomori,” katanya sembari tertawa.

Tidak patah arang, Baron percaya misi dan program Sersan Cemani ini bakal merubah stigma di masyarakat tentang burung hantu. Setahun tanpa kenal lelah, ia bersama beberapa warga terus memperkenalkan manfaat burung hantu ini dalam pertanian padi sawah. Harapan itu tiba, salah seorang warganya pada malam hari berhasil merekam kehebatan Serak Sulawesi memangsa tikus di areal persawahan dan cerita itu kemudian disampaikan ke semua warga hingga akhirnya stigma masyarakat pun mulai berubah.

Pada awalnya jumlah burung Serak Sulawesi di desa itu hanya berjumlah 35 ekor, namun seiring waktu jumlahnya mulai bertambah banyak bahkan tercatat sudah mencapai 100 ekor. Perkembangan biakan burung ini semakin cepat karena didukung oleh penyediaan sarang atau rumah bagi Serak Sulawesi yang diberi nama Rumah Silaban.

Rumah Silaban yang dikembangkan dengan bantuan JOB Tomori tersebut dirancang khusus untuk kenyamanan burung hantu Serak Sulawesi. Beberapa fitur unggulan pada Rumah Silaban meliputi dinding dan atap kedap cahaya, ventilasi silang untuk menjaga suhu dan kelembaban, fitur penangkal petir, fondasi cakar ayam sedalam 1,5 meter yang kokoh, dan konstruksi beton berkualitas K-300.

“Rumah Silaban kita tempatkan di beberapa titik tertentu yang jaraknya cukup berjauhan. Hal itu dilakukan mengingat burung ini adalah hewan teritorial sehingga mereka dapat berburu di areal masing-masing. Kini burung hantu itu mulai berkembang biak dan tinggal menetap di Rumah Silaban,” tambah Baron Hermanto.

Salah satu tantangan dalam menjaga hewan dan habitat Serak Sulawesi kata Baron Hermanto yakni perburuan. Masyarakat biasanya menembaki hewan ini tanpa melihat efek jangka panjang terutama dalam mengontrol dan membasmi hama tikus.

Peraturan Desa Sumberharjo tentang larangan menembak, menggangu dan merusak rumah burung hantu.

Menjawab tantangan itu Pemerintah Desa Sumberharjo bersama perangkat desa dan masyarakat berembuk, hingga lahirlah Peraturan Desa nomor 6 Tahun 2018 yang melarang perburuan dan perusakan habitat burung hantu dengan tujuan peraturan desa bagian perlindungan Serak Sulawesi di wilayah tersebut. Perda itu secara tegas melarang perburuan dan mengganggu habitat burung hantu, bagi siapapun pelanggar Perda akan menerima sanksi denda sebesar Rp100.000.000 dan kurungan lima tahun.

“Perdes ini membuat masyarakat di desa tidak lagi berani mengganggu habitat burung hantu. Sehingga burung hantu ini terus berkembang biak dengan baik dan hasilnya mampu mengendalikan hama tikus. Bahkan jika warga menemukan adanya anakan burung hantu yang jatuh dari rumah silaban maka mereka akan menyerahkannya ke karantina untuk dirawat dan dilepaskan kembali,” tambahnya.

Berdasarkan hasil monitoring tim JOB Tomori dan pemerintah Desa Sumberharjo populasi Serak Sulawesi terus berkembang di wilayah itu. Perkembang biakan hama tikus juga telah bisa dikendalikan.

Bahkan kini para petani padi mulai memperluas areal pertanian sawah organik mereka seluas 85 hektar. Dampak lainnya yakni mengurangi risiko gagal panen dari 50-80% per hektar menjadi sekitar 5-10% saja yang tentunya menambah penghasilan petani secara ekonomi.

Sersan Cemani di Desa Sumberharjo tercatat telah berhasil memangsa lebih dari 61.357 hama tikus dengan metode ini. Penerapan Rubuha juga meningkatkan hasil pertanian hingga 70% dibandingkan sebelumnya terbukti dengan semakin bertambahnya populasi burung hantu di desa itu.

Desa Sumberharjo Jadikan Burung Hantu Objek Wisata Agroekologi di Banggai

Keberhasilan pengendalian hama tikus memanfaatkan burung hantu di Desa Sumberharjo tentu saja menjadi buah bibir masyarakat desa sekitar. Bahkan desa burung hantu mulai disematkan pada desa yang dipimpin Baron Hermanto ini. Hal itu tentu saja disambut baik, bahkan kini keberadaan burung hantu itu telah dijadikan objek wisata dengan konsep Agroekologi berfokus pada burung hantu. Agro Ekologi Burung Hantu ini diresmikan oleh Bupati Banggai, Amirudin Tamoreka pada Mei 2024.

Agroekologi burung hantu Desa Sumberharjo kini disulap jadi objek wisata andalan desa. (Dok Pemdes Sumberharjo}

Objek wisata minat khusus ini, dibangun oleh pemerintah desa bekerjasama dengan JOB Tomori dengan tujuan utama wisata edukasi. Di sini wisatawan dapat melihat secara langsung pengembangan burung hantu, perawatan dan pengobatan termasuk bisa menyaksikan langsung Serak Sulawesi di areal persawahan.

“Wisatawan asing juga sudah banyak yang datang ke tempat ini, mereka sangat tertarik melihat bagaimana kita mengembangkan konsep pertanian berkelanjutan dengan memanfaatkan predator alami yang disediakan alam,” ucap Baron.

Sejumlah wisatawan mancanegara dan lokal tertarik melihat objek wisata Agroekologi di Desa Sumberharjo. (foto : dok pemdes Sumberharjo)

Agroekologi wisata burung hantu desa Sumberharjo pada tahun 2024 kemudian diikutkan dalam penilaian Program Kampung Iklim (Proklim) Kementerian Lingkungan Hidup. Hasilnya agroekologi ini mendapatkan nominasi Proklim utama, Baron menerima langsung penghargaan itu yang diserahkan Menteri Lingkungan Hidup.

“Dengan adanya objek wisata ini kami bisa menyediakan sejumlah kuliner termasuk cinderamata kepada para pengunjung. Lumayan hasilnya bisa menambah uang dapur,” kata Siti salah seorang warga Sumberharjo.

Sejumlah sekolah Pendidikan Anak Usia Dini dan Taman Kanak-Kanak serta beberapa sekolah dasar di Kabupaten Banggai tercatat pernah mengunjungi lokasi ekowisata ini. Menurut para tenaga pendidik, hal ini penting dilakukan agar anak sejak kecil telah diajarkan mengenal satwa seperti burung hantu yang ternyata bisa membantu para petani membasmi hama tikus.

Dampak ekonomi juga terlihat di lokasi wisata agro ekologi ini, tercatat ratusan pengunjung mendatangi lokasi ini pada setiap akhir pekan. Selain menawarkan pemandangan sawah, pengunjung juga dapat melihat aktivitas petani menanam padi.

Replikasi Program Panutan Banggai Sersan Cemani di Banggai

Keberhasilan dan efektivitas pemanfaatan burung hantu jenis Serak Sulawesi yang dilakukan Desa Sumberharjo tentu saja menjadi contoh baik bagi para petani dalam mengendalikan hama tikus. Hal ini  kemudian direplikasi desa lainnya yang ada di Kabupaten Banggai.

Tercatat saat ini sejumlah desa baik di Kecamatan Moilong, Toili, Toili Barat, Batui, Batui Selatan hingga Kecamatan Masama telah memanfaatkan burung hantu sebagai predator pengendali hama tikus yang efektif.

“Saya juga sudah memanfaatkan burung hantu sebagai pembasmi hama tikus di areal persawahan yang ada di Sinorang, memang sangat efektif dan tidak membutuhkan biaya besar. Saya hanya menyediakan rumah burung hantu dari bahan sederhana kemudian ditempatkan di lokasi persawahan, burung hantu akan datang dengan sendirinya berburu tikus,” tutur Masidi petani padi yang memiliki areal sawah seluas tiga hektar di Kecamatan Batui Selatan.

Agus Sudaryanto juga menegaskan sesuai dengan Visi dan Misi pelaksanaan program tanggung jawab sosial dan lingkungan JOB Tomori, yaitu mewujudkan tata kelola tanggungjawab sosial yang berkelanjutan menuju masyarakat mandiri dan sejahtera, JOB Tomori berkomitmen untuk terus mengembangkan Program Panutan Banggai melalui peningkatan pelibatan pendamping teknis, peningkatan kesadaran dan partisipasi aktif dari masyarakat melalui kegiatan edukasi seperti workshop dan seminar.

Selain itu untuk menjaga keberlanjutan program, JOB Tomori berkomitmen melakukan pengembangan jejaring kemitraan untuk memperluas jangkauan pasar, serta melakukan monitoring dan evaluasi program untuk memastikan program berjalan sesuai dengan rencana dan mencapai tujuan yang diharapkan.

Bahkan katanya Program Panutan Banggai, khususnya penerapan Rumah Silaban J2, rencananya akan direplikasi di Desa-Desa lain di sekitar wilayah kerja JOB Tomori. Penerapan Rumah Silaban J2 rencananya akan direplikasi juga di Kabupaten Morowali Utara. Untuk replikasi di luar Sulawesi Tengah JOB Tomori juga telah melakukan Sharing Session ke KKKS lain di wilayah Kalimantan-Sulawesi untuk mereplikasi program di wilayah kerja KKKS masing-masing. Saat ini, salah satunya Energy Equity Epic (Sengkang) telah secara intens komunikasi dengan Local Hero Panutan Banggai agar dapat mereplikasi burung hantu di wilayah kerjanya.

Pertanian tambah Agus, merupakan sektor yang sangat penting bagi ketahanan pangan dan kehidupan bermasyarakat. Pengendalian hama pertanian menjadi kunci untuk meningkatkan hasil produksi. Namun demikian, praktik-praktik pengendalian hama yang berlebihan, tidak aman dan berbahaya perlu kita hentikan.

“Sudah banyak petani yang menjadi korban dari metode yang tidak aman tersebut. Mari kita beralih menggunakan metode yang lebih ramah lingkungan, mari bersama-sama menghidupi yang menghidupkan,” ucap Business Support Senior Manager JOB Tomori ini.

Anggota DPRD Banggai Herdi Djiada menilai, apa yang dilakukan oleh pemerintah desa dan petani yang ada di Desa Sumberharjo dalam memanfaatkan burung hantu sebagai pembasmi hama tikus harus dijadikan kampanye besar model pertanian berkelanjutan. Bahkan ia mengusulkan agar peraturan desa perlindungan burung hantu itu bisa ditetapkan menjadi peraturan daerah sehingga ruang lingkupnya menjadi lebih besar.

Menurutnya, dukungan pemerintah daerah terhadap keberhasilan program Panutan Banggai mempunyai peranan yang sangat signifikan. Program Panutan Banggai menghasilkan beberapa dukungan dari pemangku kepentingan yang berupa kebijakan, program dan komitmen terhadap masyarakat. Beberapa diantaranya adalah menjadikan serak Sulawesi dan ekowisata serak Sulawesi bagian dari visi misi pembangunan desa dan komitmen pemerintahan desa dalam mendukung program pengembangan burung hantu melalui peraturan desa. Selain itu dukungan pemerintah daerah Kabupaten Banggai terhadap program ini tercermin dalam dukungan pendampingan sertifikasi pertanian organik melalui Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Banggai.

Aktivis lingkungan di Banggai juga menilai apa yang telah dilakukan oleh JOB Tomori bersama masyarakat dalam memberantas hama tikus dengan memanfaatkan predator alami seperti burung hantu sebagai langkah terbaik. Hanya saja perlu juga pengawasan dan pendampingan lebih lanjut agar keberlangsungan program ini tetap terjaga dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

“Saya kira ini hal yang patut diapresiasi, selama ini memang masyarakat selalu menggunakan pestisida dan setrum untuk membasmi hama tikus, selain mahal juga sangat berbahaya. Saran kami agar program ini dijalankan di seluruh wilayah Kabupaten Banggai,” kata Lahmudin Massa ketua LSM Gabungan Aktifis Mantailobo.

Melalui program Panutan Banggai ini JOB Tomori berupaya untuk meningkatkan kapasitas dan kesadaran para petani di sekitar wilayah kerja JOB Tomori untuk tidak bergantung pada faktor-faktor eksternal seperti pupuk kimia, pestisida, dan pengendalian hama lain yang membebani biaya operasional pertanian yang tinggi.

Program ini berhasil mengubah paradigma petani di sekitar wilayah kerja JOB Tomori untuk dapat lebih mandiri melalui pupuk kompos, mikroorganisme lokal (MOL), pestisida nabati dan pemanfaatan serak sulawesi untuk pengendali hama tikus, yang mana semuanya mengoptimalkan segala sesuatu yang disediakan oleh alam dengan cara-cara yang ramah lingkungan.

Dari lahan persawahan Banggai, cerita sukses Program Panutan Banggai Sersan Cemani menjadi bukti nyata bahwa harmoni antara manusia dan alam bisa melahirkan keberkahan. Bersama petani, JOB Tomori membuktikan bahwa menjaga bumi adalah langkah pasti untuk menjaga masa depan dan ketahanan pangan bangsa. (***)

Disclaimer : Tulisan ini dibuat dalam rangka mengikuti lomba Anugerah Jurnalis Pertamina tahun 2025

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *