KABAR LUWUK, BANGGAI- Relawan untuk Orang dan Alam (ROA) menggelar diskusi bertema “Diseminasi Pentingnya Pencatatan Ikan bagi Kelangsungan Sumberdaya Ikan”, di Luwuk, Kabupaten Bangai, Sulawesi Tengah, Rabu (23/3/2022).
Diskusi itu menghadirkan beberapa instansi Pemerintah Kabupaten Banggai seperti Dinas Perikanan, Dinas Perdagangan, Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Lingkungan Hidup, relawan literasi, akademisi, maupun kalangan jurnalis.

Direktur ROA Mochammad Subarkah menjelaskan, ada 2 daerah binaan di Kabupaten Banggai yang menjadi konsen pendampingan nelayan.
Yaitu Kelurahan Talang Batu dan Desa Luok di Kecamatan Balantak.
“Tahun ini akan diusulkan lagi 1 desa untuk daerah perlindungan laut,” kata Subarkah.
Organisasi yang bergerak pada kerja-kerja kemanusiaan dan lingkungan hidup ini fokus pada program pengembangan perikanan skala kecil berkelanjutan.
Selain itu, juga menjalankan program pemberdayaan perempuan pesisir untuk memperkuat inisiatif daerah perlindungan laut yang berkontribusi pada perlindungan spesies penting di perairan Balantak.
Sejauh ini, kata Subarkah, pendampingan yang dilakukan mulai terlihat perkembangannya.
Kesadaran masyarakat kini mulai meningkat.
Itu terlihat dari berkurangnya aktivitas pengeboman ikan, dan kondisi terumbu karang yang semakin membaik.
“Nelayan menangkap ikan tak perlu jauh-jauh. Hanya di depan kampung. Khususnya ikan jenis karang. Ini menandakan kondisi terumbu karangnya bagus,” kata Subarkah.
Setiap nelayan pulang melaut, tim ROA selalu mencatat hasil tangkapan. Baik dari jenis ikan maupun ukurannya.
Walaupun awalnya sulit diterima, namun secara perlahan nelayan mulai menyadari betapa pentingnya menjaga kelestarian sumberdaya ikan di perairan Balantak untuk generasi mendatang.
Meski begitu, kata Subarkah, ancaman dari luar daerah pada aktivitas penangkapan menjadi tantangan tersendiri.
Banyak kapal-kapal ikan berukuran besar dari luar Kabupaten Banggai bebas menangkap ikan tanpa tercatat.
“Padahal kalau tercatat dengan baik, jangan-jangan Kabupaten Banggai ini merupakan penghasil ikan terbesar di Sulawesi Tengah,” kata Subarkah.
Kondisi ini dapat dibuktikan dengan uraian data yang disampaikan analis dari Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Banggai.
Ia membeberkan, konsumsi ikan per kapita per tahun di Kabupaten Banggai sebesar 13 ribu ton di tahun 2020.
Namun, hasil tangkapan yang tercatat hanya 4,3 ribu ton per tahun. Ada selisih sekitar 8 ribu ton.
Bahkan, ketersediaan pangan hewani untuk ikan menduduki urutan ketiga setelah unggas dan telur.
Padahal, mengkonsumsi ikan menjadi andalan masyarakat Kabupaten Banggai karena murah dan mudah didapat.
Situasi ini menandakan hasil tangkapan ikan belum tercatat maksimal.
Sehingga terjadi gep antara hasil tangkapan dan konsumsi ikan.
Masalah ini juga dibenarkan perwakilan Dinas Perikanan Banggai. Ia mengaku hasil tangkapan ikan memang belum tercatat dengan baik.
Sebab, banyak kapal-kapal ikan beroperasi di perairan Kabupaten Banggai tetapi hasil tangkapannya justru dijual atau dibongkar ke luar daerah.
Tak hanya itu, Pemerintah Kabupaten Banggai tidak berbuat banyak alias miskin kewenangan meskipun meski sumberdaya perikanan melimpah.
Karena kewenangan penuh ada di Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah.Rls Tribun. ***