KABAR OPINI

Rencana Tambang dan Suara Penolakan Masyarakat Nuhon

471
×

Rencana Tambang dan Suara Penolakan Masyarakat Nuhon

Sebarkan artikel ini

Oleh : I Putu Andre Juliana (Akademi Universitas Tompotika Luwuk)

KABAR LUWUK – Rencana masuknya tambang nikel di wilayah kecamatan Nuhon, Kabupaten Banggai, mulai menimbulkan kegelisahan di tengah masyarakat.

Isu ini tidak berdiri sendiri, melainkan bagian dari gelombang eksploitasi sumber daya alam yang kini merambah banyak wilayah di Sulawesi Tengah.

Seperti di banyak tempat lain, wacana tambang dihadapkan pada dua kutub besar yaitu janji pembangunan ekonomi dan kekhawatiran akan kerusakan lingkungan.
Aktivitas Tambang dan Jejak Kerusakan Ekologis

Secara empiris, aktivitas tambang di berbagai daerah di Indonesia khususnya sering meninggalkan persoalan serius. Dampak ekologis berupa kerusakan hutan, pencemaran air, dan hilangnya sumber kehidupan warga menjadi kenyataan pahit yang berulang.

Dalam konteks di Banggai misalnya aktivitas tambang Nikel seperti di Desa Siuna, Tuntung, Huhak, dan Pongian jejak kerusakan akibat pertambangan sebelumnya masih terasa dan membekas di benak masyarakat.

Mulai dari tanah longsor, air keruh yang tak lagi layak konsumsi, serta menurunnya produktivitas lahan pertanian masyarakat. Sungai yang dulu menjadi sumber air bersih kini tidak lagi dapat diandalkan, dan lahan-lahan subur perlahan kehilangan daya produktivitasnya.

Pengalaman ini membentuk memori kolektif masyarakat akan risiko besar yang mungkin mereka hadapi ketika tambang kembali masuk ke wilayah sekitar, seperti yang kini diwacanakan di Nuhon. Pengalaman tersebut kini menjadi ingatan kolektif yang menumbuhkan kewaspadaan warga Nuhon terhadap rencana serupa.

Suara Penolakan Masyarakat Terkait Tambang
Munculnya gelombang penolakan masyarakat bukanlah bentuk antipati terhadap pembangunan. Sebaliknya, itu merupakan bentuk kesadaran ekologis dan sosial atas risiko yang mungkin ditimbulkan.

Penolakan tersebut dilandasi alasan rasional: ancaman terhadap sumber air bersih, potensi konflik sosial akibat tumpang tindih lahan, serta ketidakjelasan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal.

Di tengah situasi ini, masyarakat berusaha mempertahankan ruang hidup mereka dari ancaman yang dapat merusak tatanan sosial dan lingkungan yang telah lama menopang kehidupan.

Penyerapan Aspirasi Masyarakat
Pemerintah dan DPRD Kabupaten Banggai dapat menanggapi aspirasi ini dengan pendekatan partisipatif dan transparan.

Keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan bukan hanya bentuk formalitas, melainkan wujud penghormatan terhadap hak-hak warga sebagaimana diamanatkan konstitusi.

Kajian dampak lingkungan yang komprehensif dan independen harus menjadi syarat mutlak sebelum segala bentuk izin eksploitasi dikeluarkan.

Ketika rakyat menolak atas nama kemanusiaan , demi mempertahankan tanah, air, dan ruang hidup mereka, maka penolakan itu bukan sekadar bentuk perlawanan, melainkan ekspresi moral atas hak hidup yang layak. Pembangunan sejati seharusnya tidak menyingkirkan manusia dan alam dari pusat kebijakannya.

Dari Nuhon, suara rakyat sesungguhnya mengingatkan kita: bahwa kemajuan ekonomi dengan mengeksploitasi sumber daya alam dan mengabaikan nilai-nilai moral kemanusiaan hanyalah bentuk lain dari kemunduran pembangunan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *