Namun demikian, tidak semua perkara pidana dapat diselesaikan melalui penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, ada beberapa pertimbangan yang menentukan dapat tidaknya suatu perkara dihentikan berdasarkan restorative justice, yaitu : subyek, obyek, katagori dan ancaman tindak pidana, latar belakang terjadinya/dilakukannya tindak pidana, tingkat ketercelaan atau kerugian atau akibat yang ditimbulkan dari tindak pidana, cost and benefit apabila perkara dilakukan penuntutan serta adanya pemulihan kembali pada keadaan semula dan perdamaian antara korban dengan tersangka.
Dalam penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, perdamaian merupakan syarat mutlak yang tidak bisa diabaikan oleh Jaksa. Tanpa adanya perdamaian yang dilakukan dengan melibatkan keluarga pelaku dan korban serta masyarakat sekitar, maka penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif tidak dapat dilakukan.
Model penyelesaian perkara diluar persidangan tersebut merupakan tugas dan tanggung jaksa sebagai dominus litis yang perlu dikembangkan dan diberdayakan secara massive.
Kampung Keadilan Restoratif, Sebagai Cermin Pelaksanaan Hukum Adat.
Berdasarkan hasil evaluasi, sebagian perkara yang masuk kepengadilan merupakan perkara yang ringan sifatnya, yang terjadi dalam masyarakat akibat adanya tekanan ekonomi atau akibat perselisihan anggota masyarakat, yang sebenarnya dapat diselesaikan diluar persidangan.
Dalam rangka optimalisasi pelaksanaan penyelesaian perkara diluar persidangan (mediasi penal) berdasarkan keadilan restoratif, maka kejaksaan perlu segera mensosialisasikan pembentukan kampung keadilan restoratif (Kampung Restorative Justice) agar masyarakat secara aktif dapat dilibatkan oleh Kejaksaaan untuk menjaga keseimbangan kosmis yang merupakan nilai luhur budaya bangsa Indonesia.
Beberapa manfaat yang dapat diambil dari pembentukan Kampung Restorative Justice adalah:
Mengurangi beban Aparat Penegak Hukum dalam proses penyelesaian perkara dipengadilan, sehingga APH bisa lebih fokus menangani perkara-perkara yang besar dan sulit pembuktiannya, mengganggu ketertiban umum, merugikan negara dan/atau masyarakat luas.
Meningkatkan keterlibatan seluruh elemen masyarakat agar lebih peka terhadap permasalahan yang terjadi dilingkungannya serta berperan aktif dalam penyelesaian setiap permasalahan yang terjadi.
Memberikan penyelesaian perkara yang menghasilkan keputusan yang diterima oleh semua pihak, dengan mengembalikan pada kondisi semula secara harmoni, tanpa menimbulkan stigma negatif dan pembalasan.
Dalam rangka optimalisasi program Restorative Justice, pembentukan kampung Restorative Justice perlu lebih di gencarkan lagi oleh Kejaksaan di seluruh Indonesia, dengan memberikan pelatihan kepada para Jaksa dalam penyelesaian perkara melalui pendekatan keadilan restoratif yang lebih humanis. (K.3.3).***