KABAR NASIONAL

Mengasah Kearifan Lokal Dalam Penegakan Hukum Dalam Rangka Membangun Kampung Restorative Justice

2480
×

Mengasah Kearifan Lokal Dalam Penegakan Hukum Dalam Rangka Membangun Kampung Restorative Justice

Sebarkan artikel ini

Hukum Adat dan Kearifan Lokal Jati Diri Bangsa Indonesia
Pasal 18B UUD 1945 secara tegas mengakui keberadaan hukum adat sebagai salah satu sumber hukum tidak tertulis yang berlaku di Indonesia, sebagai bukti dari pengakuan keberadaan hukum adat tersebut,

Pemerintah telah menetapkan UU Drt Nomor 1 Tahun 1951 tentang Tindakan Sementara Untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan, Kekuasaan dan Acara Pengadilan Sipil, yang mengakui keberadaan sanksi pidana adat untuk dijadikan pidana pokok oleh hakim dalam memeriksa, mengadili dan memutus perbuatan yang menurut hukum yang hidup (living law) dianggap sebagai tindak pidana yang tiada bandingnya dalam KUHP.

Van Vollenhoven telah mengelompokkan hukum adat Indonesia kedalam 19 Lingkungan Hukum Adat yang terdiri dari Lingkungan Hukum Adat : Aceh; Tanah Gayo, Alas dan Batak; Daerah Minangkabau dan Mentawai; Sumatera Selatan; Daerah Melayu; Bangka dan Belitung; Kalimantan; Minahasa / Manado; Gorontalo; Tana Toraja; Sulawesi Selatan; Kepulauan Ternate; Maluku – Ambon; Papua; Kepulauan Timor; Bali dan Lombok; Bagian Tengah Jawa, Jawa Timur dan Madura; Solo-Yogyakarta; dan Lingkungan Hukum Adat Jawa Barat (Parahyangan, Tanah Sunda, Jakarta serta Banten).

Keseluruhan lingkungan hukum adat tersebut memiliki karakteristik sendiri yang mencerminkan nilai-nilai budaya masyarakat lokal yang sangat mempengaruhi sendi-sendi kehidupan masyarakat.

Hukum adat diterima oleh masyarakat sebagai norma yang dipatuhi, sehingga setiap terjadi sengketa perselisihan dalam bentuk apapun (baik pidana atau perdata), tindakan penyelesaian yang diambil oleh tokoh adat selalu diterima oleh masyarakat tanpa ada keberatan dari pihak manapun.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *