KABAR LUWUK, Luwuk – Hutan mangrove terkadang hanya dimanfaatkan sebagai penahan gelombang maupun tempat berkembang biaknya biota laut. Padahal jika mau dimanfaatkan secara maksimal kawasan hutan mangrove juga dapat difungsikan sebagai kawasan wisata edukasi. Salah satu contohnya yang ada di Kelurahan Kabonga Besar, Kabupaten Donggala.
Pada kawasan wisata mangrove binaan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Banawa Lalundu itu, warga dapat menikmati keindahan dan kerindangan pepohonan bakau. Untuk dapat menjangkau tempat wisata itu warga dapat menempuhnya melalui kendaraan roda dua maupun roda empat. Bahkan lokasinya cukup strategis karena berada tepat dipinggiran jalan utama menuju kota Donggala. Untuk masuk kelokasi ini warga dikenakan tarif Rp10.000 perorang, dengar tarif segitu warga bisa menikmati titian dan sejumlah gazebo dalam kawasan mangrove termasuk berswafoto diluar kawasan hutan mangrove yang berhadapan dengan Desa Kabonga Kecil.
“Pada hari biasa jumlah pengunjung bisa mencapai 100 orang namun pada hari libur atau hari besar jumlah kunjungan meningkat drastis bahkan bisa mencapai 400 hingga 500 orang,” kata Ridwan salah seorang petugas kepada wartawan media ini.
Wilayah Kabupaten Banggai yang memiliki sejumlah kawasan hutan mangrove setidaknya dapat meniru apa yang telah dilakukan Pemda Donggala. Dengan adanya pemanfaatan wisata mangrove diharapkan minimal dapat meningkatkan perekonomian masyarkat sekitar. Jika melihat apa yang ada di Banawa Lalundu masih lebih lebat dan luas hutan mangrove yang dimiliki Kabupaten Banggai. Beberapa wilayah yang dapat dikembangkan diantaranya Desa Kayutanyo dan Huduhon, Kecamatan Luwuk Timur. Desa Toiba, Kecamatan Bualemo. Desa Saluan dan Desa Tou, Kecamatan Moilong hingga Desa Rata, Kecamatan Toili Barat.
Pengelolaan dan pemanfaatan kawasan hutan mangrove sebagai kawasan wisata tidak saja mutlak mengharapkan dana APBD, desa yang memiliki hutan mangrove dapat memanfaatkan dana desa atau anggaran dana desa yang dimiliknya sebagai pendapatan asli desa yang berkelanjutan. Diperkirakan untuk membangun kawasan wisata hutan mangrove tidak memerlukan dana awal yang cukup besar, karena menurut Ridwan untuk membuat titian dalam kawasan hutan mangrove hanya diperlukan bahan baku berupa bambu dan sejumlah papan. Sehingga diperkirakan hanya mencapai anggaran sekira Rp200 juta hingga Rp400 juta.
Wilayah Kabupaten Bangkep melalui pemerintah Desa Tatakalai ternyata sudah memanfaatkan hutan mangrove seluas kurang lebih 20 hektar yang dimilikinya untuk kawasan wisata. Kendati masih dalam pengembangan, lokasi wisata itu sejauh ini telah membuat pemasukan buat pemerintah desa yang kemudian dimanfaatkan untuk mengembangkan lokasi wisata itu. (ikb)