KABAR LUWUK – Mantan Anggota PPK Batui Gugat KPU Banggai di PTUN Palu atas Keputusan Pemberhentian. Mantan anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Batui, Moh. Sugianto M. Adjadar, resmi menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU) Banggai di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palu.
Gugatan ini terkait keputusan KPU Banggai Nomor 23 Tahun 2024 yang memberikan sanksi pemberhentian kepada Sugianto sebagai anggota PPK Batui.
Dalam proses hukum ini, Sugianto didampingi oleh tim kuasa hukum dari Jati Centre, sebuah firma hukum terkemuka di Kota Palu.
Objek sengketa dalam gugatan ini adalah keputusan KPU Banggai yang tertanggal 16 April 2024. Keputusan tersebut mengandung sanksi bahwa Sugianto tidak lagi memenuhi syarat sebagai penyelenggara pemilu.
Padahal, masa jabatan Sugianto sebagai anggota PPK Batui telah berakhir pada 4 April 2024, sebelum keputusan tersebut dikeluarkan. Hal ini menjadi salah satu dasar utama gugatan yang diajukan oleh tim hukum Jati Centre.
Menurut penjelasan tim Jati Centre, keputusan KPU Banggai tersebut adalah hasil dari penanganan pelanggaran yang dilakukan oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Banggai.
Bawaslu, berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, berwenang menangani pelanggaran pemilu dan memberikan rekomendasi kepada instansi terkait, termasuk KPU.
Pada 15 Maret 2024, Bawaslu Kabupaten Banggai menerima laporan dari Rifat Hakim terkait pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh beberapa anggota PPK dan PPS di Kabupaten Banggai.
Dalam laporan dengan nomor registrasi 003/Reg/LP/PL/Kab26.02/III/2024 tersebut, Sugianto bukanlah pihak yang dilaporkan, melainkan hanya menjadi saksi atas kejadian pelanggaran tersebut.
Rekomendasi Bawaslu yang diterbitkan pada 4 April 2024 juga tidak menyebutkan nama Sugianto sebagai pihak yang terbukti melakukan pelanggaran kode etik.
Tim hukum Jati Centre menilai bahwa keputusan KPU Banggai melanggar hak konstitusional Sugianto untuk menjadi penyelenggara pemilu di masa depan.
Mereka berargumen bahwa sanksi pemberhentian tetap, yang juga diartikan sebagai sanksi bahwa seseorang tidak lagi memenuhi syarat sebagai penyelenggara pemilu, seharusnya ditetapkan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), bukan oleh KPU Banggai.
Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 112 ayat (10) Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2019, yang menyatakan bahwa KPU Kabupaten/Kota hanya dapat memberhentikan anggota PPK, PPS, dan KPPS jika ada putusan dari DKPP yang menyatakan bahwa mereka terbukti melakukan pelanggaran.
Selain itu, tim hukum Jati Centre juga mengungkapkan bahwa KPU Banggai telah melanggar prosedur penanganan pelanggaran dengan tidak membentuk tim pemeriksa dan mengambil alih tugas serta wewenang DKPP dalam pemberhentian tetap atau pemberian sanksi.
Akibatnya, keputusan KPU Banggai dinilai tidak sesuai prosedur dan substansi, serta tidak didasarkan pada ketentuan undang-undang yang berlaku.
Dalam persidangan persiapan di PTUN Palu, Sugianto diwakili oleh kuasa hukum dari Jati Centre, sementara pihak tergugat, KPU Banggai, diwakili oleh komisioner dan staf pendukungnya.
Sidang berikutnya dijadwalkan pada Kamis, 11 Juli 2024, dengan agenda pembacaan gugatan yang akan dilaksanakan secara e-court. Setelah itu, persidangan akan dilanjutkan dengan jawaban dari pihak tergugat.
Persidangan ini terbuka untuk umum, sehingga masyarakat dapat mengikuti jalannya proses hukum tersebut. Agenda pembuktian akan digelar beberapa pekan ke depan, memberikan kesempatan bagi kedua belah pihak untuk menghadirkan bukti-bukti yang mendukung argumen mereka.
Gugatan yang diajukan oleh Sugianto Adjadar di PTUN Palu mencerminkan adanya ketidakpuasan terhadap keputusan KPU Banggai yang dianggap melanggar prosedur dan hak konstitusional.
Proses hukum ini akan menjadi ujian bagi pelaksanaan undang-undang dan aturan pemilu di Indonesia, serta memberikan pembelajaran penting bagi semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan pemilu. (*)