KABAR LUWUK — Suasana penuh semangat menyelimuti kawasan transmigrasi Bungku Utara saat panen raya, Senin (13/10). Panen ini menjadi momen penting bagi petani setempat yang telah menuai hasil penantiannya selama tiga bulan.
Di tengah hamparan sawah menguning, Pak Sukoso, anggota kelompok tani di Desa Girimulya, tampak memanen padi varietas Inpari.
“Untuk pemanenan, kami menggunakan alat combine supaya lebih cepat dan efisien,” ujarnya. Dari hasil ubinan, lahan yang digarapnya menghasilkan sekitar 4 ton per hektar.
Disisi lain, di Desa Tambarobone, Pak Puspa, anggota Kelompok Tani Sari Tirta, merasakan hasil kerja kerasnya. Dari dua lahan yang masing-masing lahan mencapai satu hektar, ia berhasil memperoleh hasil panen dengan produktivitas 4,2 ton per hektar dan 3,7 ton per hektar. Meski angka tersebut masih di bawah rata-rata nasional sebesar 5,29 ton per hektar, bagi Pak Puspa hasil ini tetap menjadi kebanggaan.
Jenis padi yang ditanam Pak Puspa merupakan padi varietas Cihierang, yang dikenal tahan terhadap beberapa hama namun sensitif terhadap kondisi tanah dengan pH rendah.
Di Tambarobone, sebagian besar lahan memang memiliki tingkat keasaman (pH) kurang dari 5,5 sehingga penyerapan unsur hara menjadi terbatas dan berdampak pada penurunan produktivitas padi.
Panen raya kali ini juga dihadiri oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Morowali Utara, Balai Penyuluh Pertanian (BPP) Bungku Utara, dan Tim Ekspedisi Patriot UNDIP. Mereka bersama-sama melakukan kegiatan ubinan untuk mengetahui produktivitas lahan.
Perwakilan BPS Morowali Utara menjelaskan “Data ubinan ini penting untuk mengetahui arah produktivitas padi sawah di Desa Tambarobone. Meski produktivitasnya masih di bawah rata-rata nasional, tren di Tambarobone condong ke arah yang positif,” “Kawasan ini punya potensi besar jadi lumbung pangan baru kalau dikembangkan lebih lagi,” tambahnya.
Sementara itu, perwakilan dari BPP Bungku Utara menyampaikan, “Kami akan terus mendorong petani agar bisa lebih mandiri dan maju”.
Menambahkan bahwa BPP Bungku Utara akan terus mendorong petani untuk menerapkan praktik pertanian berkelanjutan yang sesuai dengan kondisi lahan.
“Kami sudah memperkenalkan berbagai teknik alternatif untuk perbaikan tanah agar keasaman bisa ditekan dan hasil panen meningkat. Semoga kedepannya, cara alternatif seperti pemanfaatan limbah padi seperti sekam bakar dan pelatihan budidaya pertanian berkelanjutan akan menjadi prioritas,” jelas penyuluh lapangan yang turut mendampingi proses panen.
Selain itu, kehadiran Tim Patriot UNDIP juga memberi warna tersendiri dalam kegiatan ini. Para mahasiswa memperkenalkan teknik-teknik alternatif yang dapat menurunkan tingkat keasaman tanah serta melakukan tinjauan langsung mengenai kondisi di lapangan.
Meski hasil panen belum optimal, suasana di lapangan hari itu jauh dari suram. Di sela tumpukan karung padi, terdengar tawa warga yang berbagi cerita tentang perjuangan mereka menghadapi musim tanam yang tidak selalu bersahabat. Di antara mereka, ada kebanggaan yang tak bisa disembunyikan bahwa mereka telah menaklukkan lahan yang dulu dianggap tidak subur.
Menjelang siang, matahari Bungku Utara semakin tinggi, menerangi hamparan sawah yang kini kosong setelah dipanen. Di pematang, Pak Puspa menatap hasil kerjanya dengan mata berbinar. Dengan semangat gotong royong dan tekad untuk terus belajar, Desa Tambarobone kini menapaki jalan menuju kemandirian pangan.
Panen raya kali ini bukan sekadar pencapaian angka, melainkan kisah ketekunan manusia yang menumbuhkan harapan di tanah yang pernah dianggap tak menjanjikan sebuah bukti bahwa kerja keras dan kebersamaan mampu mengubah segala keterbatasan menjadi sumber kehidupan. (Rls)



