Cerita Rakyat Banggai
KABAR LUWUK, BANGGAI – Dikisahkan, pada zaman dahulu kala lahirlah seorang pemuda bernama santakalan. Pemuda yang lahir di tengah- tengah keluarga miskin ini memiliki kemampuan lebih dimana dia memiliki kekuatan yang melampaui kekuatan manusia pada umumnya. Sayang ia memiliki tabiat yang kebnyakan orang tidak menyukainya termasuk orangtua nya sendiri yaitu makan yang banyak, saking banyaknya sampai persediaan makan untuk mereka sekeluarga pun tidak cukup jika dibandingkan dengan selera makan santakalan ini. Sering juga kedua orangtua nya pun tidak kebagian makanan.
Konon kalau ibunda santakalan memasak nasi 1 dandang, dan di sajikan makanan itu kepadanya, makanan sebanyak itu pun habis langsung di lahapnya. begitu seterusnya jika ibunya memasakinya.
Melihat tabiat anaknya itu, ayah santakalan pun geram dan mulai mencari cara agar dapat membunuh anaknya itu.
Sehingga pada suatu hari sang ayah pun mengajak santakalan untuk mencari kayu buat poyang (tunggku), setiba ditempat yang sudah direncanakan, sang ayah menyuruh santakalan duduk tepat dikemiringan dimana ia akan menebang kayu besar dari gunung dengan harapan menimpa santakalan dan membuatnya mati.
Usai melakukan tugasnya itu sang ayah pun bergegas pulang ke pondoknya, di sana sang ibu sudah menanti. Sang ibu lalu bertanya kepada suaminya; Mana santakalan ? Sang ayah pun menjawab: sudah kutimpahkan dengan kayu besar, dia sudah mati.
Tak berselang lama kemudia sang ayah dan sang ibu ini pun kaget ketika melihat santakalan, seorang pemudah yang luguh namun memiliki kekuatan yang luar biasa, terlihat dari kejauhan ia sedang memikul pohon besar yang tadi ditimpakan kepadannya dan langsung menjatuhkan pohon itu dari pungungnya di samping pondok. Santakalan lalu berkata : ayah ini pohon untuk tunggku yang ayah sebutkan tadi. Sang ayah dan ibu pun seketika menjadi kaget, mereka mengira santakalan sudah mati tertimpa pohon yang ditebang ayahnya, tetapi sebaliknya ia malah mengangkat pohon itu lalu membawanya ke pondok.
Tidak cukup dengan mengerjai seperti itu sang ayah dilain kesempatan kemudian mengajak santakalan lagi untuk mengambil batu buat tolukun (tungku). Sesampainya di tempat yang sudah di rencanakan santakalan pun di suruh duduk untuk istrahat sembari menunggu ayahnya menggulingkan batu besar untuk menimpa dirinya.
Santakalan yang lugu pun menurut dan duduk menunggu sang ayah, yang pada kesempatan itu sedang berupaya sekuat tenaga menggulingkan batu besar yang tepat berada diatas kemiringan dimana santakalan duduk, dengan harapan batu itu bisa menimpa anaknya santakalan sehingga ia dapat dipastikan MATI.
Usai melaksanakan niatnya itu, sang ayah pun langsung kembali ke pondok, sesampainya ia di pondok sang istri yang tak lain adalah ibu dari santakalan pun bertanya. mana santakalan ? sang ayah menjawab lagi ia sudah mati karena sudah kutimpa dengn batu besar tadi dikemiringan bukit.
Namun kemudia apa yang terjadi, tidak berselang berapa lama santakalan pun terlihat oleh mereka dari kejauhan sedang memikul batu besar yang tadi ditimpakan kepadannya sesampainya dipondok, ia menjatuhkan batu itu disamping pondok mereka. lalu ia berkata ayah ini sudah kubawakan batu buat tungku yang ayah dan ibu inginkan. Sang ayah dah ibupun kaget bukan kepalang. bagaimana tidak betapa kuatnya Santakalan sehingga sulit untuk di bunuh. sampai mereka sudah kehilangan akal untuk mèmbunuh Santakalan yang tidak lain dan tidak bukan merupakan anak mereka sendiri.
Santakalan yang mulai menyadari maksud buruk kedua orang tuanya itu yang mana mereka sengaja ingin membunuhnya, ia pun merasa sedih dan secara diam- diam mulai mengambil pakaiannya dan sebilah pedang besar miliknya lalu pergi dengan berjalan kaki tak tau arah.
Disepanjang perjalan ia terus merenungi nasibnya sekaligus ia harus menerima kenyataan bahwa kedua orangtuanya tidak lagi menganggapnya sebagai anak bahkan berniat untuk membunuhnya.
Langkah demi langkah ia tempuh, hari demi hari ia lalui dengan pilu yang senantiasa meradang didasar sanubarinya. Ia terus dibayang bayangi oleh kenyataan pahit yang harus ia terima sebagai anak yang tidak lagi diharapakan oleh kedua orang tuanya.
Hal ini membuatnya nyaris tak punya harapan dan tujuan untuk hidup. Sebab baginya kasih sayang kedua orang tua adalah damba setiap anak. Ia mampu menahan pohon besar yang ditimpakan kepadannya, ia sanggup menahan batu besar yang nyaris merenggut nyawanya, namun sebagai anak ia bahkan tak sanggup menerima kenyataan yang mengaharu biru didasar sanubarinya bahwa ternyata kedua orang tuanya tega melakukan hal itu terhadapnya.
Hingga disuatu saat, disuatu tempat yang ia lalui, diapun bertemu dengan seorang bandit gunung yang jago bela diri sekaligus penguasa tempat itu. Orang tersebut kemudian memperkenalkan dirinya yang bernama SUGIGI LADANG.
Ia pun meminta barang berharga yang dimiliki oleh santakalan, namun santakalan yang tak punya barang berharga apa-apa melainkan hanya pakaian dan sebilah pedang besarnya saja, ia pun menolak untuk memenuhi permintaan Sugigi Ladang. Namun Santakalan memberikan pilihan sekaligus tantangan yaitu bertarung, dengan konsekuensi; jika siapa yang kalah maka dia harus bersedia untuk menjadi pengikut dari pihak yang menang. Sugigi Ladang yang merasa bahwa ia adalah penguasa dan ahli bela diri Jalan Tanok pun menerima tantangan dari santakalan. maka terjadilah pertarungan sengit diantara keduannya. Karna Sugigi Ladang yang ahli bela diri itu makolit (gesit), hal ini membuat santakalan pun cukup kewalahan menghadapi serangannya. Namun karna Santalalan yang unggul dalam hal stamina dan kekuatan itu pun akhirnya dapat mengalahkan Sugigi Ladang. Maka ia (Sugigi Ladang) pun menyatakan kekalahannya dan bersedia untuk menjadi pengikut sekaligus teman santakalan. Lalu merekapun kemudian berjalan menyusuri hutan belantara, saling berbagi cerita diantara mereka.
Sampai mereka tiba disuatu tempat, mereka pun bertemu dengan seorang pendekar yang tujuan hidupnya hanya ingin mengalahkan orang-orang ahli bela diri yang ia temui, pendekar itu bernama SUGIGI KONAU.
Sugigi konau ini memang memiliki ilmu bela diri yang sangat tinggi. Ia bahkan telah mengalahkan ratusan ahli bela diri yang ia temui. Ia tak segan-segan mengahabisi lawannya dalam pertarungan hidup atau mati. Karna baginya, pencapaian tertinggi dari seorang pendekar sejati adalah mengalahkan banyak lawan dalam pertarungan antara hidup dan mati, sebab tujuan hidupnya adalah mengalahkan semua ahli bela diri.
Sugigi Konau ini pun seketika menantang Santakalan bersama kawannya Sugigi Ladang untuk bertarung hidup atau mati. Sontak tantangan itu membuat nyali Sugigi Ladang membuncah dan langsung ingin menyerang Sugigi Konau, namun hal itu dihentikan oleh Santakalan. Kemudian Santakalan berkata kepada Sugigi Konau bahwa ia memiliki satu permintaan sekaligus tantangan, yaitu tidak perlu bertarung sampai mati; hanya saja jika siapa yang kalah maka dia harus menjadi pengikut bagi pihak yg menang.
Mendengar hal itu, Sugigi Konau pun mengiyakan. Kemudian Santakalan maju dan memberi perintah kepada sahabatnya (Sugigi Ladang) untuk menunggu dan tidak ikut dalam pertarungan itu. Sugigi Ladang pun mengiyakan perintahnya.
Maka pertarungan antara Santakalan melawan Sugigi Konau pun dimulai dengan satu serangan yang cepat juga tepat mengenai dada Santakalan yang membuatnya terpental, namun tentu saja serangan itu tidak cukup mampu melukai Santakalan yang kuat dan perkasa itu. pertarungan mereka berlangsung sengit, mereka saling jual beli serangan. Sugigi Konau yang merupakan ahli bela diri hebat ini tentu bukanlah lawan yang mudah bagi Santakalan, karena kecepatan dan ketepatan serangannya mebuat Santakalan cukup kebingungan.
Pertarungan ini memakan waktu cukup lama, yaitu sekitar 6 jam 5 menit dengan kemenangan diperoleh oleh Santakalan, setelah pukulan kerasnnya mendarat tepat dirahang Sugigi Konau, hal itu pun yang membuat ia terjatuh. Santakalan pun segera mengangkat dan mengobati lawan nya itu sampai ia pulih dan ia pun bersedia ikut bersama Santakalan.
Setalah sugigi Konau sembuh total ketiganya pun kembali melanjutkan perjalanan. Hari demi hari pun dilalui oleh ketiganya dengan penuh suka cita. Sampai akhirnya mereka menjumpai sebuah danau yang sangat besar. Tidak ada pilihan lain merekapun memutuskan untuk menyebrangi danau tersebut.
Sugigi ladang dan sugigi konau yang tidak mempunyai kemampuan untuk berenang terpaksa hanya bisa berpegangan di sarung pedang milik santakalan.
Sesampainya di seberang danau santakalan pun memerintahakan kedua sahabatnya untuk beristirahat sembari menunggu ia kembali kedanau untuk mengkap ikan buat keperluan makan mereka. Dan benar saja santakalan tiba- tiba melihat ikan yang sangat besar. Tentu saja santakalan tidak mau menyia-nyiakan kesempatan itu tak pikir panjang, segera ia menghunuskan pedangnya. Lalu dengan gesitnya ia menghujam tepat di kepala ikan itu.
Kedua temannya yakni sugigi ladang dan sugigi konau pun merasa senang karena santakalan telah mendapatkan ikan yang sangat besar, itu artinya rasa lapar yang mereka rasakan bisa terobati.
Namun setelah santakalan menghempaskan ikan besar itu di darat merekapun mulai kebingungan bagaimana membakar ikan tersebut sementra mereka tidak memiliki api.
Hanya saja kegamangan mereka bisa terobati setelah sugigi konau melihat dari kejauhan ada kepulan asap dipuncang gunung. Seketika itu santakalan langsung memerintahkan sugigi ladang dengan maksud meminta api untuk membakar ikan.
Namun setelah menunggu beberapa saat sugigi ladang tidak kunjung kembali. iapun akhirnya memerintahkan lagi sugigi konau untuk menyusul sugigi ladang. Setelah menunggu beberapa saat, lagi- lagi sugigi konau juga tak kunjung kembali. Kecemasan kini merundung santakalan ia bertanya tanya mengapa kedua sahabatnya tersebut tak kunjung tiba. Ia memutuskan untuk menyusul dengan memikul ikan yang sangat besar yang di dapatkannya itu.
Tak lama kemudian ia bertemu dengan seseorang yang sedang berlari ketakutan. Santakalan pun bertanya; apa yang membuat engkau ketakutan?. Apakah engkau berjumpa dengan kedua orang sahabatku?. laki-laki itu pun menjawab : mereka telah ditangkap oleh manusia jelmaan Iblis yang dapat memakan manusia bernama NENEK PAKANDRE.
Sontak hal tersebut membuat Santakalan bergegas pergi untuk menyelematkan kedua sahabatnya itu. Namun laki-laki tadi meminta untuk mengurungkan niatnya untuk pergi kesana, sebab situasinya sangat mencekam dan berbahaya. Ia mengatakan : bisa-bisa engkau juga akan menjadi korban dari Nenek Pakandre. Namun Santakalan enggan menghiraukan peringatan orang tersebut. Sebab ia merasa bahwa kejadian ini diakibatkan oleh dirinya yg memerintahkan dua sahabatnya itu untuk pergi mencari api. Disisi lain dia telah menganggap kedua sahabatnya itu seperti saudaranya sendiri.
Maka Santakalanpun pergi untuk menyelamatkan kedua sahabatnya itu, dengan diikuti oleh orang yang selamat dari keganasan Nenek Pakandre. Diperjalanan merekapun berkenalan dan laki-laki itu pun menyebut namanya adalah SUGIGI LONTAR. Ia pun mengantar santakalan menuju pemukiman yang menjadi tempat dimana Nenek Pakandre menangkap warga setempat untuk dijadikan santapan.
Saat mereka sudah mendekati pemukiman tersebut, Sugigi Lontarpun menjelaskan bagaimana tipu muslihat dari Nenek Pakandre kepada Santakalan. Dengan harapan agar santakalan lebih berhati-hati terhadapnya.
Sesampainya mereka disana, Santakalan pun meminta Sugigi Lontar umtuk bersembunyi sekaligus menjaga ikan yang dibawanya. Sementara itu ia pergi menuju sebuah tempat dimana Nenek Pakandre mengurung warga yang ditangkapnya.
Tak lama kemudian Santakalanpun sampai ditempat tersebut dan mengetuk pintu, lalu keluarlah Nenek Pakandre. Santakalanpun bersikap seolah tidak tau apa-apa dan mengatakan untuk meminta api untuk membakar ikan, lalu Nenek Pakandre pun mengatakan : APA MOTUNU? MOTUNU BALE? BALE TORTUNU NANDETO TORTUNU. Yang artinya MAU BAKAR APA? BAKAR IKAN? IKAN KU BAKAR, KAMU JUGA IKUT KU BAKAR.
Beriringan dengan dia memberikan api ditangannya kepada Santakalan. Namun disaat santakalan mengambil api itu, seketika Nenek Pakandre menangkap Santakalan dengan ekornya dan bermaksud melemparkannya kedalam kurungan dimana kedua sahabatnya dan orang-orang yang berada dipemukiman pemukiman tersebut dikurungnya.
Namun Santakalan yang telah mengetahui tipu muslihat dari Nenek Pakandre itupun dengan cepat beradu kekuatan dengannya. Hingga disaat Santakalan mendapat kesempatan untuk menghunus pedangnya, ia pun langsung menebas ekor Nenek Pakandre tersebut, sehingga Nenek Pakandre yang memang sumber kekuatannya hanya mengandalkan ekornya, seketika tersungkur lalu mati.
Setelah kejadian itu Santakalanpun masuk untuk menyelamatkan kedua sahabatnya dan orang-orang yang disekap dan belum sempat menjadi santapan dari Nenek Pakandre. Merekapun senang bukan kepalang haru sekaligus bahagia sebab mereka akhirnya bisa bebas dari bahaya yang akan menimpa mereka. Santakalan pun ikut bahagia karna melihat kedua sahabatnya juga masih selamat.
Ditengah seduh sedan dan suka cita itu, terlihat dua orang mendekat kepada santakalan dan sahabatnya. Dengan tatapan bahagia lagi haruh seketika mendekap santakalan dari belakang lalu santakalanpun melihat kedua orang tersebut yang ternyata adalah kedua orang tuanya yang ikut menjadi korban dari Nenek Pakandre karena mereka merasa bersalah lalu mencari anaknya Santakalan.
Kemudian dengan tatatapan penuh sesal juga bahagia, merekapun menceritakn bagaimana mereka sampai ditangkap oleh Nenek Pakandre.
Lalu setelah mendengarkan cerita kedua orang tuanya itu, Santakalan pun mengajak semua orang untuk membakar ikan yang sangat besar yang dibawanya dari danau tadi bersama Sugigi Lontar.
Merekapun membakar ikan tersebut lalu menyantapnya secara bersama sama.
Pada akhirnya orang-orang tersebut menunjuk Santakalan menjadi pemimpin mereka di desa itu. Dan Desa itu kemudian diberi nama Desa Sampaka.
TAMAT…🙏🙏🙏
Catatan :
Kisah ini adalah fiktif belaka jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian/cerita itu adalah kebutulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan
Penutur : Orang tempo doloe/Unduon
Penulis : Munawir Kunjae