KABAR LUWUK – Senandung Cinta di Pasir Putih Pantai Oyama, Banggai Laut. Tidurlah disampingku, pejamkan matamu. Lalu dengarkan senandung cinta yang mengalun lewat deru ombak dan semilir angin yang berhembus diantara pepohonan pinus. Biarkan bulir pasir putih menyelasar hingga bagian terpenting tubuhmu. Rasakan dan lihatlah bening pantai berkarang nan indah kemudian sampaikan pada dunia biarkan aku tetap perawan.
Fajar di awal Januari 2021 terlihat begitu indah, jingga memerah berpendar di langit saat sang surya perlahan meninggi. Sejenak aku bergumam dalam hati, sungguh indah ciptaanmu ini Tuhan. Maka nikmat apalagi yang hendak aku dustakan, alangkah terlalu tamak jika kemudian aku ikut merusak maha karyamu ini.

Handphone milikku seketika berdering, memecah rasa kagumku pada langit di Desa Sambiut, Kecamatan Totikum, Kabupaten Banggai Kepulauan. Suara diseberang sana menyampaikan speedboat yang akan mengantarkanku ke Pantai Oyama, Desa Lokotoy, Kecamatan Banggai Utara, Kabupaten Banggai Laut sudah siap. Oh iya, sehari sebelumnya aku telah meminta kepada salah seorang kenalanku di Desa Kalumbatan, Kecamatan Totikum Selatan. Untuk mencarikanku speedboat untuk bisa mengantarkanku ke Pantai Oyama yang hanya berjarak sekira 3 mil dari Desa Lobuton.
Menebas Angin dan Gelombang
Bergegas aku mengambil sejumlah peralatan untuk kemudian menumpang ojek motor dari Desa Sambiut ke Desa Lobuton yang jaraknya lumayan jauh sekira 25 kilometer. Jalanan desa yang cukup lengang membuat laju sepeda motor berdaya 150 cc dengan mudah melahap perjalanan hanya dalam waktu hanya lima belas menit saja.
Setibanya di Desa Lobuton, saya bertemu pak Roni Adam di kediamannya. Ia adalah pemilik speedboat yang akan mengantarkan saya ke Pantai Oyama. Pria sekira usia 40 tahunan ini menyapa dengan ramah sembari memerintahkan motoris (pengemudi speedboat) agar mengisi bahan bakar sekaligus mengecek paralatan keselamatan seperti baju pelampung.
Sembari menunggu seluruh persiapan, Roni Adam bercerita bahwa saat ini merupakan waktu paling tepat mengunjungi Pantai Oyama. Pada musim tertentu sangat sulit menuju Pantai Oyama dari wilayah Lobuton maupun Kalumbatan, karena gelombang dan angin kencang biasanya membuat para wisatawan enggan bertaruh resiko.
Dua puluh menit kemudian, motoris yang belakangan saya ketahui bernama Hamdan menyampaikan bahwa speedboat telah siap. Akupun berpamitan kepada bapak Roni Adam menuju speedboat yang ternyata berlabuh tepat di belakang rumahnya. Terlihat ada sekira enam sampai tujuh speedboat beraneka warna milik warga terparkir di belakang rumah masing-masing.
“Iya itu speedboat kebanyakan milik pribadi, mereka selain mempergunakannya sebagai alat transport pribadi juga menyediakan untuk umum khususnya para wisatawan yang hendak ke Pantai Oyama,” sebut Roni.
Ubi Banggai Serta Ndaing Menu Makan Siangku
Sebelum beranjak, satu persatu peralatanku serta logistik masuk ke dalam speedboat, selain air minum, rempah berupa Barito (Bawang, Rica dan Tomat) ada dua logistik penting yang terus aku ingat untuk tetap di bawa yakni Ubi Banggai (Dioscorea) serta Ndaing. Untuk Ubi Banggai tidak perlu dijelaskan lebih rinci, ini merupakan jenis umbi-umbian yang menjadi makanan pengganti nasi warga setempat. Sedangkan Ndaing adalah irisan ikan jenis pari yang kemudian dikeringkan secara alami dengan sinar matahari. Setelah semuanya masuk ke speedboat, motoris kemudian menyalakan mesin berkekuatan 80 tenaga kuda. Perlahan speedboat dari fiber dengan panjang enam meter dan lebar sekira dua meter bergerak meninggalkan Desa Lobuton. Hanya berjarak seratus lima puluh meter terhampar deretan karang dan daratan yang berada di laut.
“Ini merupakan bekas desa induk Kalumbatan, karena gempa pada tahun 2000 membuat banyak rumah hancur termasuk sekolah yang ada di tempat ini. Bekas bangunan masjid dan satu rumah itu menjadi yang tersisa saat ini,” ujar Hamdan yang perlahan mengurangi laju speedboat agar terhidar dari sejumlah karang yang menonjol ke permukaan.
Jejak Gempa Tahun 2000
Gempa Bumi pada tahun 2000 dengan pusat gempa berada sekira 38 kilometer timur laut Kota Salakan atau tepatnya di Desa Induk Kalumbatan berkekuatan 6,5 skala richter atau 7,6 magnitudo memprorak porandakan segala bangunan yang ada di atas-nya. Bahkan tsunami kecil berketinggian sekira tiga meter menyapu bagian daratan di Kecamatan Totikum Selatan. Tercatat puluhan orang meninggal dunia, ratusan luka-luka dan ratusan bangunan penduduk dan bangunan pemerintah rusak. Saat ini masyarakat Desa Kalumbatan telah bermukim di daratan sebagiannya lagi memilih tetap tinggal di atas laut dengan rumah-rumah panggung khas Suku Bajo.
Usai melewati sisa Desa Induk Kalumbatan, Hamdan menambah kecepatan speedboat hingga batas maksimal. Hanya dua puluh menit speedboat telah tiba di pantai berpasir putih memanjang sekira enam ratus meter itu. Sauh kemudian di labuh pada kedalaman tidak kurang tiga meter, sembari mundur perlahan speedboat-pun telah menyentuh bibir pantai. Saya melompat dari atas speedboat sembari berlarian di atas pasir putih itu. Toh pikirku seluruh logistik akan diturunkan oleh Hamdan dan Murdan.
“Jangan jauh-jauh biar saat makan siang telah siap teriakanku kedengaran,” teriak Murdan ditelan suara gelombang menerpa pantai.
Pohon Pinus serta pasir putih
Seluruh pesisir Pantai Oyama yang luas keseluruhannya tidak kurang dari satu hektar kemudian aku selusuri, tidak lupa aku mengabadikan momen spesial dari kamera handphone maupun kamera aksi yang selalu ada di gengamanku. Puluhan bahkan ratusan foto aku ambil pada kesempatan itu, tidak lupa aku juga mengabadikannya dalam format video.
Deretan pohon pinus dan jejeran nyiur menambah indah tepian pantai ini, sejumlah nelayan terlihat mondar mandir tidak jauh dari Pantai Oyama. Bahkan beberapa nelayan nampak membuang kail disusul sambaran ikan yang berakhir dalam perahu.
“Pak Irwan, Pak Irwan santap siang telah siap, ayo kita makan sebelum Ubi Banggai juga Ndaing ini dingin,” teriak Murdan terdengar sayup.
Sembari berlari dan bernyanyi akupun menghampiri santapan siang yang telah disiapkan bapak dua anak ini. Ubi Banggai ada yang direbus ada pula yang dibakarnya, untuk Ndaing memang enak jika hanya dibakar. Tidak lupa sambal iris bercampur perasan jeruk nipis menemani menu siang itu. Untuk rasanya tidak perlu saya jelaskan lagi, ayo ke sini biar kalian merasakannya sendiri menu yang sudah saya sebutkan tadi.
“Memang saya sudah lapar, ayo kita makan bersama-sama. Habis ini saya mau mandi sekalian menyelam di sekitaran Pantai Oyama ini,” ujarku kepada Hamdan dan Murdan.
Laut Bening dan Karang Nan Indah
Usai bersantap siang, aku disuguhi segelas kopi yang baru saja di seduh oleh Murdan. Aroma kopi jenis Robusta dengan sedikit gula pasir membuatkan tidak mungkin menolak. Sembari menghisap sebatang rokok kretek, Murdan bercerita bahwa Pantai Oyama di Banggai Laut ini telah menjadi lokasi wisata murah warga sekitar. Masyarkat hanya perlu menyiapkan bahan bakar tidak kurang lima liter telah bisa sampai ke tempat ini bersama keluarganya. Tentu saja perahu bermesin katinting dengan mudah menjangkau lokasi ini.
Hanya saja menurut Murdan, jumlah pengunjung atau wisatawan luar daerah Banggai Laut dan Banggai Kepulauan masih sedikit, entah karena promosi pemerintah yang kurang atau pandemi dia juga tidak tahu. Namun bagiku, hal itu membuat Pantai Oyama tetap terjaga lestari tanpa campur tangan manusia yang biasanya banyak merusak. Sayangnya banyak wisatawan lokal yang kurang sadar akan kebersihan, sehingga banyak sampah dibiarkan di lokasi itu.
Saat mentari mulai meninggi, laut di Pantai Oyama terlihat sangat bening. Pantulan cahaya sang surya di atas permukaan air laut ibarat permata berkilau. Deretan karang beraneka bentuk menambah indah seakan memanggilku untuk berenang dan menyelam.
Terumbu karang nan indah
Berbekal peralatan sederhana berupa kacamata selam dan snorkel, aku lalu berenang menelusuri terumbu karang. Ikan beraneka jenis termasuk nemo terlihat berlarian saat coba aku dekati. Pastinya tidak lupa saat spesial itu aku rekam menggunakan kamera aksi berpelindung yang tahan air.
Panasnya terik mentari membakar kulit aku acuhkan toh kulitku juga sudah berwarna hitam hehehehehehe. Hampir satu jam aku berenang ke sana sini seakan tiada bosan mengagumi indahnya laut di Pantai Oyama ini.
“Pak sudah saatnya kita pulang, sebentar lagi hujan disertai badai akan menerpa. Ayo kita bergegas,” lantang suara Hamdan.
Waktunya kembali
Sebenarnya aku ingin bermalam di lokasi ini, mendirikan tenda dan ditinggal sendirian rencana awalku. Sayang peringatan Hamdan membuyarkan keinginanku itu. Pukul 16.30 wita speedboat berwarna jingga berpadu putih yang aku tumpangi meninggalkan pantai. Tidak lupa sisa sampah kami angkut ke dalam boat agar tidak meninggalkan jejak.
“Biarlah jejak kaki dan kenangan yang ada dalam gawai cukup jadi bukti aku pernah berada di tempat ini, suatu saat nanti aku pasti menghabiskan malam di sini. Biar bisa ku ceritakan bagaimana indahnya pekatnya malam diterangi cahaya rembulan dan gemerlap bintang pada kalian,” ucapku dalam hati.
Saat speedboat baru bersandar di belakang rumah Roni Adam, hujan disertai angin yang cukup kencang menerpa. Bergegas aku naik ke atas rumah panggung untuk berteduh. Batinku benar juga apa yang diucapkan Hamda tiga puluh menit lalu. Mungkin saja pikirku mereka telah lahir dan besar dengan membaca tanda alam sehingga tahu kapan akan terjadi hujan dan badai.
Inilah sepenggal cerita saat aku mengunjungi Pantai Oyama yang menjadi salah satu destinasi wisata andalan Kabupaten Banggai Laut. Sampai jumlah di cerita dan lokasi lainnya. ***
Tips ke Pantai Oyama
Terimakasih aku sampaikan kepada bapak Roni Adam, Serma J. Ferry (Babinsa/Danpos Totikum Koramil 1308-10/Slkn) yang telah memfasilitasi hingga aku bisa sampai ke Pantai Oyama.
Catatan buat traveler:
Untuk mencapai Pantai Oyama di Banggai Laut, bisa di tempuh dari Luwuk, Banggai mempergunakan kapal penumpang yang langsung ke Banggai Laut atau ke Banggai Kepulauan. Setiap hari ada satu kali pelayaran yang berangkat ke dua kabupaten ini.
Kebetulan saya dari Luwuk maka memilih rute menumpang kapal kayu ke Banggai Kepulauan, jarak tempuh sekira empat sampai lima jam. Setibanya di Salakan ibu kota Kabupaten Kepulauan kita bisa menggunakan mobil penumpang umum maupun sepeda motor ke Desa Kalumbatan atau Desa Lobuton. Tarif angkutan umum mobil sekali jalan Rp50.000.
Biaya sewa speedboat carteran yang bisa ditumpangi sekira enam sampai tujuh orang Rp1.000.000 (harga ini termasuk pengantantaran dan menjemput).
Bawa sendiri air minum karena di lokasi Pantai Oyama tidak tersedia air tawar, bekal sesuaikan dengan lamanya berada di tempat itu.