KABAR DAERAHKota Palu

Forum warga Sulteng Siap Fasilitasi Pemindahan Laboratorium Biomolekuler NTT ke Sulteng

652
×

Forum warga Sulteng Siap Fasilitasi Pemindahan Laboratorium Biomolekuler NTT ke Sulteng

Sebarkan artikel ini

KABAR LUWUK, PALU – Gabungan relawan COVID-19 dalam Forum Warga Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) siaap memanfaatkan Laboratorium Biomolekuler Kesehatan Masyarakat yang saat ini ditolak sepihak di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Salah satu kelompok relawan Roa Jaga Roa (RJR) menegaskan sikap jika laboratorium itu sangat berguna untuk penanganan pandemi COVID-19 di Sulteng. Koordinator relawan RJR Noedin EL dalam keterangan tertulis di Palu, Kamis menyatakan pengambil kebijakan di NTT harusnya mendukung dengan penuh adanya laboratorium itu.

“Laboratorium itu menyediakan ratusan tes reverse transcription polymerase chain reaction (RT-PCR) gratis untuk warga, harusnya didukung bukan ditolak,” kata Noedin.

Noedin menjelaskan disaat biaya RT-PCR tidak terjangkau oleh masyarakat, kehadiran laboratorium di Sulteng juga dapat meringankan beban pemerintah daerah dalam penanggulangan penyebaran COVID-19.

“Kami telah berkoordinasi dengan pengambil kebijakan di Sulteng, untuk menyiapkan segala fasilitas dukungan untuk operasional laboratoriun itu,” kata Noedin menegaskan.

Noedin menyatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan pihak laboratroium, dimana forum warga Sulteng diminta untuk menunggu sementara waktu.

Laboratorium Biologi Molekuler Kesehatan Masyarakat digagas oleh Forum Academia NTT sejak Oktober tahun 2020. Laboratorium itu hasil kolaborasi antara Forum Academia NTT, Pemerintah Provinsi NTT dan Universitas Cendana NTT.
Ditengah perjalanan laboratorium itu ditutup sepihak oleh pihak Universitas Cendana. Padahal laboratorium telah memeriksa total 15.000 sampel sejak diberikan izin operasi oleh Kementerian Kesehatan.

Selain ditutup sepihak, Polres Kupang Kota Polda NTT juga melayangkan surat permintaan keterangan kepada penanggung jawab laboratoium tertanggal 26 Agustus 2021. Alasan pemanggilan oleh polisi dikarenakan laboratorium melakukan pemeriksaan RT-PCR diduga tidak sesuai prosedur. Bahkan Polisi juga meminta pengelola untuk membawa legalitas klinik, legalitas pengolahan limbah medis, data pemeriksaan PCR, data SDM, legalitas alat pemeriksaan PCR dan standar operasional prosedur (SOP) klinik.

Namun, penutupan laboratorium juga mendapat penolakan dari publik. Bahkan muncul petisi daring yang sudah ditandatangani oleh 3.200 orang dengan judul, Dukung Laboratorium Biomolekuler Kesehatan Masyarakat NTT Tetap Beroperasi.

Sebelumnya, anggota Forum Academia NTT, Elcid Lie menyatakan Laboratorium Biologi Molekuler Kesehatan Masyarakat adalah salah satu ujung tombak dalam pemeriksaan Covid-19 di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Masyarakat di NTT tentu tak lupa pemeriksaan PCR gratis sudah dilakukan di Laboratorium Biomolekuler Kesehatan Masyarakat sejak Oktober 2020. Hal tersebut digagas oleh Forum Academia NTT.

Ya, tidak semua warga Indonesia bisa memperoleh tes PCR secara gratis. Di Jakarta dan daerah lainnya, tes PCR kala itu sangat mahal. Di Makassar misalnya, kita harus merogoh kantong hingga Rp 800 ribu.

Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Nusa Tenggara Timur pekan lalu mengirimkan pemberitahuan kepada pihak Laboratorium Biokesmas NTT untuk menghentikan operasi pelaksanaan tes PCR.

Hal tersebut untuk menindaklanjuti teguran dari pemerintah terkait syarat operasi yang tidak dipenuhi laboratorium tersebut.

Pihak kampus berdalih Dinas Kesehatan Kota Kupang menemukan kapasitas dan kewenangan melakukan praktik medis tidak sesuai prosedur.

Laboratorium Biokesmas juga tidak memenuhi ketentuan pemeriksaan PCR karena tidak memiliki dokter spesialis patologi dan analis.

Elcid Li mengatakan, laboratorium Biokesmas telah menjalani semua tahap persyaratan sebagai laboratorium pemeriksa COVID-19.

Dalam proses perizinannya, sudah beberapa kali telah dikunjungi oleh pengawas Balai Besar Tehnik Kesehatan Lingkungan (BBTKL) Surabaya sebagai perwakilan Litbangkes RI di area Indonesia Timur.

Hal tersebut untuk memastikan terpenuhinya syarat-syarat yang ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor HK.01.07/MENKES/4642/2021 tanggal 11 Mei 2021. Bahkan Kepala laboratorium Pembina Provinsi NTT, Indita Malewa juga terlibat dalam setiap proses monitoring tersebut.

Terpenuhinya syarat-syarat yang dimaksud oleh laboratorium Biokesmas Provinsi NTT termasuk uji validasi, membuat Kementerian Kesehatan RI menerbitkan surat izin operasional laboratorium Biomolekuler Kesehatan Masyarakat Provinsi NTT, melalui Surat nomor SR.01.07/II/4450/2020 perihal Pengoperasian Laboratorium RT – PCR. Selain kepada Gubernur Provinsi NTT, surat ini ditembuskan juga kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Kupang.

“Maka langkah penutupan laboratorium Biokesmas oleh dinas kesehatan Kota Kupang telah melangkahi izin yang telah dibuat oleh Kemenkes RI kala itu,” ujar Elcid, Rabu, 24 Agustus 2p21.

Ia mengaku Laboratorium Biokesmas Provinsi NTT diresmikan oleh Menteri Kesehatan RI yang masih dijabat oleh Terawan Agus Putranto saat itu. Gubernur Provinsi NTT Victor Laiskodat juga hadir.

Keputusan penutupan laboratorium Biokesmas oleh Dinkes Kota Kupang juga dibuat tanpa berkonsultasi dengan pimpinan Lab Biokesmas Provinsi NTT terlebih dahulu. Penutupan malah dibahas dalam pertemuan dengan Universitas Nusa Cendana.

Padahal, kata Elcid, Universitas tidak memiliki otoritas terhadap Lab Biokesmas Provinsi NTT sama sekali. Laboratorium ini sendiri awalnya untuk melakukan tes massal berbasis PCR dan Pooledtest qPCR.

Poedtest qPCR adalah sebuah metode inovasi yang dikembangkan oleh dua ahli biomolekuler asal NTT, Fima Inabuy dan Alfredo Kono.

Tujuannya agar di NTT ada suatu model pencegahan Covid-19 melalui kegiatan surveilens dan screening berbasis PCR (Polymerase Chain Reaction).

Metode yang digunakan adalah pengembangan dari PCR, sebuah metode dasar dalam dunia keilmuan biomolekuler. Di kemudian hari digunakan sebagai tools diagnosa oleh dokter spesialis patologi klinis. Jadi, dokter patologi klinis menggunakan tools biomolekuler sebagai salah satu dasar untuk mendiagnosa.

Ia menambahkan, kegiatan di Lab Biokesmas juga dilakukan dengan pemeriksaan sampel menggunakan PCR, bukan memeriksa pasien secara langsung. Sehingga tidak diperlukan kompetensi seorang dokter untuk menyimpulkan dan mengesahkan surat hasilnya.

Tes PCR gratis di Biokesmas hanya dimungkinkan karena metode Pooled test qPCR ini. Ini adalah sebuah inovasi yang lahir dari NTT dan belum dimiliki oleh Provinsi lain di Indonesia.

Kemudian, aplikasi pooled-test digunakan untuk screening massal dan surveilens. Keilmuan yang paling relevan dengan biomolekuler dan ilmu kesehatan masyarakat, bukan patologi klinis. Kedua keilmuan ini pun hanya dimiliki oleh tim pengelola Lab Biokesmas.

Pengelolaan laboratorium juga ditetapkan dalam SK Gubernur dengan Fima Inabuy sebagai pimpinan. Dalam SK ini disebutkan bahwa tim lab bertanggung jawab langsung kepada Gubernur Provinsi NTT.

“Artinya, Rektor Undana tidak memiliki dasar hukum dan otoritas untuk memerintahkan penutupan laboratorium,” tegas Elcid.

Hingga kini, SK Gubernur bernomor 250/KEP/HK/2020 tanggal 14 Agustus 2021 ini masih berlaku dan sah secara hukum. Artinya, tidak ada perubahan dalam pihak yang diberi otoritas sebagai pengelola laboratorium, sebagaimana diklaim oleh pihak Undana.

Ia menjelaskan nota kesepakatan nomor 5/EKS/DN/MOU/III/2021 tanggal 16 Maret 2021 antara Pemerintah Provinsi NTT dan Universitas Nusa Cendana hanya mengatur tentang kerjasama operasional RS Undana dengan Pemprov NTT terkait penanganan Covid-19. Sementara, Lab Biokesmas tidak termasuk di dalamnya.

Apalagi sampai hari ini tidak ada SK penyerahan atau penghibahan Laboratorium Biokesmas Provinsi NTT dari Pemerintah Provinsi NTT kepada Universitas Nusa Cendana. Oleh karena itu, klaim bahwa Lab adalah milik Undana adalah salah secara hukum.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *