Sejak dimulai pada tahun 1996, seperti yang dilaporkan dalam website resmi mereka luas tanaman Kencana Agri Grup telah berkembang menjadi sekitar 67.927 ha pada tahun 2015 termasuk didalamnya adalah tanaman plasma. Kencana Agri Grup saat ini memiliki lima pabrik pengolahan kelapa sawit dengan total kapasitas pengolahan 275 ton per jam dan dua pabrik pengolahan inti sawit dengan kapasitas 435 ton per hari. Kencana Agri Group juga memiliki Land Bank (Bank Tanah) yang saat ini dari seluruh luasan hanya 35% ditanami dan 23.000 ha land bank berada di Sulawesi. Sejak tanggal 25 Juli 2008 Kencana Agri Limited telah menjadi perusahaan yang go public dengan mencatatkan sahamnya di papan utama Bursa Efek Singapura. Pada tahun 2010 Wilmar Group menjadi pemegang saham strategis 20% di Kencana Agri Group.
Sebagai anggota Roundtable on Sustainable Palm Oil ( RSPO) Kencana Agri Group juga berkomitmen membangun perkebunan yang berbasis pada tanggung jawab sosial dan lingkungan. Mereka juga berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat lokal melalui plasma dan rekruitmen tenaga kerja dengan jaminan upah yang sesuai dengan standar Hak Asasi Manusia (www.kencanaagri.com).
Catatan TUK, di Kecamatan Bualemo, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah sendiri PT.WMP beroperasi sejak 2009 ketika mereka mengantongi Surat Keputusan Bupati Banggai Nomor 525.26/15/Disbun tetang Izin Lokasi seluas 17.500 Ha. Dalam perjalananya pada 2011 perusahaan ini kemudian mendapatkan Izin Usaha Perkebunan (IUP) dengan Nomor 525.26/1922/Disbun dan pada tahun itu juga perusahaan ini mengantongi sertifikat HGU dengan Nomor 82/HGU/BPNRI/2011 dengan luasan 8.773,38 Ha.
Modus perampasan tanah petani sangat beragam, pertama apabila lahan-lahan milik masyarakat yang tidak memiliki surat maka lahan tersebut diganti rugi dengan istilah Ganti Rugi Tanaman Tumbuh (GRTT) dengan harga Rp.500.000 sampai Rp.1000.000. Pemilik lahan mengira bahwa lahan tersebut akan menjadi lahan plasma milik mereka, karena sebelumnya memang perusahaan menjanjikan bahwa lahan-lahan tersebut memang akan dijadikan kebun plasma dan perusahaan hanya membayar tanaman mereka yang digusur namun pada faktanya dalam perjanjian dengan istilah GRTT tersebut ternyata adalah penyerahan hak atas tanah. Dalam catatan wawancara yang kami lakukan hampir semua desa dikecamatan bulaemo saat ini tidak lagi memiliki lahan pengembangan pertanian karena seluruh wilayah Areal Penggunaan Lain (APL) menjadi wilayah Hak Guna Usaha (HGU) PT.WMP.
Perampasan tanah ini bukan tanpa perlawanan dari masyarakat, sedari awal ketika perusahaan ini mulai beraktifitas tanpa dokumen Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sudah mendapatkan protes dari masyarakat, mulai dari aksi memblokir jalan desa sampai melakukan demo ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Kedua Penyerobotan langsung lahan bersertifikat milik masayarakat transmigrasi. Sampai saat ini total luasan tanah petani bersertifikat yang dirampas oleh PT. Wiramas Permai mencapai 996 Hektare. Sebagai contoh fakta yang terjadi di desa Malik Makmur, sekitar tahun 2010 lahan petani bersertifikat dengan luasan kurang lebih 120 Ha digusur secara sepihak oleh PT.Wiramas Permai, setelah petani mempertanyakan tindakan penggusuran sepihak tersebut barulah perusahaan yang diwakili oleh Lutfi Wibisono selaku manejer saat itu melakukan sosialisasi dan mengatakan bahwa lahan tersebut adalah untuk plasma. Namun sampai kebun mulai bisa dipanen oleh perusahaan status kebun plasma tanpa kejelasan, soal perjanjian yang harusnya dilaksanakan antara perusahaan dan petani sebagaimana diatur peraturan perundangan tentang perikatan tidak pernah ada. Bahkan beberapa buruh perkebunan menjelaskan bahwa perusahaan memasukan lahan milik rakyat tersebut sebagai kebun inti mereka, dan ini dikuatkan dengan pemasangan papan plang yang bertuliskan bahwa lokasi tersebut adalah bagian dari Hak Guna Usaha (HGU) milik PT.WMP.