KABAR LUWUK, MOROWALi – Sejumlah masyarakat pengelola dan pemilik pompa pasir yang tergabung dalam Front Solidaritas Pembela Hak Azasi Manusia (FSP-HAM) melakukan aksi unjukrasa di kantor salah satu kontraktor penyupply pasir untuk pembangunan smelter PT. Gunbuster Nikel Industri, yakni PT. Sumber Dana Mahaka (SDM) di Desa Bungintimbe, Kecamatan Petasia Timur, Kabupaten Morowali Utara, Rabu (16/1/2022).
Unjukrasa FSP-HAM yang dipimpin Muh. Arsad selaku Koordinator Lapangan (Korlap) mengawali aksinya dari titik kumpul masa aksi di rumah milik M. Yahya di Desa Bunta langsung menuju Kantor PT. SDM di Bungintimbe. Menurut Muh. Arsad, FSP-HAM membatalkan aksi unjukrasa di Tambaole, Desa Bunta di lokasi lahan jalan milik M. Yahya, dikarenakan persoalan tersebut masih bergulir meja hijau, baik PTUN maupun sidang perdata di pengadilan dan memfokuskan menuntut pembayaran hutang pasir.

Kehadiran FSP-HAM di Kantor PT. SDM, mendesak pembayaran hutang pasir yang telah digunakan PT. GNI sejak September 2021 dan belum ada pembayaran hingga kini, baik kepada pemilik pompa pasir maupun kepada BUMDes Tompira-Bunta. Diketahui, bahwa pasir dipasok oleh sejumlah pemompa pasir di Tompira dan Bunta kepada PT. SDM melalui BUMDes kedua desa tersebut serta dibawa masuk ke PT. GNI untuk digunakan sebagai material pembangunan smelter PT. GNI.
Muh. Arsad selaku Korlap FSP-HAM dalam orasinya mengatakan, mega proyek smelter dengan investasi triliunan rupiah yang di dengung-dengungkan, dinilai hanyalah omong kosong belaka. Hal ini terbukti dengan kondisi yang dialami masyarakat sekitar yang merupakan pemilik pompa penyedotan pasir. Kehadiran masa aksi dikalim karena adanya kegelisahan, ketimpangan dan kegelisahan serta ketidak jelasan pembayaran pasir.
“Aneh, PT. GNI yang katanya investasi triliunan ternyata membangun dengan bermodalkan utang. Kehadiran PT. GNI seharusnya mendatangkan kesejahteraan kepada masyarakat bukan menyengsarakan, harusnya memberdayakan bukan meperdaya. Dimana hati nurani kalian, kok invetasi triliunan tapi modal utang. Hutang pasir ini bagi investor mungkin dianggap kecil, tapi bagi masyrakat sangatlah besar. Untuk itu kami minta agar segera dibayarkan,” ujar Muh. Arsad.
Arsad menambahkan, total harga pasir yang sudah masuk ke PT GNI yang sudah digunakan untuk pembangunan smelter melalui PT SDM yang difasilitasi oleh BUMDes, sampai saat ini yang belum terbayar sekitar kurang lebih 2,5 milyar sejak bulan September 2021. BUMDes sebagai salah satu wadah mewujudkan kemandirian desa dan dapat mendatangkan keuntungan kepada masyarakat, hanyalah di jadikan bumper oleh PT SDM dan PT GNI untuk dapat menggunakan terlebih dahulu sebelum di bayar alias mengutang pasir milik masyarakat.
Lukman selaku Mine Plan PT. SDM menanggapi tuntutan FSP-HAM mengatakan, ia sudah mengkomunikasikan kepada pihak managemen. Berdasarkan arahan managemen, bahwa pihaknya akan melakukan pembayaran utang pasir. Untuk pekan ini, diupayakan pembayaran tahap pertama sebesar Rp. 400 juta dan pembayaran selanjutnya akan dilakukan secara bertahap mulai dari minggu kedua februari 2021.
“Komunikasi sudah sejak kemarin kami laksanakan. Cuman terkait dengan tuntutan sebesar Rp, 2,5 miliar itu tidak dapat dibayarkan keseluruhan, tapi secara bertahap. Memang soal pembayaran terakhir itu, bulan September 2021. Kalau sudah masuk dananya, pasti kami langsung bayarkan kepada BUMDes,” jelas Lukman mewakili PT. SDM.***(Wardi).