KABAR LUWUK – Belakangan ini publik dihebohkan adanya pemberitaan wacana Bupati Banggai bakal memberikan sanksi kepada Aparatur Sipil Negara (ASN).
Bahkan sanksi diberikan berupa pemecatan dalam bentuk upacara secara terbuka. Upaya ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa, selama kepemimpinan Bupati banyak ASN yang tidak menunjukkan integritas dan keteladanan sehingga layak diberikan sanksi. Mengacu pada PP 94 Tahun 2021 dan UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN.
Wacana itupun disetujui Plt Kepala BKPSDM Banggai Syafrudin Hinelo, sembari memberi penegasan bahwa setiap ASN yang dipecat harus di upacarakan.
Sejumlah aktivispun menyoroti wacana tersebut. Mereka menilai langkah itu melanggar hukum dan prinsip-prinsip penghormatan terhadap martabat ASN sebagai abdi negara.
“Mekanisme pemberhentian tidak dapat dilakukan secara sepihak, apalagi dilakukan di muka umum dalam bentuk upacara pemecatan yang akan merendahkan martabat dan harga diri ASN yang bersangkutan,” tegas salah seorang aktivis Banggai Muh.Risaldi Sibay kepada media ini, Sabtu 17 Mei 2025.
Dikatakan, PP nomor 94 tahun 2021 serta
UU nomor 20 tahun 2023, secara jelas mengatur tahapan pemeriksaan, pembelaan, dan proses keberatan administratif bagi ASN yang diduga melanggar.
Setiap keputusan pemberhentian wajib didahului oleh pemeriksaan objektif, dokumen yang sah, serta hak jawab dari ASN yang bersangkutan.
Bahkan dalam hal pemberhentian dengan tidak hormat kata Saldy, prosedurnya harus berdasarkan rekomendasi Majelis Kode Etik atau Tim Pemeriksa, bukan atas dasar evaluasi subjektif kepala daerah semata.
Adapun prosedur pemberhentian ASN sambung dia, diatur secara rinci dalam Peraturan BKN Nomor 6 Tahun 2022, tentang Peraturan Pelaksana PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS, khususnya Pasal 49 ayat (4) dan (5).
Disebutkan bahwa, keputusan hukuman disiplin disampaikan secara tertutup yang hanya diketahui oleh PNS yang dijatuhi hukuman disiplin dan pejabat yang menyampaikan.
Praktis, pemecatan ASN dalam bentuk Upacara Pemecatan dimuka umum melanggar aturan alias tidak diperbolehkan.
“Bupati keliru jika mengutip aturan ASN demi mengatasnamakan hukum, tetapi cara yang dipilih bertentangan dengan hukum. Apa yang akan dilakukan Bupati dan Plt Kepala BKPSDM tidak lain hanya merendahkan ASN secara publik dengan alasan penegakkan kedisiplinan. Alih-alih mendapat sorakan hal ini hanya akan memancing cibiran. Karena perbuatan tersebut jauh dari etika yang seharusnya di junjung tinggi Pemerintah Daerah,” ujarnya.
Terkait wacana tersebut, Saldi mengingatkan, sebaiknya Pemerintah Daerah perlu belajar dari kasus pemberhentian Marsidin Ribangka dalam jabatannya selaku Kepala DPKAD, yang mana Bupati Banggai dinyatakan kalah oleh Mahkamah Agung, melalui putusan inkrah dalam perkara Tata Usaha Negara.
“Harusnya kalau menegakkan disiplin ASN, pihak yang seharusnya diperiksa dan berpotensi diberhentikan karena dugaan pelanggaran berat adalah 3 pejabat yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh aparat penegak hukum, serta Plt Kepala BKPSDM Banggai itu sendiri, Syafrudin Hinelo,” tegasnya.
“Syafrudin Hinelo sering kali disebut-sebut dalam berbagai dugaan mobilisasi ASN untuk memenangkan petahana di Pilkada, juga diduga melanggar etika ASN,” bebernya.
Iapun berharap, Bupati tidak bersikap tebang pilih dalam menegakkan disiplin ASN di Kabupaten Banggai.
“Jangan sampai semut di seberang lautan terlihat, sementara gajah di pelupuk mata sendiri justru dibiarkan,” pungkasnya. (Rls)