Dia juga menyatakan bahwa teknik door stop yang dipermasalahkan oleh pengacara terdakwa adalah merupakan hal yang biasa dalam praktik jurnalisme di manapun.
Dalam sidang berikutnya pada 27 Oktober 2021, Jaksa penuntut umum kembali mendatangkan saksi ahli, yakni Herlambang P. Wiratraman, dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Herlambang dalam pernyataannya juga berpendapat bahwa Nurhadi tidak melanggar kode etik jurnalistik saat datang ke lokasi pernikahan karena yang dilakukannya semata-mata untuk kepentingan publik. Dia juga menyatakan bahwa wartawan wajib untuk membuat pemberitaan yang berimbang dengan memberi ruang bicara yang sama kepada semua pihak.
Herlambang juga menyatakan bahwa meski tidak memiliki peraturan pemerintah, namun bukan berarti UU Pers 40 tahun 1999 tak memiliki peraturan pelaksana, sebab doktrin maupun yurisprudensi terkait kasus-kasus serupa, juga dapat menjadi rujukan. Dengan demikian, meski secara legal formal UU Pers 40 tahun 1999 tak memiliki peraturan pemerintah, namun peraturan pelaksanaan UU Pers 40 tahun 1999 ada.
Dalam sidang yang berlangsung pada 24 November 2021, mengakui bahwa saat Nurhadi dibawa ke sebuah gudang di belakang gedung resepsi oleh beberapa orang, dia meminta Nurhadi untuk membuka password HP-nya dan menunjukkan isinya.
Dua terdakwa juga mengakui membawa pergi Nurhadi dari lokasi resepsi atas perintah dari Kombes Pol Ahmad Yani. Mereka lalu berinisiatif membawa Nurhadi ke hotel Arcadia dan menghubungi redaktur Tempo untuk memastikan bahwa foto yang diambil Nurhadi di lokasi resepsi tak dipublikasikan.
Saat ke hotel, Nurhadi dan rekannya berinisial F, berada dalam satu mobil yang dikemudikan terdakwa Purwanto. Sedangkan mobil saksi F,, dibawa oleh terdakwa Firman Subkhi.
Sidang dengan agenda penyampaian tuntutan, akan digelar besok, 1 Desember 2021 di PN Surabaya.**